"Aku menyukainya, walau mungkin dia tidak."
🥕🥕🥕
Derap langkah kecilnya tergesa, menerbangkan debu-debu musim panas bulan ini. Sambil menenteng jaket khaki bermotif wortel di bagian sakunya, seorang perempuan dengan rambut hitam sepinggan terlihat berlari ke arah gerbang sekolah. Di sela langkah dia melirik jam tangan kecil di pergelangan tangan kirinya, terlihat raut kesal yang seolah sedang mengutuki dirinya sendiri.
Ctakkk! Tiba-tiba ujung tongkat kayu kecil menyentil jidatnya dengan pas center.
"Etsss stop dulu! Angkat rokmu!" Suara tegas dengan tatapan tajam dibalik kacamata maroon itu menghentikan langkahnya.
"Keysaaa.." lanjut wanita berkacamata itu membaca nametag di dada kanannya. "Coba angkat rokmu sedikit," lanjut ucapnya.
Keysa Peonyla, dia awalnya bingung. Namun ketika dia mengangkat rok panjangnya itu, baru ia sadari kaos kaki seperti apa yang dia pakai.
"Ikut barisan!" Singkat, padat dan menyebalkan. Kayu kecil yang di genggam guru itu menunjuk ke satu sisi yang sudah dihuni beberapa anak yang sedang berdiri menghadap sang matahari, dengan langkah malasnya itu Keysa bergabung.
Orang gila mana yang berangkat ke sekolah di hari Senin memakai kaos kaki warna kuning dengan motif kotoran tersenyum, dan dia sudah terlambat 10 menit. Pintar sekali.
Keysa mengibas-ibaskan tangannya, seolah meminta tolong pada angin untuk sedikit berpihak padanya. Cuaca hari ini cerah menyengat, seperti langit yang diharapkan di malam minggu. Keysa menunduk sedikit beberapa kali, dia sedang berusaha melindungi wajah berharganya dari sinar matahari. Tetapi tundukannya terangkat saat dia melihat sepatu flat shoes warna hitam melangkah mendekatinya dan berdiri tepat di depannya.
"Keysa Peonyla, jurusan Bahasa kelas?"
"12 Bu."
"Udah kelas 12 malah kayak gini kamu, mentang-mentang mau lulus ya?"
Keysa diam, tidak ada gunanya berdebat. Mengiyakannya pun terlalu menyebalkan.
"Lepas kaos kakinya!" Tegas beliau lagi sambil menyodorkan plastik klip ke arah Keysa.
Saat ini mungkin beberapa siswa di sebelahnya sedang menahan tawa melihat kaos kaki itu.
"Besok pakai yang gambar WC sekalian ya!" Sindir guru BP itu sambil bergeser ke barisan sebelahnya.
Keysa kembali memakai lagi sepatunya tanpa kaos kaki, dia mengikat kembali tali sepatunya meski sedikit kurang nyaman. Tapi dia mengakui kesalahannya, kebodohannya hari ini lupa tidak ia tinggalkan di rumah.
"Ananta, kelas?"
"12 IPA." Jawab seorang laki-laki dengan suara beratnya yang membuat Keysa berhenti mengikat tali sepatunya, masih dengan posisi jongkok dia menoleh ke arah samping kiri.
Tatapan Keysa terpaku seketika, semu warna memerah muncul di pipi kanan kirinya dan senyuman yang jelas tak bisa membohongi rasa senangnya sekarang. Tatapan yang dalam itu, terihat kagum.
"Kamu!" tiba-tiba tongkat kayu ajaib tadi menunjuk ke arahnya lagi, tatapan Keysa terbongkar dia kembali menatap mata tajam di balik kacamata maroon itu.
"Kalau sudah kasih kaos kakinya ke Pak Herry, ibu SITAA!" ucapnya tegas pada Keysa, dan Keysa melihat Ananta meliriknya sekilas.
Cepat-cepat Keysa kembali mengikat sepatunya dan berdiri, memasukkan kaos kaki kuning cerahnya itu ke laki-laki di ujung barisan dengan sepatu yang akhirnya terlihat kebesaran. Setelah kembali ke barisannya, Keysa mncuri pandang lagi, ke arah satu titik laki-laki yang berdiri di barisan ke tiga dari samping kirinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
ANANTA
Ficção AdolescenteMungkin akan terbaca membosankan karena aku selalu mengatakan aku mencintainya, tapi memang tak pernah ada rencana di bab manapun untuk mengakhiri perasaan itu. Bab yang isinya penuh dengan dia, tentang bagaimana aku yang selalu menatap punggungnya...