5 : I LIKE ME BETTER :

4.6K 199 2
                                    


Happy Reading✔

   Aku hanya bisa merutuki diriku sendiri ketika melihat Ben dengan asiknya mendaratkan kepalanya diatas meja sebelahku. Sudah ku tebak dan ku yakini 500 persen bahwa Cowok itu sudah tertidur saat ini.

Aku tahu ia pintar, sangat pintar malah tapi dengan enaknya dia malah tidur disaat jam pelajaran Pak Budi - Guru bahasa Indonesia yang mengajar dikelas kami dan terkenal Killer diantara guru lainnya.

"Selamat siang anak anak." Sapa Pak Budi yang baru saja datang dan membuat satu kelas bergidik ngeri kecuali Makluk hidup yang duduk disebelahku.

Berhubung saat ini adalah saatnya Presentasi tugas kelompok, Ben langsung duduk disebelahku begitu dengan yang lainnya.

Mengapa aku dan Ben bisa satu kelompok terus menerus? Hanya satu biang keroknya yaitu Pak Budi, Beliau-lah yang membuat dan menentukan Kelompok kelompok yang terdiri dari dua orang, setelah itu karena tak mau ribet Guru guru lain yang malas membuat daftar kelompok baru yang hanya bisa mengikuti daftar Kelompok yang dibuat oleh Pak Budi. Ribet sekali bukan?

"Itu siapa yang tidur?!" Suara Pak Budi kian meninggi, membuat bulu kudukku sedikit meremang. Pak Budi bagiku sangat menyeramkan melebihi apapun.

"Ben pak."Jawab teman teman yang lain. Namun aku bisa melihat perubahan ekspresi Pak Budi yang semula ingin memakan sosok yang tidur hidup hidup berubah menjadi Teduh(?)

"Biarkan saja, Mari lanjutkan presentasinya." Katanya yang membuat aku terheran heran.

Aku sudah kesal dengan tingkah Ben, tanpa berpikir panjang aku langsung mencubit perut Ben yang terasa sangat sixpack ditanganku. Persetan dengan itu, aku yang terkenal sadis hanya bisa terus terusan mencubit Perut cowok ini kencang kencang. Namun tak ada tanda tanda Ben bangun dari tidurnya.

Lantas, apakah ia mati?

Aku melepaskan cubitanku yang semula berada di perutnya. Aku harus apa sekarang? Apakah aku harus menangisi kepergian Ben yang mendadak itu, atau aku harus mengelar pesta dadakan terkait pembatalan pertunanganku dengan Bentol?

Nanti akan ku pikirkan secara matang lagi.

Tiba tiba sosok Ben yang semula kukira skarat bangun dari tempat tidurnya saat ini, aku bisa melihat wajah bantalnya sehabis bangun tidur selama ber abad abad.

"Ada apa?" Tanyanya jutek.

Dia nantangin.

"Ini sekolah ya bukan hotel." Ketusku sengit sambil menatapnya tak suka. Dia tak menjawab, malah asik melihat kearah Deva dan Devi yang sedang presentasi tentang Makalah yang sudah mereka buat.

"Lo yang baca ya!" Kataku sedikit memaksa.

Dia terdiam, mungkin sedang kebelet pipis atau bahkan lapar?

"Woi denger gak sih?" Kataku lagi penuh dengan penekanan, namun dengan nada yang tak terlalu kencang.

"SUARA SIAPA ITU?" Kini Suara Pak Budi mulai terdengar di telingaku. Mati aku, bisa bisanya aku terciduk meneriaki Ben, aku lupa kalau Indra pendengaran Pak Budi mengalahkan Tanaman putri malu yang sensitiv.

"Suara saya pak. Maaf." Kata Ben tiba tiba.

Aku hanya bisa menunduk, siap siap menerima omelan, ocehan dan anak anaknya dari mulut Pak Budi.

"Tak apa Ben, lain kalo jangan diulangi." Kata Pak Budi menyuruh Devi dan Deva melanjutkan presentasi mereka berdua.

GILA, Ben ternyata anak emasnya pak Budi. Baru kali ini aku mendengar pak Budi ramah kepada anak muridnya. Apa jangan jangan Pak Budi dan Ben tetanggaan, atau bahkan Ben adalah anak Pak Budi. Ah tidak tidak. Saat ini rupanya aku tak bisa berpikir rasionalis alias gendeng mengikuti makluk aneh disampingku.

"Sekarang giliran kelompok Ben." Suara datar pak Budi kembali terdengar. Serius deh saat ini aku sedang tak berminat lagi. Aku maras!

Aku menarik buku tulisku yang berada diatas meja kemudian beranjak untuk ke depan papan tulis dan mempresentasikan hasil kerjaku sendiri, tak dibantu oleh Bentol.

-WEDDING?-

    Aku berjalan dengan langkah pasti kearah halte sekolahku. Keempat sahabatku sudah pulang sejak satu jam yang lalu, alasanku pulang telat karena aku ada rapat Osis. Sekarang jam sudah menunjukan pukul setengah enam sore hari.

Menurutku sudah tak ada Angkutan umum, Bus atau bahkan Taksi. Ojek Online adalah pilihan terakhirku, namun sialnya ponselku mati dan aku lupa membawa Power Bank. Semua karena Ben yang memainkan ponselku terus terusan dengan embel embel ponselnya sedang di pinjam Kevin, sialan.

Sesampainya aku di Halte sekolah aku hanya duduk mematung seperti anak hilang. Aku ingin menangis saat ini, ini posisi yang membuatku pusing.

Kendaraan demi kendaraan yang melintas tepat didepanku membuat aku heran karena tidak ada satupun Kendaraan Umum yang melintas. Aku ingin menangis mengapa Papa tak mau memberikanku fasilitas lagi.

Papa memang seperti itu, jika aku menolak perjodohan pasti beliau akan menyuruhku untuk tidak pulang pergi sekolah bersama supir pribadi Papa. Namun aku sampai sekarang tetap saja enjoy menikmati seluruh penderitaanku karena aku tak mau dijadikan tumbal karir kedua orang tuaku.

Jika mereka memintaku membantu mereka, aku pasti akan membantu tapi tidak dengan cara perjodohan gila yang mereka buat.

"Mau bareng?"

-WEDDING?-
If you like this chapter please Vomment.
Dont be silent readers!!!

XOXO

Ocha
26 feb 2018

Wedding? (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang