Park Ji Min

262 26 0
                                    

Jimin menyandarkan bahunya di kusen pintu dengan bibir yang mengulas senyum lebar. Sekarang, ia benar-benar harus berterima kasih kepada hyungdeul karena sudah memaksanya mampir ke apartemen [Name] setelah berhari-hari merasa tidak bertenaga.

Lihat. Ia harus menahan gumaman takjubnya setiap kali melihat [Name]. Gadis itu memang tidak pernah gagal membuatnya terkejut.
Gadisnya tengah menari dengan soundtrack Beauty and The Beast sebagai pengiringnya.

Ia tahu kalau gadisnya memang sangat menyukai film Disney, yang tidak ia ketahui adalah betapa tergila-gilanya [Name] dengan film romantis yang selalu memiliki akhir bahagia itu. [Name] tidak henti memutar lagu ini sejak Jimin masuk ke apartemennya, walaupun begitu ia tidak memiliki alasan untuk mengeluh.

Berulang kali Jimin berdecak kagum setiap kali [Name] berhasil menyamakan langkah dengan iramanya. Seharusnya ia memberitahu [Name] tentang kedatangannya atau setidaknya mengoreksi saat ada gerakan yang tidak senada dengan irama, tapi Jimin tidak ingin menghancurkan pemandangan yang terlampau indah dan sangat jarang untuk ia nikmati.

Atau setidaknya, itulah yang ia rencanakan sampai [Name] membuka mata dan memergoki dirinya yang asyik memata-matai gadisnya. Jimin terkekeh lembut saat wajah [Name] berubah merah. Gadis itu menyembunyikan wajahnya dengan tangan, terlalu malu untuk memperlihatkan wajah pada kekasihnya.

"Sudah berapa lama kau berdiri di sana?" tanya [Name] dengan suara pelan, namun cukup keras untuk didengar Jimin saat lagu kesukaan kekasihnya masih tetap menggema.

"Sejak kau berhenti bernyanyi dan mulai menari," Jimin menghampiri kekasihnya setelah melempar tasnya di sofa.

Ia menggenggam kedua tangan [Name], memaksa gadisnya untuk membiarkan Jimin melihat wajah [Name] yang sangat manis saat tersipu. [Name] masih mencoba memalingkan wajahnya, tapi Jimin menangkup wajahnya, sama sekali tidak mengizinkannya untuk menyembunyikan wajah.

"Kenapa tidak memberitahuku kalau kau akan mampir?"

"Kenapa kau harus malu saat aku melihatmu menari?"

[Name] mendongak. Beradu tatap dengan Jimin yang masih menyimpan sirat takjub. "Karena kau adalah seorang penari dan kemampuanku menari sama seperti bayi yang berusaha untuk berlari. Benar-benar buruk."

Jimin terkekeh lagi. "Kau selalu merendahkan dirimu sendiri, kau tahu?"

"Tapi memang benar, kan?"

"Dengar," Ibu jari Jimin bergerak lembut menyusuri pipi gadisnya. Tatapan tidak berpaling dari kekasihnya. "Kau mungkin bukan penari profesional, mungkin juga kau tidak memiliki teknik menari yang bagus. Namun, bukan berarti kau harus merasa malu dengan kemampuanmu. Kau sangat luar biasa. Dan karena kau sangat luar biasa, aku ingin melihatmu menari lebih sering."

"Kau hanya mengatakan hal itu untuk membuatku merasa lebih baik," [Name] memejamkan mata, menyandarkan pipinya pada telapak tangan Jimin yang terasa begitu hangat.

Jimin mencubit pipi [Name] yang tidak bersandar padanya. "Kau dan sifat rendah dirimu selalu membuatku gemas, tahu."

"Maukah kau berdansa denganku, my lady?" Jimin membungkukkan tubuhnya seraya menjulurkan salah satu tangannya dengan hormat.

[Name] menjerit tertahan saat Jimin menarik pinggangnya dengan tiba-tiba. Jimin tersenyum kecil saat [Name] memperlihatkan ekspresi kesal, namun diabaikan. Ia meletakkan kedua lengan [Name] di bahunya, menyuruh gadis itu untuk memeluk lehernya tanpa suara. Merasa masih belum cukup, Jimin menyapukan bibirnya di dahi [Name], mencoba menyalurkan perasaannya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Jimin mengayunkan tubuhnya, memaksa [Name] untuk melakukan hal yang sama. Lagu kesukaan [Name] masih terputar, memberi kesan elegan nan romantis di sekitar mereka. Tidak dapat dipungkiri, [Name] merasa seperti berada di pesta kerajaan saat dengan perlahan Jimin mengayunkan tubuhnya lembut.

Gadis itu mendongak lagi, memberikan senyum terbaiknya untuk laki-laki yang paling ia sayangi. Melihat senyum lebar di wajah gadisnya, Jimin tidak bisa menahan diri untuk melakukan hal yang sama. [Name] menyandarkan kepalanya di bahu Jimin, merasa nyaman dalam kukungan kekasihnya. Ah... betapa ia merindukan saat seperti ini. Saat tidak ada siapapun kecuali mereka di dunia.

"Lihat. Kau bisa berdansa, awal yang baik untuk menjadi penari handal," bisik Jimin tidak ingin merusak suasana tenang di antara keduanya. "Kau lebih daripada yang kau bayangkan. Jangan pernah merasa rendah diri lagi. Kau membuatku sedih."

"Mmhmm... ada apa denganmu?" [Name] sedikit mengangkat kepalanya, cukup untuk kembali beradu tatap dengan mata yang selalu menghilang kala pemiliknya tersenyum. "Kenapa bibir ini suka mengucapkan sesuatu yang manis?"

"Tidak ada. Hanya merindukanmu," Jimin mencium ibu jari [Name] yang menyusuri bibirnya lalu beralih mencium puncak kepala [Name] dan dahinya. Ia membawa [Name] lebih dekat padanya hingga tidak ada ruang di antara keduanya. "Aku serius. Kau harus lebih sering menari, mungkin aku akan mengajarimu satu-dua hal dan selanjutnya kita akan menjadi pasangan penari paling hebat di seluruh dunia."

[Name] tertawa kecil mendengar kekasihnya. "Jangan terlalu banyak berharap pada kemampuanku. Kemungkinan besar aku tidak akan bisa lebih baik daripada Namjoon-oppa atau Seokjin-oppa."

"Bukankah sudah kubilang jangan merendahkan dirimu? Latihan beberapa kali denganku dan kau akan mengalahkan Jungkookie," kata Jimin seraya menyeringai kecil. Ia mengangkat wajah [Name], lalu menggesekkan hidungnya dengan hidungnya [Name] penuh kasih sayang.

"Baiklah, baiklah, kalau itu yang diinginkan oleh Pangeranku," [Name] terkekeh mendengar dirinya mengucapkan panggilan sayang pada kekasihnya. "Tidakkah menurutmu semuanya terasa begitu sempurna? Kita sedang berdansa dengan lagu bertemakan cinta dan aku memanggilmu dengan sebutan 'Pangeran' yang menurutku sangat pantas untukmu."

"Semuanya terasa begitu sempurna saat kau berada dalam pelukanku."

"Kau memulainya lagi."

"Biarkan saja. Aku sedang merindukanmu dan bermaksud untuk menggunakan seluruh waktu luangku untuk mengisi energi dengan berada di dekatmu. Jadi, jangan berharap untuk melarikan diri selama Namjoon-hyung belum menelpon, arra?"

Seven WingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang