Pengakuan

2K 129 33
                                    

"Meski mempertaruhkan pertemanan ini, tapi aku tidak akan menyesal telah mengakuinya."

...

Keysa berjalan di bawah lampu jalan yang menimbulkan bayangan hitam langkahnya, bintang-bintang sudah menguasai langit. Mala mini Keysa memilih jalan kaki sepulangnya dari rumah Ananta, ponselnya lowbat sulit untuk memesan taxi online. Untuk cari taxipun harus ke jalan besar depan, karena itu dia memilih untuk jalan kaki walau sebenarnya lumayan jauh tapi tidak terlalu jauh juga. Intinya, tetep bakal capek.

Tapi seakan dia tidk memikirkan hal itu, sepanjang perjalanan pikiran Keysa terkunci pada ucapan Ananta. Sambil menenteng kresek belanjaannya itu, pikiran Keysa tak lepas dari Ananta. Banyak hal yang ingin dia tanyakan, soal rumahnya yang sepi, berantakan bahkan tidak ada bahan makanan.

Padahal yang Keysa tau selama ini, keluarga Ananta cukup terdengar harmonis. Papanya pengusaha mebel sukses yang sudah punya ribuan karyawan, bahkan mamanya yang berdarah orang Jepang juga pengusaha restoran yang ada puluhan titik cabangnya di Jepang. Mungkin jadi anak orang super sibuk memang sesepi itu, sejenak ada rasa kasihan di benak Keysa.

Pikiran Keysa membuyar seketika sebuah mobil berhenti di depannya, silau ampu mobil itu membua Keysa mengerjapkan matanya beberapa kali.

"Keyyy!" turun seorang cowok bercelana pendek.

"Roy?" Setelah cowok itu mendekat baru terlihat jelas kalau itu si Roy, Keysa terkejut karena seharusnya Roy ada di Bogor untuk turnamen basketnya.

"Lo ngapain di sini? Kok udah balik?"

Roy menatap Keysa dengan ekspresi serius, sehingga memperlihatkan rahang tegasnya. Dia memperhatikan Keysa yang masih mengenakan seragam sekolahnya, terdengar helaan napas darinya

"Dari mana aja?"

Belum sempat menjawab, Keysa tak sengaja melihat pergelangan tangan Roy yang dililit perban elastis warna cokelat.

"Roy, tangan Lo kenapa?"

"Dari man ague tanya?"

"Dari rumah Anant."

Ekspresi kawatir Roy berubah kesal, dia menatap Keysa dengan tajam.

"Masuk."

Keysa masuk dengan sedikit kawatir, dua jenis kawatir yang berbeda. Pertama dia kawatir akan diomeli karena pulang selarut ini, dan kedua dia kawatir dengan kondisi tangan Roy dan kenapa dia bisa pulang lebih cepat dari jadwalnya.

Roy masuk mobil dan memasang safety belt nya, kemudian dia menatap Keysa lagi dengan tatapan yang sama seperti sebelumnya.

"Tangan lo kenapa?" ulang Keysa.

"Ngapain di rumah Anant??"

"Ceritanya panjang," jawab Keysa dengan suara pelan.

"Terus kenapa gak bisa di telfon? Lo tau nggak Shinta nungguin di rumah, kalau kemana-mana ngabarin. Sampek jam segini belum balik,sendirian, jalan kaki lagi. Kalo ada apa-apa gimana?!"

Keysa diam, Roy benar-benar marah kali ini. Tapi ini bukan pertama kalinya dia diomelin Roy.

"HP gue mati."

"Ngapain ketemu dia?"

"Gak ada niatan buat ketemu dia, Cuma kebetulan aja Royy. Gue tadi ke minimarket terus ketemu Anant, dia pingsan jadi gue anter dia pulang."

"Buat apa?"

"Kok buat apa sih? Y ague nolongin doing."

"Sampek jam segini?"

ANANTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang