Kim Tae Hyung

211 31 3
                                    

[Name] menghela nafas panjang saat mendengar suara langkah kaki yang terburu-buru. Tanpa mengangkat wajahnya dari layar laptop, ia sudah tahu siapa pemilik langkah kaki tersebut. Siapa lagi yang mampu menginvasi apartemennya selain Taehyung? Tunangannya itu tengah diberi hari libur dan berniat untuk menghabiskan seluruh harinya bersama dengan [Name], atau setidaknya itulah yang ia ucapkan saat mereka bertukar sapa semalam.

"Jagiyaaa, aku dat-" suara berat Taehyung menggema di seluruh penjuru rumah. Ia langsung menghentikan laju kakinya saat melihat [Name] di ruang tengah. "Eh, apa yang kaulakukan?"

"Mengerjakan tugas kuliahku. Memangnya apa lagi yang kulakukan?" balas [Name]. Ia hanya melirik Taehyung dari sudut mata lalu kembali berkutat dengan keyboard.

"Kok begitu?" ucap Taehyung terkesan tidak terima. "Bukankah sudah kubilang semalam? Aku ingin menghabiskan hari libur bersama dengan tunanganku. Kenapa kau malah mengerjakan tugas?"

"Karena aku harus meraih gelar sarjana sebelum kita bisa mengadakan pesta pernikahan. Itu syarat utamanya, kan?" [Name] menyimpan dokumen yang tengah ia kerjakan, berjaga-jaga kalau Taehyung bertindak nekat dan menutup laptopnya tanpa aba-aba.

Taehyung menghempaskan diri di sofa tempat [Name] menyandarkan punggungnya. Sorot matanya masih menampakkan bahwa ia tidak terima dengan alasan [Name], namun tidak memiliki argumen untuk membalasnya. Bibirnya tertarik ke bawah, jelas sekali ia ingin menarik [Name] dari depan laptop dan mengunci gadis itu dalam pelukannya selama sisa hari ini.

"Kalau begitu kapan kau selesai?" tanya Taehyung mengalah dengan keadaan.

[Name] kembali melirik Taehyung dari sudut matanya. "Kapan kau bisa menutup mulut dan membiarkan aku berkonsentrasi?"

"Jahat sekali!"

Gelak tawa keluar dari celah bibir [Name] mendengar respon Taehyung. Ia berbalik sejenak untuk mencium pipi tunangannya lalu menyunggingkan senyum lebar seakan mengatakan kalau ia hanya bercanda.

"Tidak akan kumaafkan kalau hanya di pipi. Aku baru akan membiarkanmu sendiri kalau kau menciumku di sini," Taehyung menunjuk bibirnya sendiri diiringi dengan seringai nakal.

"Bermimpi saja sana!" wajah [Name] memerah. Ia berusaha keras untuk menutupinya dengan melempar bantal sofa ke arah Taehyung yang terlihat begitu bahagia karena berhasil mengerjai tunangannya.

Puas tertawa, Taehyung memilih merebahkan diri di sofa membiarkan kakinya yang panjang menggantung melewati lengan sofa. Sunyi menyelimuti keduanya untuk beberapa saat. Taehyung harus puas dengan suara tombol ditekan dan suara jarum detik yang menggema sebagai temannya untuk beberapa jam ke depan. Tidak menemukan ada yang menarik untuk tetap membuatnya terhibur, jemari panjang Taehyung sibuk memilin ujung rambut [Name] sesekali mencoba mengikat dan mengepang lalu kembali dibiarkan terurai sebelum melakukan hal yang sama berkali-kali.

"Jagi," panggilan Taehyung hanya dijawab dengan deheman pelan. "Kau ingin pesta pernikahan yang seperti apa?"

"Pesta pernikahan denganmu," jawab [Name] pelan.

"Bukan seperti itu, kalau menikah denganku tentu saja aku sudah tahu itu sejak lama. Lagipula ribuan gadis di dunia ini juga ingin menikah denganku," ujar Taehyung dengan penuh percaya diri. "Maksudku, kau pasti pernah berpikir ingin memiliki pesta pernikahan yang bagaimana dan seperti apa."

"Kenapa aku ditakdirkan dengan laki-laki yang terlalu percaya diri seperti dirimu sih?" gerutu [Name] saat mendengar ocehan Taehyung. Tangannya berhenti bergerak di atas keyboard untuk berpikir sejenak, namun jawaban yang ia temukan tetap sama. "Tidak. Aku tidak berpikir begitu. Jawabanku tetap sama, pesta pernikahan denganmulah yang kuinginkan."

"Begitu, ya."

Hening kembali pada keduanya. Merasa tidak ada yang ingin ditanyakan oleh tunangannya lagi, [Name] memilih disibukkan dengan tugasnya. Ia sengaja membiarkan Taehyung melakukan apa yang ia suka selama tidak mengganggu konsentrasinya mengerjakan tugas.

"Jagi."

"Apalagi Taehyungku, Cintaku, Jagiku ... kau benar-benar tidak bisa membiarkanku mengerjakan sesuatu dengan tenang ya?" [Name] kembali menyimpan dokumennya lalu mematikan laptop. Memberikan Taehyung seluruh fokusnya.

Taehyung nyengir. "Aku hanya ingin membuat pengakuan."

"Selama tidak menyangkut gadis lain atau pembatalan pernikahan kita atau yang berhubungan dengan sesuatu yang merusak suasana hatiku, akan kudengarkan," [Name] mematuhi keinginan Taehyung yang menyuruhnya untuk membaringkan diri di sampingnya tanpa suara.

"Tidak. Aku tidak pernah bermimpi membatalkan pernikahan kita," ibu jari Taehyung menyusuri tulang pipi [Name], membiarkan dirinya kembali terpesona bahkan setelah bertahun-tahun ditemani oleh wajah yang sama. "Aku ingin punya anak tiga, kalau kau masih sanggup aku ingin punya anak lima."

"Dan kenapa kau mengatakan ini padaku?"

"Supaya kau siap fisik dan mental setelah kita menikah nanti," balas Taehyung masih belum menghilangkan cengiran lebar yang membuat [Name] merinding. "Jangan sampai minta cerai karena tidak sanggup menghadapiku ya?"

Tangan [Name] kembali meraih bantal sofa yang tergeletak di atas karpet untuk dihantamkan ke kepala Taehyung. "Dasar mesum!"

"Memangnya ada yang salah dengan ucapanku?" Taehyung terlihat bingung dengan sikap [Name]. "Bukannya salah satu ciri khas makhluk hidup adalah memperbanyak keturunan?"

[Name] menggelengkan kepala seraya memijit pelipisnya yang mulai berdenyut. "Apa saat sekolah dulu kau hanya memperhatikan bab itu saja? Astaga ... aku benar-benar tidak tahu kenapa aku masih bertahan denganmu, Kim Taehyung."

"Karena kau mencintaiku, itulah alasannya."

"Ya, ya. Terserah dirimulah," [Name] mengibaskan tangannya pasrah. "Sekarang kau bisa berlatih menjadi figur ayah yang baik karena sebentar lagi keponakanku akan datang. Kau harus mengurusnya selama aku menyelesaikan pekerjaanku, oke?"

"Keinginanmu adalah perintah untukku, Jagi."

Seven WingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang