14 : THE DAY :

3.7K 110 0
                                    


Happy Reading♥

Tepat Jam lima sore, aku berjalan menelusuri lika liku Bandara Soekarno-Hatta. Entah aku harus menangis atau tertawa sangat kencang saat ini. Aku hanya bisa diam saat melihat orang disekelilingku menangis haru akan kepergian Ben yang hanya lima tahun saja.

"Ingat hanya lima tahun, ingat pesan gue waktu itu. Jangan lupa baca surat yang gue kasih kemaren." Ben mulai mengomel yang tidak jelas, membuat kupingku sakit mendengarnya.

Aku menjawabnya dengan menganggukan kepala mengerti.

"Belajar yang rajin." lanjutnya.

"Jaga diri baik baik." Katanya sebelum pergi meninggalkanku. Aku hanya meringis melihat dirinya.

"Gue bakal ngomong ke Ayah gue, tentang pertundaan pernikahan kita. Gue harap lima tahun ini lo gak bakal sia siain lagi, gue harap lima tahun yang akan datang, ngeliat lo jadi sosok yang beda.

Gue mau liat lo sukses, gue mau denger lo mengucapkan terimakasih saat lo bersyukur, Maaf saat lo melakukan kesalahan dan juga gue mau denger lo ngomong Tolong saat lo butuh bantuan orang lain. Gue izin mau belajar dahulu biar gue pantas jadi calon suami lo.

Saat ini umur kita tujuh belas tahun, itu berarti gue bakal nemuin lo di umur kita yang ke dua puluh dua tahun di taman yang waktu itu gue pernah ngajak lo malem malem. Lo masih inget kan?"

Ben memandangku dengan sebuah tatapan yang tak bisa kuartikan, aku hanya tersenyum kikuk kearahnya. Tak tahu harus menjawab apa.

Dan saat ini aku berada di Bandara, mengantarkan kepergian Ben. Namun ada secuil rasa kehilangan disaat menyaksikan sosok Ben menghilang dan menjauhi tempat kami berdiri saat ini. Ku harap lima tahun yang akan datang Hatiku masih sama saja seperti saat ini.

"OCHA! CLARA KECELAKAAN MOBIL!" Teriakan nyaring khas Airin mulai menggema memenuhi penjuru pintu masuk Bandara. Aku langsung menyusul keberadaan sahabatku itu bersama Alvero. Tak lupa sebelum itu aku berpamitan terlebih dahulu pada keluarga Ben untuk menemui Clara bersama Airin dan juga Alvero.

Oh ayolah, Cobaan apalagi ini Tuhan.

Aku harap sahabat kesayanganku tak kenapa napa. Tuhan tolong lindungi Clara dan juga Ben.

-WEDDING-

Dari kejauhan, aku bisa melihat Tante Eliz yang menangis terus didepan ruangan gawat darurat. Bukan hanya tante Eliz saja yang menangis, Aku, Icha, Karin dan Airin sudah menangis sedari tadi. Sudah berkali kali Airin mencoba ditenangkan oleh Alvero namun tak kunjung berhasil. Aku sudah tak peduli dengan Alvero saat ini.

Yang ku pedulikan adalah Kondisi Clara yang tak kunjung membaik, para dokter yang menanganinya pun belum ada yang keluar dari ruangan ini.

Dadaku terasa sesak, aku tak bisa berpikir jernih saat ini. Kusadari perbedaan hari hariku dengan Ben dan tanpa Ben sungguhlah ketara.

Jika dalam kondisi seperti ini dan ada sosok Ben, aku pasti akan menangis sepuasnya dan memukul serta mencabik badan kekar milik Ben. Menyiksa cowok itu adalah sebuah kepuasan sendiri untukku.

Namun Ben saat ini tak berada didekatku. Membuat hatiku dan perasaanku tampak hampa, apakah sekarang aku mulai memikirkannya?

Aku menyeka air mataku yang terus terusan turun, merogoh ponselku yang berada didalam saku celana Kulotku. Namun aku melihat, Ben tak mengirimkan pesan apapun. Membuat dadaku terasa sangat sesak.

Aku mengharapkan pesan darinya. Ini bukan diriku, kemanakah diriku yang gengsi dan egois itu? Ayolah!

Seorang Dokter yang mengunakan pakaian hijau, keluar dengan raut wajah yang tak bisa ku gambarkan secara spesifik. Refleks membuat semua orang yang menunggu, sejenak langsung bangkit untuk mengintrogasi Dokter tersebut.

"Dengan keluarga pasien?" Tanya Dokter perempuan itu.

"Saya ibunya dok." Jawab Tante Eliz sambil menyeka air matanya yang tumpah.

"Pasien berhasil melewati masa kritis, namun sayang."

Dokternya tampak mengantungkan ucapannya membuat aku kesal sekali ingin mendengar kelanjutannya.

"Pasien mengalami benturan yang cukup keras membuatnya Amnesia, kondisi sekarang Pasien sedang Koma." Jawabnya.

OMG, CLARA! Jangan jangan dia lupa sama aku. Tadi Clara kehilangan banyak darah Ab, berhubung aku memiliki golongan darah yang sama dengannya, aku memutuskan untuk mendonorkan darahku untuk sahabatku. Namun aku tak bisa melihat kondisinya saat ini.

Tujuanku untuk menjadi Dokter adalah aku ingin menyembuhkan orang orang yang kusayang dan orang lain yang membutuhkan bantuanku. Aku kira cita citaku hanyalah sebuah angan angan yang tak akan bisa ku gapai, namun Tuhan berkata lain. Dia menghadirkan sosok Ben untuk menyelamatkanku dari sebuah Pernikahan dini. Walaupun dia menundanya aku tetap senang karena aku diberi waktu untuk melanjutkan kuliah dan juga cita cita yang akan ku gapai.

Aku merindukannya padahal ini belum genap sehari ia meninggalkanku.

-WEDDING?-
If you like this Chapter please Vomment.
Dont be a silent readers.

XOXO.

Ocha

Cilegon, 2 Maret 2018✔

Wedding? (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang