"Keysaa!" Suara melengking Ulfa membuat Keysa menoleh, dia sedikit terkejut melihat Shinta dan Ulfa datang lebih pagi dari biasanya.
"Tumben?"
"Kalau gak gue obrak-abrik bakal telat lagi nih bocah," sahut Shinta yang sengaja menginap di rumah Ulfa selama ujian, seperti ujian sebelum-sebelumnya, Shinta memang sering diminta mama Ulfa untuk menginap sekalian belajar bareng.
Keysa melihat jarum jam di pergelangan tangan kirinya, bahkan biasanya Shinta juga tidak datang sepagi ini.
"Belajar di perpus, apa di kelas aja?" Tawar Ulfa, karena ini hari pertama ujian jadi biasanya sebelum bel masuk mereka akan baca-baca materi semalam yang sudah dipelajari.
"Perpus aja lebih sepi."
"Oke, yukk."
Seperti bare bear, 3 sahabta ini menuju perpus sambil membicarakan banyak hal yang diselingi tawa. Tapi tawa itu mereda saat tiba-tiba seorang cowok tinggi tanpa jaket hitamnya melewati Keysa, menunjukkan punggung khasnya dengan langkah kaki jenjangnya. Hawa dingin itu, dan punggung yang tak asing langsung Keysa kenali walau penampilannya cukup berbeda pagi ini, tapi ada yang membuat mata Keysa mengarah ke satu titik tanpa lepas.
Di tas hitam yang menutupi punggung itu, tergantung sebuah cupcake kecil yang mengayun kemanan dan kemiri mengikuti irama langkah.
"Anant ya?" Suara Shinta membuyarkan tatapan Keysa.
"Hm," Keysa mengangguk dengan senyuman kecil yang tak bisa ia sembunyikan.
"Gantungan itu!" Ulfa ikut menyadari benda di tas Ananta, yang membuat Keysa tersenyum makin lebar sambil menatap Ulfa dan Shinta.
Pagi ini rasanya Keysa mendapat vitamin yang meringankan persendiannya, vitamin yang membuat oksigen dengan lancar memasuki otaknya. Ananta membuat paginya berbunga kembali seperti dulu, rasa yang pernah hampir mati dan hilang itu kini kembali. Sejenak, Keysa lupa akan perpisahan yang sedang menunggunya.
....
"Keyy."
"Boni?"
"Sendirian aja, mau pulang bareng gue?"
Tiba-tiba Ananta lewat dan berjalan ke arah motornya, melihat mata Keysa yang memperhatikan Ananta, Boni merasa dirinya semakin jauh untuk bisa memperjuangkan perasaannya.
"Lo mau pulang bareng Anant?" Tanya Boni yang langsung membuat Keysa mengalihkan pandangannya dari Ananta.
"Dia pulang bareng gue." Suara berat Roy tiba-tiba menyahut.
"Roy."
"Pakek," ucap Roy menyodorkan helm putih ke arahnya, Keysa mengambil dan langsung memakainya.
"Ya udah gue duluan ya,Key."
"Hati-hati, Bon." Ucap Keysa dengan senyumannya.
"Gak usah pakek senyum gitu," celetuk Roy yang sudah siap di atas motornya.
"Udah gue bilang jangan terlalu baik."
"Emnag gue baik," sahut Keysa sambil menaiki motor besar itu.
"Lo gak bakal paham sesusah apa buat gak cinta sama lo." Ucap Roy sedikit pelan sambil memutar setir motornya untuk segera pergi.
"Apa?" Keysa yang kurang dengan reflek menyahut.
"Pegangan."
Motor Roy melewati Ananta yang sudah naik motornya, motor mereka berdua pun keluar dari area sekolah. Perjalanan hening sejenak, Roy bisa melihat dari kaca spionnya kalau Ananta tepat di belakang motor mereka.
"Kemarin pulang bareng si kulkas?"
"Ha?"
Roy menghela napasnya, cewek emang suka budeg mendadak kalau lagi dibonceng.
"Kemarin Lo pulang bareng Anant?" Ulangnya.
"Hmm," sahut Keysa dengan anggukan kecil yang membuat kaca helmnya turun.
"Syukur deh."
"Lo gak cemburu?" Goda Keysa yang membuat Roy salting tanpa sepengetahuannya.
"Cemburupun percuma, perasaan gue gak ada apa-apanya sama cinta Lo ke dia."
"Royy," Keysa merasa bersalah dengan candaannya karena sepertinya Roy menanggapi dengan serius.
"Gue yakin, akan ada perempuan yang terbbbaikk buat Lo nanti."
"Ya, dan itu bukan Lo."
Buk, Keysa memukul pelan punggung Roy.
"Gue tau bullshit kalo gue bilang gue bahagia asal Lo bahagia sama dia, gak ada bahagia-bahagianya buat gue. Tapiii, gue rela karena gue lega Lo bahagia."
"Emang darimana Lo tau gue bakal bahagia?"
"Bukannya dia yang Lo harepin selama ini? Gue paham gimana muka bahagia Lo ketika liat dia, tapi awas aja kalo sampek Lo gak bahagia."
"Kenapa emang."
"Gue bakal rebut paksa Lo dari dia."
"Haha."
...
KAMU SEDANG MEMBACA
ANANTA
Подростковая литератураMungkin akan terbaca membosankan karena aku selalu mengatakan aku mencintainya, tapi memang tak pernah ada rencana di bab manapun untuk mengakhiri perasaan itu. Bab yang isinya penuh dengan dia, tentang bagaimana aku yang selalu menatap punggungnya...