18 : YES? :

3.4K 123 9
                                    

******
Rasa Ego itu, hanya bisa hilang dengan cinta yang besar dari seseorang.
-Ben.
*******

Happy Reading♥

     "Maukah kau menjadi Istriku sekaligus Ibu dari anak anak saya kelak?" Ben kembali membuka suara, melontarkan pertanyaan yang sama dan membuat detak jantungku berubah sangat kacau.

Aku tak tahu aku harus mengeskpresikannya seperti apa. Aku belum pernah berkencan selama ini. Aku kira dengan tidak berkencan dan menolak pria yang mendekatiku adalah hal yang biasa saja namun sekarang kupikir tidak.

Kusamakan posisi dudukku dengan Ben yang sedang berlutut didepanku. Entahlah aku harus menjawab apa padanya. Akhirnya aku mengangguk pelan.

Dia tampak tak percaya dengan jawabanku. "Apakah kamu serius?" tanyanya.

Berhubung aku sedang gengsi aku hanya bisa menjawab, "Tidak, karena perjodohan kita masih belum selesai."

Dia tertawa renyah, aku merasa pegal. Dengan cepat aku langsung bangkit dari posisiku saat ini, tak lupa mengulurkan tanganku untuk membantu Ben yang ternyata dia sudah ikutan bangkit juga.

Saat ini kami berdua masih berada di Mansion keluargaku. Papa dan Mama mendadak pergi untuk menghadiri sebuah Event besar perusahaan, sedangkan kedua saudara kembarku sedang tidur dikamarnya masing masing.

Ben dengan gilanya memutuskan untuk melamarku kembali dengan embel embel tak yakin dengan jawaban pasrah dariku saat ada Papa.

Biarkanlah sesuka hati Ben, asalkan ia senang aku juga sudah pasti diam.

"Umm, Maaf saya tidak melamarmu dengan cara romantis malah sesederhana ini." Katanya, aku mengangguk pelan.

"Aku memang tak bisa romantis, kau lupa? Hatiku seperti batu, egoku sangat tinggi, apakah kau yakin akan menikah dengan orang sepertiku?" Aku kembali mengujinya, ku yakin dia langsung Ilfeel pada pendengaran yang pertama.

Dia tersenyum penuh arti kearahku, "Ego itu bisa hilang dengan cinta yang besar, sama seperti hatimu. Mungkin saat ini saya belum bisa meruntuhkan pembatas dihati kamu. Saya yakin suatu saat pasti bisa."

Aku ingin meneriakinya sejumlah sumpah serapah yang berada didalam hatiku, tingkat ke modusan Ben sudah meningkat begitu pula dengan kemodusannya yang berada diatas rata rata.

"Aku ingin membunuhmu saat ini Ben!" Pekikku kesal sambil berjalan keluar Mansion.


-WEDDING?-


   Ben cowok usil nan jail yang kerjaannya sering kali membuat tensiku naik ternyata sudah berubah menjadi Cowok normal, kaku, dan Baku.

Mengingat bahwa Ben sangatlah tak waras dimasa lalu membuatku merindukan sosoknya saat ini.

Aku tadi sempat memimpikan Ben yang sedang gencar gencarnya mengerjaiku, meminta makananku serta jawaban tugasku. Ah aku rindu masa masa itu.

Kulirik jam yang berada diatas nakas samping tempat tidurku, masih jam setengah lima. Entah mengapa aku menjadi sangat malas sekali untuk berangkat kerja.

Drrrtttt.... Drttr.....
08195xxxxx is Calling you....

Aku meraba raba ranjang tidurku yang berukuran king size, mencari keberadaan ponsel putihku. Setelah ketemu ku langsung mereject panggilan dari nomer yang tak diketahui itu.

1 Messange
Kamu sudah bangun? Saya akan berangkat kerumahmu untuk menjemput. Saya Ben.

Aku langsung mengetikkan balasan yang sepadan untuknya, kemudian aku Send.

To : 08195***
Iya aku tahu kamu Ben.

Aku mengklik tanda '+' Yang berada diatas kanan samping nomer Ben yang mengirimiku pesan. Dengan cepat aku memasukan nomernya kedalam kontak di ponselku. Selesai! Ponselku kembali bergetar, aku langsung mengecek pesan masuk tersebut.

Ben.
Saya berangkat.

Sekarang? Sepagi ini? Gila! Aku saja belum mandi. Apakah dia kalong atau apa?

Dengan gerakan secepat kilat aku langsung menaruh kembali ponselku keatas ranjangku, lompat keluar ranjang dengan gerakan luar biasa elastisnya, beranjak pergi menuju kamar mandi berukuran 4x4 yang berada tak jauh dari ranjangku.

Aku harus mandi dulu.

-WEDDING?-

  Pukul lima tepat. Ben sudah sampai didepan rumahku, untungnya aku sudah mandi. Tanpa berbasa basi lagi, segera kupersilahkan Raden Mas Ben untuk masuk.

Saat ini kami berdua berada diruang tamu, waktu sudah menunjukan pukul enam pagi. Aku dan Ben juga sudah sarapan sejak setengah enam tadi.

"Kapan kamu mau berangkat?" Tanyanya.

"Sekarang?"

"Bersiaplah." Katanya yang membuat aku mengangguk pelan.

Aku berjalan dengan langkah gontai memasuki kamarku yang bisa dibilang sedang itu, mengambil Tas serta ponselku yang berada diatas Ranjang. Sebelum itu aku sempatkan mampir didepan Cermin besar untuk mematut penampilanku dan juga berdandan.

Sekitar sepuluh menit an aku selesai berdandan, sebenarnya butuh waktu setengah jam sih. Namun berhubung saat ini aku 'ditunggu' seseorang jadi aku memutuskan untuk mempercepatnya.

Ben tersenyum manis kearahku setelah melihat aku keluar dari kemarku. Kemudian cowok itu berjalan kearah pintu luar duluan dan meninggalkan aku.

Ben memang jahat, sama seperti dahulu.

-

Perjalanan kami berdua saat ini, tak seakward hari hari lain. Ditandai dengan ledekan, candaan yang kami berdua lotarkan sepanjang jalan. Aku juga menunggu penjelasan dari Ben menyangkut lima tahun terakhirnya. Namun sepertinya ia tak akan membocorkannya padaku.

'Cowok tipe cowokmu itu Tipe Dingin. Dia gak akan mulai kalo kamu nggak mulai duluan.'

Perkataan Suster Meri kemarin masih menghantui pikiranku saat ini. Bagaimanapun Suster Meri benar menyangkut hal itu. Namun aku masih ragu untuk bertanya padanya, kuputuskan untuk menunggu Ben bertanya duluan.

"Sudah sampai." Aku tersenyum penuh arti kearah Ben, dia tampak juga menyungingkan senyumannya. Dengan cepat aku langsung turun dari mobil tingginya dan berjalan menuju ruanganku berada.


-WEDDING?-
If you like this chapter, please vomment.
Dont be a silent readers
See you dear.

XOXO

Ocha
3 Maret 2018

Wedding? (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang