51 : BEAUTY AND THE BEAST :

1.3K 40 7
                                    


Happy Reading♥

   "Kamu kenapa sih, kok bandel banget?" Ucapan Mas Ben setelah kami berdua sampai di kamar Hotel terdengar berisik di telingaku. Aku juga sudah sampai menutup kedua telingaku erat erat.

"Aku nggak Bandel mas!" Belaku tak mau kalah.

Okay, aku masih punya satu hari lagi di Kota Bandung. Rasanya berlibur bersama kedua orang tua lebih enak ketimbang berlibur bersama suami sendiri.

"Kalau kamu nggak bandel, kamu nggak mungkin pergi ke Klub malem malem begini. Kamu lagi hamil sayang."

"Terus, kalo aku hamil kenapa? Lagian aku juga nggak drunk. Kamu nggak usah sok perhatian gini deh sama aku, perhatiin aja Camila - Camila kesayangan kamu itu."

Mas Ben menghela nafas berat. "Jadi kamu marah karena tadi siang aku ngomong sama Camila?" tanyanya.

Aku terdiam, malas menjawab.

"Jawab Ocha." Katanya lagi.

"Nggak ada mas, seorang istri yang nggak marah saat lihat suaminya ngobrol mesra dengan wanita lain. Kalau hanya menyangkut pekerjaan atau hal penting lainnya. Aku bisa ngerti. Lah ini. Kalian berdua ngobrolin tentang kehamilan Camila. Udah mas, aku benci sama kamu. Harusnya aku nggak ikut ke Bandung sama kamu." Emosiku meluap sedikit, aku baru saja ingat kalau aku sedang hamil dan tidak boleh stress berat karena masalah tak penting.

Setelah berkata bergitu, aku malah menjadi bersalah karena Mas Ben yang mendadak membatu.

Kuputuskan untuk tetap membatu juga, percuma, jika aku berbicara, aku akan tetap menjadi diriku yang egois.

-WEDDING?-

   "Mas minta maaf sama kamu. Kamu maukan maafin mas?" Suara bariton khas mas Ben kembali terdengar di telingaku.

Aku terdiam sambil merapikan anak rambutku yang sudah tercecer tak taruhan menganggu pemandanganku.

Ku hirup udara segar dalam dalam, sesekali mengencangkan kedua sisi Blazzer peach yang sedang kupakai. Memandangi pemandangan indah Gunung Tangkuban Perahu yang berada didepanku.

Emosiku perlahan mulai menurun ditambah dengan pemandangan indah yang membuat tubuhku refleks.

Pikiranku mendadak buyar, entah karena pemandangan indah yang membuatku terlena, atau masalah yang sedang kuhadapi yang kalau dipikir pikir lagi nggak berat berat banget.

Apakah mencintai dengan sepenuh hatu seperti ini rasanya?

Tapi, Aku takut kehilangan. Pertama, cintaku datang terlambat, kedua, Aku menjadi sangat Posesif sekali. Dan ketiga, Aku merasa sangat sangat mencintainya dan takut kehilangannya.

Mendadak, sebuah tangan kokoh mulai memeluk tubuhku dari belakang. Dalam posisi seperti ini, aku bisa mencium wangi Mas Ben yang berbeda dari sebelumnya, sangat mengenakan.

"Kamu suka?" Bisik Mas Ben tepat ditelingaku, perlahan aku mulai mengangguk mengiyakan.

Aku tersenyum, entah mengapa aku menjadi tersenyum sendiri tak jelas seperti ini. Sesuai pengalamanku, Mas Ben adalah sosok pria yang lumayan mengertiku, walaupun aku tak bisa mengerti dirinya sama sekali.

"Maafin aku Mas. Aku nggak bisa jadi sosok Istri yang baik untukmu." Ucapku dengan nada yang sangat menyesal.

Kulirik sosoknya sekilas, tampak ia sedang menarik bibirnya keatas.

"Aku nggak butuh wanita yang sempurna untuk jadi Istri aku, aku hanya butuh kamu Ca. Walaupun awal pernikahan kita bermula karena perjodohan kedua orang tua kita, percayalah, aku sudah mencintaimu sejak lama.

"Perlu kamu tahu, Cintaku lebih besar dari Benci dan Egoku. Kamu harus percaya itu, seperti aku sangat percaya kamu." Lanjutnya. Yang membuat kedua mataku memanas.

"Mas belajar ngegombal dari mana? Mas diem diem Privat ngegombal ya? Atau apa?" Tanyaku menepis ke baperan yang ada didalam hatiku.

Dia mengeratkan pelukannya padaku. "Aku belajar dari kamu. Tolong jangan tinggalkan aku, tetaplah disampingku. Walau jarak memisahkan kita, Percayalah padaku, Aku mencintaimu, tak akan pernah meninggalkanmu sendirian, aku selalu berada disampingmu, walaupun kamu tidak menginginkan keberadaanku."

Satu tetes,

Dua tetes,

Tiga tetes,

Air mata yang perlahan turun membasahi wajahku, mulai mengalir dengan derasnya. Bersamaan dengan Air hujan yang mulai turun membasahi kota Bandung, tempatku berada saat ini.

Aku senang, bisa memilikinya didalam hidupku. Butuh waktu lama untukku sadar akan keberadaannya. Dia berhasil membuatku jatuh cinta dengan sosoknya, walaupun tak ada hal mewah yang ia berikan padaku. Hanya kisah sederhana dan juga cinta yang besar untukku, itu membuat semuanya tampak mewah.

"Aku ingin kau menempati satu hal." Ucapku dengan suara yang lumayan serak. Dia tidak bergeming, namun aku bisa merasakan nafasnya mulai memburu di sekujur leheku.

"Apa itu sayang?" Tanyanya.

"Jangan pernah tinggalkan aku, apapun itu keadaannya. Aku tak mau sendiri, tanpamu." Jawabku dengan air mata yang terus mengalir.

Dia melepas pelukannya, lalu ia memutar tubuhku kearahnya. Aku melihat matanya yang tampak berkaca kaca melihatku, aku hanya bisa menatapnya intens.

"Kamu lihat mata aku?" Katanya sambil menarik kedua tanganku kedepan dadanya.

"Rasain detak jantung aku."

Aku diam, sambil merasakan detakan jantung Mas Ben yang berdetak sangat cepat dan ritmenya tidak beraturan.

"Jantung ini selalu berdetak setiap aku didekat kamu, Otak ini selalu memikirkan kamu disaat aku jauh dari kamu, dan mata ini selalu melihat gerak gerik kamu dimanapun. Semuanya tentang kamu selalu menarik perhatianku, sampai aku menuapun, kamu akan tetap jadi wanita yang sangat aku cintai setelah keluarga aku." Ucap Mas Ben yang membuat air mataku kembali berderai.

Dia tersenyum, sangat manis sekali. Aku jadi tak bisa berpikir keras saat ini. Kakiku juga mendadak seperti Jelly, sebelum aku mulai terjatuh dan tak sadarkan diri didalam pelukannya.

-WEDDING?-
YEAY!
9Chapter lagi, W? Bakalan tamat. Dan sampai detik ini, belum ada tanda tanda permasalahannya yang besar kan ya. Tapi tunggu aja ya wkwkwk.

Aku udah menyiapkan satu cerita sekuel w?
Di Chap kedepan aku bakal jelasin Sinopsisnya.

See you dear.

Follow me on Ig @ccliarsa

OCHA
19 April 2018

Wedding? (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang