"...jika memang masaku selesai, kan kuakhiri dengan rapi sampai di titik terakhir..."
Pagi ini gerimis, ini adalah hujan pertama di tahun ini. Tak terasa musim panas sudah berakhir, masanya akan habis di akhir tahun ini. Digantikan oleh gerimis yang membawa aroma bumi yang Keysa rindukan, pada akhirnya peran pengganti yang akan jadi pemerannya.
Di dalam bus yang berjalan pelan karena gerimis ini, Keysa duduk menatap kelaur jendela yang penuh dengan bulir air hujan. Tatapannya kosong, tetapi tangannya menggenggam erat payung biru bermotif beruang kutub.
Terlintas sejenak ingatannya pada payung biru itu, warnanya sudah mulai memudar tapi entah kenapa perasaannya malah semakin pekat. Payung kecil yang bukan miliknya ini, entah termasuk pencurian atau pura-pura lupa. Ini bukan miliknya, se'erat apapun ia genggam, payung itu tetap bukan miliknya.
Keysa yang menatap hujan di luar jendela, mengalihkan pandangannya ke arah kursi belakang, paling ujung. Alasannya setiap pagi berangkat dengan bis adalah karena laki-laki yang sedang duduk di kursi belakang itu, si beruang kutub yang selalu Keysa bicarakan.
"Ga pakek jaket," gerutu Keysa dalam hati masih memperhatikan Ananta yang duduk bersandar dengan mata terpejam.
Bis mulai berhenti perlahan, Keysa baru sadar mereka ternyata sudah sampai di halte depan sekolahnya. Beberapa orang turun dan langsung berlari karena gerimis, sedangkan Keysa, dia selalu menunggu Ananta turun terlebih dahulu. Tapi kali ini, laki-laki itu tak kunjung berdiri.
"Mbak bangunin temennya," Pak supir menegur Keysa karena sisa mereka berdua di dalam.
Keysa mendekati Ananta sambil berpikir bagaimana bisa dia tertidur selelap ini,"apa dia benar-benar beruang kutub atau beruang madu yang hibernasi?"gerutunya.
Keysa memperhatikan sejenak wajah dingin yang tak pernah ia tatap sedekat ini. Sebelum membangunkannya, sekilas Keysa mulai merasakan jarak yang begitu jauh meski dia berdiri di depannya, hingga akhirnya Keysa memutuskan untuk mengembalikan semuanya sekarang. Keysa meletakkan susu kemasan rasa strawberry di kantong samping tasnya, lalu dia meletakkan juga payung biru itu dipangkuan Ananta.
Srekkk, ujung sepatu Keysa menyenggol cukup kerasa ke arah sepatu Ananta. Lalu Keysa segera berbalik cepat dan turun. Dorongan Keysa membuat Ananta berhasil terbangun, Anant yang terlihat kebingungan itu menegakkan posisi duduknya. Semakin terlihat bingung saat payung biru sekarang sedang dia genggam ada di pangkuannya.
"Jadi turun ga dek?" Tegur pak sopir lagi, Ananta langsung berdiri menyeimbangkan jalannya dan melihat gerimis yang padat. Dia hanya menggenggam payung itu dan turun berjalan ke arah gerbang sekolahnya. Dari langkahnya tak jauh dia melihat punggung Keysa, dengan sedikit berjinjit perempuan kecil itu berlari menerobos gerimis.
"Aku sudah mengembalikan apa yang tak pernah menjadi milikku Anant, sekuat apapun aku menggenggamnya tak pernah ada diksi yang menjadikan itu milikku."
☔☔☔
"Akhir-akhir ini lo ga pernah lagi bahas soal beruang lo, apa karena waktu di toko budhe Rere bulan lalu?" Shinta membuka obrolan saat dia sedang di toilet bersama Keysa.

KAMU SEDANG MEMBACA
ANANTA
Подростковая литератураMungkin akan terbaca membosankan karena aku selalu mengatakan aku mencintainya, tapi memang tak pernah ada rencana di bab manapun untuk mengakhiri perasaan itu. Bab yang isinya penuh dengan dia, tentang bagaimana aku yang selalu menatap punggungnya...