Happy Reading♥Aku melepas Head Cap dan sarung tangan karet yang sudah berlumuran darah dan memasukannya kedalam tempat sampah yang berada diluar ruang operasi. Mencuci tanganku dengan sabun agar tidak menimbulkan bekas bau darah.
Syukurlah, pasien yang baru saja kutangani bisa selamat. Aku turut senang.
"CA! CHA OCHA! KAU SUDAH DENGAR BERITA?" Sebuah teriakan dari arah belakangku mulai mengagetkanku, siapa lagi kalau bukan suara Vega yang membuatku harus sport jantung berkali kali.
Aku mengangkat bahuku keudara, jelas aku belum menonton berita apapun karena aku baru saja mengoperasi pasien.
"Ben kecelakaan pesawat. Dia pilotnya."
Kata Vega yang membuat aliran darahku berhenti sesaat."Jangan bohong Ve! Gak lucu!" Kataku berusaha bersikap normal untuk ukuran orang yang habis menerima berita mengejutkan.
Dia mengangkat dua jarinya keudara seperti bentuk V. "Aku tak berbohong. Kulihat beritanya barusan. Ini buktinya." Ia merogoh saku jas Dokter kebesarannya. Mengeluarkan sebuah ponsel keluaran terbaru kearahku, ku menerimanya dengan hati yang berdetak tak percaya.
Aku bisa melihat nama Ben yang tertera diatas daftar pencarian orang hilang. Vega benar, Ben mengalami kecelakaan pesawat.
P
ertahananku runtuh lagi, semua emosi yang bermertamorfosis menjadi kerinduan sekarang sudah meluap kemana mana.
Hari ini, aku sedang tidak bisa berpikir jernih. Untungnya dari kejauhan aku bisa melihat sosok Mom Elicia sedang melambai kearahku dengan wajah khawatirnya.
"Mom!" Panggilku lemah. Disampingku masih ada Vega yang senantiasa mengepuk pundakku pelan. Rasanya sakit, sangat sakit, tak bisa kugambarkan lagi demi Tuhan.
Mom berjalan menghampiriku, lalu memeluk tubuhku yang sedikit berisi ini dengan pelukan hangatnya. Aku bisa merasakan mom Elicia sama kacaunya denganku.
"Apakah kalian berdua bertengkar?" Tanya Mom Elicia disela sela pelukannya. Tangisanku sudah hampir pecah saat itu juga.
"Padahal Ben menitipkan kunci rumah pada Mom. Mengapa kau tidak datang kerumah untuk mencarinya?" Tanya Mom dengan senyumannya. Aku tahu ia bersikap baik baik saja untuk menghiburku.
Bukannya menjawab, aku malah menangis sesengukan. Persetan dengan segala amarahku pada Ben, aku hanya ingin Ben pulang. Aku mau Ben.
Kulirik, Vega juga tampak terpukulnya denganku. Kita memang seperti itu jika salah satu kami sedang bersedih, pasti yang lainnya juga merasakan duka yang terdalam.
"Mom, aku mau Ben pulang mom." Lirihku tak kuasa menahan semua air mata yang mengalir dalam wajahku.
Jika ada takaran yang mengukur tingkat kesedihan, pastilah aku menjadi orang yang tersedih saat ini. Sedih disaat sudah membuka hati untuk seseorang, namun orang itu malah pergi.
Kupikir, cinta itu klise, namun saat ini aku belajar tentang kehilangan sesuatu. Aku tak mau kehilangan Ben, Tuhan.
Objek didepanku mendadak berputar, pandanganku menjadi berkunang kunang, nafasku tercekat, aliran darah yang mengalir melalui tubuhku terasa terhenti.
"Ocha!"
-WEDDING?-
Bau obat obatan mulai menyeruak melalui indera penciumanku, kedua mataku, kucoba kedipkan berkali kali. Memgumpulkan sejenak kesadaranku.
Tangisan demi tangisan mulai terdengar ditelingaku, Pangilan demi pangilan memenuhi indera pendengaranku.
Tanganku bergerak perlahan, membuat orang orang yang bersuara tadi mendadak terdiam. Pandangan mereka semua terfokus kearahku.
Aku bisa melihat, Ayah mertua dan Ibu mertua, serta adik Ben dan juga saudara sepupu Ben, Key memenuhi ruangan tempat kuberada.
"Kau sudah bangun sayang?" Tanya Mom Elicia dengan wajah sembab yang kutebak pasti sedang menangis.
Aku mencoba membaringkan tubuhku, mencari kenyamanan disela sela tubuhku yang mendadak sakit. Mendadak aku teringat oleh satu nama yang membuatku ingin menangis rasanya.
"Dimana Ben mom?" Tanyaku dengan nada yang bergetar. Mom tampak bersiap siap untuk kembali menangis namun wanita itu renungkan.
"Aku mau pulang." Lanjutku mencoba bangun dari ranjang rumah sakit yang sedang kutiduri.
Aku bisa melihat sosok Vega dari balik pintu ruangan, sedang menatapku khawatir. Saat aku mencoba bangkit, wanita itu langsung berlari kearahku.
Vega memelukku sangat erat, membuatku hampir sesak nafas dibuatnya.
"Kau jangan stress dulu," Bisiknya, aku mengangguk lemah.
Bagaimana aku tidak stress, aku kehilangan pria paling berharga dalam hidupku selain keluargaku.
Sebenarnya itu yang kutakutkan dari pekerjaan berbahaya Ben. Aku takut, mungkin semua orang tahu ketakutanku tanpa kujelaskan lagi.
"Yasudah mari kita pulang." Ajak Dad Edward sambil menenangkan Mom Elicia. Begitupula dengan Vega yang berusaha menenangkanku.
"Aku tahu saat ini adalah perisitiwa yang berat untukmu. Ingat, kau tidak boleh terlalu terpuruk lagi, kamu pasti bisa kuat, demi dia oke?" Kata Vega yang membuat air mata kembali mengalir membasahi wajahku.
"Tapi-
"Aku memang belum pernah ngerasain jadi kamu. Tapi aku tahu rasanya kehilangan Cha. Kamu harus kuat demi dia." Potong Vega menepuk pundakku pelan.
Mendengar kata Dia, aku jadi teringat akan sesuatu. Benar kata Vega, aku harus menjadi kuat.
-WEDDING?-
Bnr - bnr ga mood deh hari ini.
First karena lagi sakit, Second karena ngga mood banget gatau kenapa.
Semoga kondisiku besok lebih baik ya, biar bs cepet cepet up w.
If you like this story please Vomment.
Dont be a silent readers!XOXO
Ocha
26 Maret 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding? (REVISI)
RomanceKetika Cinta, Keluarga dan mimpi berada dalam sebuah pilihan yang sulit Sebenarnya apa itu cinta? Kalau tujuannya hanya membuat jera? -Ocha Aku gasuka debat. Aku sukanya kamu, jadi tolong jangan diperdebatkan. Dan jangan memaksaku untuk berhenti me...