Jimin tidak bisa menahan diri untuk tidak menggerutu saat ia dipaksa keluar dari ruang latihan yang sejuk. Untuk ke sekian kalinya, ia kalah dalam permainan dan hukumannya adalah membelikan minum. Kakinya tidak mampu berjalan terlalu jauh, latihan intens yang baru saja mereka jalani benar-benar menguras hampir seluruh tenaganya. Betapa ia ingin menyuruh salah satu dongsaeng untuk menggantikan posisinya sekarang.
Sudut matanya menangkap papan nama kedai kopi yang baru-baru ini dibuka. Jimin menghela nafas lega karena ia tidak perlu memaksa kakinya bekerja lebih lama di tengah cuaca terik. Tidak ingin berlama-lama berhadapan dengan hawa panas, Jimin melangkahkan kakinya lebih cepat.
Suara gemerincing bel menyapa telinganya saat ia membuka pintu masuk. Hawa sejuk pendingin ruangan membuat Jimin menggosok tangannya tanpa sadar. Ia ingin berlama-lama di dalam sana. Rasanya ia tidak ingin terburu-buru kembali ke ruang latihan, biar saja mereka kehausan sementara ia menyejukkan diri di kedai.
"Ah, selamat datang! Ada yang bisa kubantu?"
Jimin tersenyum sopan lalu menyebutkan pesanannya. Ia sengaja memesan lebih banyak mengingat kapasitas perut member dan kegiatan yang mereka jalani. Jimin tidak mau kalau harus keluar ruangan untuk kedua kalinya dengan alasan yang sama.
"Baiklah. Silahkan duduk untuk menunggu pesanan anda," gadis itu kembali tersenyum pada Jimin lalu menyibukkan tangannya dengan pesanan.
Seharusnya Jimin memilih duduk di salah satu bangku sampai namanya dipanggil, lalu kenapa kakinya tidak ingin bergerak seakan terpaku? Matanya menyusuri wajah si gadis dengan lancang. [Name], itulah yang tertera pada tanda pengenal di saku bajunya. Tanpa sadar Jimin tersenyum mendapati nama gadis itu senada dengan paras wajahnya.
Beruntung tidak ada pelanggan lain selain dirinya, hingga ia tidak perlu menyingkir dari meja kasir. Entah apa yang salah dari Jimin, ia tidak bisa melepaskan pandangannya dari [Name]. Sepertinya kepalanya mulai bermasalah, ia akan menyalahkan Taehyung saat kembali nanti karena telah memukul kepalanya sebelum keluar.
"Jadi ... [Name]-ssi? Kau tidak keberatan aku memanggilmu seperti itu kan?" ucap Jimin memulai pembicaraan.
Gadis itu terkejut saat Jimin menyebut namanya lalu menyunggingkan senyum. "Tidak. Sama sekali tidak keberatan."
"Aku baru melihat kedai ini sekarang," papar Jimin berusaha tetap menjaga pembicaraan.
"Karena memang baru dibuka Jimin-ssi," [Name] tertawa kecil. "Kuharap kau juga tidak keberatan kupanggil seperti itu. Rasanya aku sudah sangat mengenalmu walaupun ini pertemuan pertama kita."
"Boleh saja. Tapi, bagaimana bisa kau mengetahui namaku?" Jimin menopang kedua lengannya di atas meja. Matanya ikut bergerak mengikuti [Name] yang berjalan mondar-mandir.
Ia kembali terkekeh. "Tentu saja karena kau adalah bintang dunia sekarang. Ditambah lagi, Jimin-ssi, kau tidak berusaha untuk menutupi identitasmu. Tidak sulit mengenalimu atau bintang lainnya saat hari masih begitu terang."
"Benar juga," Jimin menertawai kebodohannya. "Kau bekerja sendirian saja? Tidak kewalahan?"
"Aku tidak bekerja sendirian. Temanku sedang sakit sekarang. Cuaca yang begitu panas mampu menurunkan daya tahan tubuh," [Name] menyerahkan sekantong besar pesanan Jimin. "Kau juga seharusnya menjaga kesehatanmu, Jimin-ssi. Kita berdua tidak ingin melihat para penggemarmu kecewa."
Seringai lebar tampak di wajah Jimin. "Apa itu berarti kau juga penggemarku?"
[Name] mengangkat sebelah alisnya seraya menyeringai kecil. "Mungkin iya, mungkin juga tidak."
"Sayang sekali," gumam Jimin. Ia meraih kantong besar dengan tangan kanannya dan mengambil minuman miliknya dengan tangan kiri. "Karena sepertinya kau harus terbiasa dengan keberadaanku mulai sekarang."
Kedua tangan gadis itu terlipat di depan dada dengan gaya congkak, namun senyum tulus di bibirnya tidak akan bisa mengelabui Jimin. "Oh, ya? Kenapa begitu?"
"Aku akan menyukai rasa kopimu dan sepertinya aku juga menyukaimu," papar Jimin masih belum melunturkan senyumnya. "Anggap saja aku ingin mengenalmu lebih dekat. Aku harus memiliki alasan untuk bertemu denganmu atau aku bisa menemuimu kapanpun kumau?"
[Name] tertawa mendengar pertanyaan Jimin. Ia tampak terkejut namun senang dengan sikap yang ditunjukkan Jimin padanya. Gadis itu mencondongkan badannya sedikit ke arah Jimin, menopang siku pada meja dan memasang senyum terbaiknya.
"Kau benar-benar di luar dugaanku, Jimin-ssi. Baiklah, kau bisa datang kapanpun, akan kupastikan penggemarmu tidak akan mengganggumu di sini," kata [Name] sambil terkekeh.
"Bagaimana kalau aku ingin bertemu denganmu, tapi bukan di kedaimu?" tanya Jimin dengan sebelah alis terangkat.
"Astaga," [Name] tidak bisa menutupi wajah memerahnya. "Apa kau baru saja mengajakku berkencan, Park Jimin-ssi?"
"Mungkin iya, mungkin tidak."
"Aku sudah menjadi penggemarmu selama bertahun-tahun dan baru sekarang aku mendengar kalau kau menggoda seorang gadis," gumam [Name]. "Katakan padaku, siapa yang mengajarimu?"
Jimin menundukkan kepalanya tersipu dengan pertanyaan yang baru saja dilontarkan. "Hyungku bukan laki-laki polos. Anggap saja sifatnya yang satu itu menular padaku. Tidak, lebih tepatnya ia yang mengajariku."
[Name] baru saja ingin mengatakan sesuatu, namun suara dering ponsel Jimin memaksanya untuk kembali menutup mulut. Jimin merogoh sakunya dan mengernyit saat membaca isi pesan dari salah satu Hyungnya. Ia melemparkan senyum tidak rela pada [Name] seraya memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana.
"Salah satu Hyungku baru saja bertanya apakah aku masih hidup atau tidak," kata Jimin. "Maaf, sepertinya aku harus segera kembali. Kupegang kata-katamu barusan."
Jimin melambaikan sebelah tangannya lalu setengah berlari ke arah pintu. Wajahnya merah padam saat mengingat semua ucapan dan sikapnya di depan [Name] beberapa waktu yang lalu. Bagaimana bisa ia bersikap segamblang itu? Astaga ... ke mana perginya sifat malu-malu yang sudah mendarah daging di hidupnya?
"Aish, sial. Aku lupa meminta nomor ponselnya," gumam Jimin setengah kesal. "Kurasa aku harus ke sana lain waktu."
"Harus pergi ke mana, Jimin-ah?" suara Taehyung membuat Jimin melupakan kejadian beberapa waktu lalu. "Dan kenapa wajahmu memerah? Cuaca terik membuat suhu tubuhmu naik, eh?"
"Ini," Jimin menyodorkan kantong besar yang dibawanya pada Taehyung. "Karena kau aku harus berjalan di tengah angin panas."
Tapi karena kau juga aku bertemu dengannya, tambah Jimin dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seven Wings
Fiksi PenggemarTerbang bersama ketujuh laki-laki yang akan bikin kamu berulang kali jatuh cinta dengannya. Cerita singkat tentang kamu bersama dengan salah satu member BTS