39: DESERVE IT :

1K 31 2
                                    

Happy Reading♥

 
        Malam itu, seusai pulang kerja. Aku memutuskan untuk kembali ke Rumah Lamaku bersama kedua orang tuaku. Seperti yang kamu tahu, jarak antara rumah sakit dengan Rumah Papa sangatlah jauh dan memakan waktu yang cukup lama.

      Seperti saat ini, aku sedang merasakan, hiruk pikuk ibu kota Jakarta. Sendirian lagi. Biasanya kalau ada Ben, ia akan menghiburku namun kali ini berbeda.

Ternyata mencintai seperti bermain hujan, awalnya kau bahagia, lama lama kau sakit.

Entah, sudah berapa judul Novel yang kubaca saat remaja yang mengambarkan tentang sakitnya Cinta.

      Aku berani bertaruh tentant beberapa duri tajam yang kini menusuk di hatiku karena aku memercayai apa itu Cinta, dan harus mempertahankan rumah tanggaku.

Mama benar, pada saat aku berumur lima tahun, Mama pernah mengatakan bahwa menjalin sebuah rumah tangga itu sulit. Terlebih menyatukan dua keluarga yang berbeda pemikiran.


   Entah yang menjadi masalah disini adalah Kami yang belum saling mencintai, atau kami yang belum menyatukan dua keluarga kami.

    Aku tak berani berharap lebih pada pernikahan kami. Aku takut jika Ben tak menganggap serius hubungan kami berdua, jangankan serius, mungkin dia tak mencintaiku.

     Sebelum pergi untuk bersekolah, Ben pernah memberikan surat untukku. Intinya ia ingin mendengar aku mengatakan Maaf, Tolong aku dan juga Terimakasih dari mulutku sendiri.

     Baiklah, aku memang tidak mau mengatakan tiga kalimat itu. Bukannya tidak bisa, semua orang pasti bisa mengatakannya namun aku, dengan segala ke-egoisan ku, menolak untuk mengatakan tiga kalimat itu.

     Aku selalu ingin menjadi yang terbaik tanpa melakukan semua kesalahan, aku selalu berhati hati dan mencontoh dari semua kesalahan orang lain. Kupikir dengan mengucapkan tiga kalimat itu tak penting.

    Untuk mengakhiri segala kebosanan ini, kuputuskan untuk menyalakan Stereo mobilku dan memutar lagu klasik kesukaanku.

   Ini membosankan.

    Pukul Delapan malam lebih dua puluh menit, aku sudah sampai di perkarangan rumah Orang tuaku. Mereka sedikit terkejut melihat aku yang baru saja datang.

Dengan jurus yang aku punya, aku mengatakan. "Ben sedang tidak ada dirumah, ada tugas. Aku bosan dirumah."

Ayolah, itu tak berbohong sama sekali. Aku jujur, sangat jujur. Kecuali satu hal, aku tidak menyebutkan alasanku bosan dirumah. Aku tidak memiliki kunci cadangan, aku tak membawanya. Semua barang barangku dirumahnya.

"Ka. Bagaimana rumah barumu?" Tanya salah satu dari si kembar, siapa lagi kalau bukan Gio.

Disebelahnya ada Axzeria, ia sedang makan coklat. Entah siapa yang memberinya coklat, pasti Papa akan marah besar melihatnya.

Papa sejauh ini masih cukup Overprotektif entah mengapa, Mama sangat tergila gila dengannya. Mama dan Papa awalnya bukan orang yang berada seperti sekarang, berkat kerja keras mereka berdua, terciptalah aku dan si kembar dengan segala fasilitas yang sangat memadai untuk kami bertiga.

"Lumayan bagus, ada kolam berenangnya juga, kapan kapan kakak ajak kamu kesana ya." Kataku sambil tersenyum manis.

"Kenapa tidak besok aja?" Tanya Axzeria penasaran.

Si aktif Gio mulai menyengol tubuh kecil milik Axzeria sedikit kencang. "Kakak kan besok kerja." aku mengangguk mengiyakan.

Axzeria mulai menatapku curiga, aku sudah tahu jika gadis kecil itu seperti itu akan berdampak panjang kedepannya.

"Kakak tidak lagi berantem sama Kak Ben kan?"

Nah, belum aku melanjutkan batinanku, Axzeria sudah memberikanku sebuah pertanyaan menyekak.

Aku diam.

Diam.

Seperti bermain Manequin Challange.

"Kak Ocha kenapa? Butuh batu buat dikantongin?" Tanya Gio sambil menatapku khawatir.

Aku mengeleng pelan, dikira aku sedang sakit perut apa.

    -WEDDING?-

      Aku berjalan dengan langkah gontai kearah Unit Gawat Darurat, memberi pertolongan pertama pada ayah musuhku... Maksudku Pasienku.

     Reva juga sudah masuk kedalam Ruang Operasi sejak lima detik yang lalu. Semenjak aku memutuskan untuk membantu Reva, Reva menjadi agak baik padaku. Ya... Maksudku, wanita itu sudah tidak sinis sinis banget.

Aku melangkahkan kakiku masuk kedalam ruang operasi dengan baju serba hijau, Masker dan penutup kepala. Tak lupa aku memakai sarung tangan karet untuk melapisi tanganku, agar lebih higenis lagi.

"Kau sudah siap?" Tanyaku ketika melihat Reva menatap ayahnya dengan wajah yang tak bisa kugambarkan.

Dua jam yang lalu

      "Dokter Ocha!" Panggil seseorang, suaranya sangat tidak asing untukku. Aku mengandah kebelakang, kulihat sosok Reva yang tergesa gesa dengan jas dokter ditangannya.

Aku mengangkat salah satu alisku keudara. "Ada apa?" Tanyaku hati hati.

"Tolong bantu saya mengoperasi ayah saya. Hanya kau yang bisa menolong saya. Saya mohon." Katanya. Matanya tampak berkaca kaca, jelas ia mengkhawatirkan ayahnya.

Aku terdiam, "Ayahmu sakit apa?" Tanyaku.

Satu butir air mata turun membasahi pipinya. "Ayahku terkena Tumor."

Aku terdiam cukup lama, sampai akhirnya kuputuskan untuk memeluk pelan sosok Reva yang menangis sesengukan didepanku.

-WEDDING?-
M, A, G, E, R Dot com.
Gatau kenapa jadi mager lanjutin bab sebelum konflik. Tp bakal aku rombak lagi kok.
Vomment(?)

Xoxo
Ocha
26 Maret 2018

Wedding? (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang