Kim Seok Jin

361 42 1
                                    

[Name] menutup mulutnya tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Kim Seokjin baru saja menyematkan cincin di jari manis tangan kirinya, sambil berlutut pula. Gadis mana yang tidak bahagia saat kekasihnya berani menyatakan perasaannnya dan menyematkan cincin di jari manisnya? Yang pasti bukan [Name]. Karena ia merasa sangat bahagia sekarang.

“Cincin ini hanya menjadi simbol kalau kau akan menjadi milikku selamanya,” ucap Seokjin seraya memberikan ciuman pada dahi [Name]. Ia meraih tangan gadisnya, menautkan jemari mereka, mengisi celah kosong di antaranya. “Kau tidak tahu betapa bahagianya aku sekarang. Kau adalah hadiah terindah yang pernah diciptakan untukku.”

“Seokjin-ah....”

“Jangan menangis sekarang,” Seokjin menangkup wajah [Name], menyapukan telapak ibu jarinya pada pipi putih kekasihnya isyarat melarang ada air mata yang berani turun dari mata indah yang sangat ia sukai. “Simpan air matamu untuk pernikahan kita nanti.”

Astaga... astaga.. astaga... [Name] tidak bisa menahan diri untuk tidak melonjak kegirangan. Tanpa berpikir dua kali, ia melingkari pinggang Seokjin dengan lengannya, ingin mendengar irama detak jantung Seokjin. Tidak butuh waktu lama untuk Seokjin membalas pelukan [Name] yang begitu ia dambakan kala disibukkan dengan jadwalnya sebagai idola.

“Terima kasih, Seokjin-ah. Terima kasih karena sudah mewujudkan mimpiku,” bisik [Name] di dada Seokjin.

“Tidak. Seharusnya akulah yang berterima kasih padamu,” Seokjin menjauhkan wajah [Name] dari dadanya, menangkup wajah gadisnya hingga mereka beradu tatap. “Terima kasih karena sudah menjadi impianku.”

“Aku sangat mencintaimu. Sangat-sangat mencintaimu.”

“Perasaanku berjuta kali lipat dari yang kau rasakan sekarang, Jagiya,” bisik Seokjin lembut.

Ia memajukan wajahnya untuk mencium dahi [Name] lama, lalu beralih pada pangkal hidung gadisnya, kelopak mata dan pipi pun tidak luput dari sentuhan bibirnya, hal itu ia lakukan berkali-kali sampai wajah [Name] merah padam. Puas menciumi seluruh wajah calon istrinya, Seokjin mengadukan dahinya dengan dahi [Name] hingga keduanya bisa merasakan nafas satu sama lain di wajah mereka.

“Ingat, Jagiya. Cincin yang tersemat pada jarimu sekarang adalah simbol cintaku, walaupun cincin sederhana itu tidak akan cukup untuk menggambarkan seluruh perasaanku. Karena itu jaga cincinnya baik-baik sebelum kugantikan cincin itu di altar nanti.”

Sial, umpat [Name] dalam hati. Ia baru menyadari cincin perak yang disematkan Seokjin pada jari manisnya menghilang. Sial, sial, sial, [Name] berulang kali merutuk dirinya sendiri.

Gadis itu sudah mencari simbol cinta Seokjin ke seluruh penjuru rumahnya. Di kamar tidurnya tidak ada, di dapur  pun tidak ada walaupun ia sering kali melepas cincinnya saat mencuci, di ruang tamu dan taman pun nihil. Ia sudah mengecek secara keseluruhan dan tidak ada satu pun titik yang terlewatkan olehnya.

Bagaimana bisa ia menghilangkan benda yang begitu berharga? Berulang kali [Name] mengutuk sifat cerobohnya. Astaga... apa yang Seokjin pikirkan kalau ia tahu [Name] menghilangkan cincin pertunangan mereka? Bagaimana kalau Seokjin marah dan akhirnya memutuskan pertunangan mereka? [Name] tidak ingin kehilangan hubungannya dengan Seokjin karena kesalahan sepele. Tidak.

Air mata sudah menggenang di pelupuk mata. Ingin sekali ia menangis karena keteledorannya, tapi [Name] tahu menangis tidak akan menyelesaikan masalah. Lebih baik Seokjin mengetahuinya sekarang daripada nanti.

Masih dengan air mata yang mengalir di pipinya, [Name] memencet beberapa angka lalu mendekatkan ponselnya di telinga.

“Yeoboseyo?”

“Seokjin-ah?”

“Ada apa [Name]-ah?”

“Aku... aku,” [Name] berucap dengan gugup, mencoba menahan tangisnya sebisa mungkin. “Maafkan aku. Aku menghilangkan cincin pertunangan kita. Maafkan aku Seokjin-ah. Astaga... aku tidak mengerti kenapa aku bisa seteledor ini pada benda yang sangat berharga untuk kita. Aku benar-benar minta maaf. Tolong maafkan aku.”

“Jagiya, tenanglah,” suara Seokjin yang begitu tenang hanya membuat [Name] semakin panik. “Buka pintu rumahmu.”

[Name] mengikuti perintah tunangannya. Tangannya masih berkeringat dingin dengan apa yang akan dilakukan oleh Seokjin setelah ia sudah membuka pintu rumahnya. Nafasnya masih belum teratur karena berusaha untuk meredakan tangisnya. Saat [Name] membuka pintu, alih-alih ruang kosong [Name] malah menemukan Seokjin.

Seokjin berdiri di hadapannya dengan tatapan penuh kasih sayang dan senyuman lebar sambil menggenggam cincinnya yang hilang.

“Tenanglah. Aku sudah menemukan cincinmu,” Seokjin meraih tangan [Name] sementara tangannya yang lain mengusap pipi [Name] yang berurai air mata untuk ke sekian kalinya.

“A-apa? Bagaimana?”

“Kau menaruh cincinmu di dekat wastafel, mungkin lupa memasangnya lagi ketika selesai mencuci piring kemarin di dorm. Taehyung-ah yang menemukannya. Aku tahu kau akan panik saat menyadari cincinmu hilang, karena itulah aku secepatnya ke sini,” tutur Seokjin. Ia terkekeh pelan menyadari dugaannya benar.

Seokjin membawa [Name] dalam pelukannya, mencoba meredakan tangis lega setelah menyadari benda berharga gadisnya tidak benar-benar hilang.

“Aku pikir cincinnya hilang, lalu kau akan marah dan memutuskan hubungan kita,” gumam [Name] takut-takut.

“Oh, Jagiyaku,” kekeh Seokjin. “Aku tidak akan memutuskan hubungan kita semudah itu. Cincin yang kuberikan padamu bisa kuganti dengan desain dan ukuran yang sama, tapi gadis yang seperti dirimu tidak ada duanya di dunia ini.”

“Berhenti mengucapkan sesuatu yang akan membuatku terbang,” bisik [Name] di dada Seokjin.

“Terbang pun tidak masalah selama jatuhnya masih dalam pelukanku.”

Ini dia member yang masih kita pertanyakan kehadirannya.. apakah ia hidup atau meninggal di dalam teori? Masih diperdebatkan sampai sekarang..

Btw, happy valentine day buat kalian yang merayakan..

Seven WingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang