*****
Sebenarnya apa itu cinta? Kalau tujuannya hanya untuk menyakitkan hati.
-Ocha.
*******Happy Reading♥
Aku sedikit berlari kearah Tasya yang sedang menangis kencang di Taman Rumah sakit. Persetan dengan Heels lima centi yang sedang ku gunakan.
Aku lebih mementingkan keselamatan dan kesehatan pasienku dibandingkan sepatu tinggi yang sedang kupakai.
"Tasya, kamu tak apa apa?" Tanyaku sambil berlutut kearah Tasya setelah sampai didepannya. Tasya yang sadar akan kehadiranku langsung memeluk tubuhku erat.
"Sakit Dok, kaki Tasya sakit." Rintihnya. Aku hanya bisa menyeka air mata yang keluar membasahi wajah mungil Tasya.
"Dokter disini sayang." Kataku menenangkannya.
"Om Satria!" Teriak Tasya yang membuat aku melepaskan pelukanku. Namun Tasya malah makin mempererat pelukan kami berdua.
Satria pria yang juga mirip dewa Yunani berjalan kearah kami, ia juga berjongkok tak lupa menanyakan kondisi Tasya.
Namun, badan kekar Satria pun ikut ikutan ditarik oleh Tasya, membuat kita bertiga seakan berpelukan mesra tapi nyatanya tidak.
"Om, Tasya mau Dokter cantik jadi Tantenya Tasya. Om mau kan nikahin Dokter." ucap Tasya yang membuat aku mengeluarkan diri dari pelukan erat Tasya.
Dari mana ia tahu soal pernikahan? Aduhai, aku tak ingin menjadi korban perjodohan seseorang lagi, mau dia Bad boy, Goodboy, posesif boy, rich boy ataupun boboboy aku tak akan mau dijodohkan lagi.
Sudah cukup Ben saja yang membuat aku gila.
Aku bangkit dari tempatku saat ini, saat aku melirik kesekitar kulihat sosok Ben sedang duduk dikursi taman sedang memandangku tajam kearahku seakan ingin menelanku hidup hidup. Aku tersenyum kikuk.
"Saya permisi dulu." Kataku beranjak pergi untuk menemui Ben. Seakan tahu bahwa aku akan kearahnya, pria itu malah bangkit dan berjalan meninggalkanku.
Langkahnya yang terlalu cepat membuatku kehilangan keseimbangan, terlebih Heels sialan yang sedang kupakai ini.
"Aw!" Pekikku saat bokongku mendarat di rumput taman.
Mendengar pekikanku, Ben langsung mengandah kearahku. Dengan secepat kilat pria itu langsung berjalan kearahku dan mengulurkan tangan kanannya.
Aku menyambut uluran tangannya dengan ragu, bersamaan aku yang tak bisa bangkit karena salah satu kakiku terasa sangat sakit.
Aku keseleo!
Ben memutar tubuhnya, berjongkok membelakangiku. Menyuruhku untuk naik keatas gendongannya. Walaupun ia tak bersuara aku bisa melihat keinginannya untuk membantuku.
"Maaf." Lirihnya setelah aku sudah naik kedalam gendongannya.
-WEDDING?-
Sebenarnya apa itu Cinta, mengapa cinta itu ada? Kalau Cinta bertujuan untuk membuat hati seseorang patah.
Pertanyaan meliputi cinta tentu saja selalu bersarang di otakku, gambaran tentang merasa ditinggalkan kembali terekam jelas dibenakku.Entah aku harus bagaimana kedepannya, yang jelas aku masih menjaga jarak untuk tidak mencintai seseorang terlalu dalam.
Mencintai ibaratkan memakan gulali, awalnya kamu senang karena Gulali itu manis, lama lama kamu sakit tengorokan.
Semua tahu, Mencintai ibarkan bermain hujan, awalnya senang namun lama lama menjadi sakit.
Aku tak mau mengalami kepatahan hati karena itu.
"Tidak dimakan?" Tanya Ben ketika melihat aku sama sekali belum menyentuh makanan yang ia buat, aku hanya tersenyum samar sambil menyembunyikan rasa nyeri disekujur kaki kananku.
Dia tersenyum manis kearahku, "Maafin saya ya. Saya belum bisa jadi calon yang baik untukmu."
Darahku kembali berdesir dengan cepat, "Mari kita belajar bersama sama- aku juga belum bisa menjadi calon yang tepat untukmu." Lanjutku bersalah. Ayolah mengapa aku menjadi seperti ini sih.
Dari matanya ia tampak senang, entahlah ekspreksinya sekarang sangat tidak bisa ditebak olehku sama sekali.
"Terimakasih." Ucapnya, aku mengangkat sebelah alisku.
"Sudah menjadi orang berarti bagi hidup saya." Lanjutnya.
Aku mengerutkan dahi, berusaha bersikap normal. "Ayolah, aku memang orang yang sangat berarti bagi nusa dan bangsa. Tidak hanya kamu doang!" Kataku menyembunyikan rona merah pada wajahku.
"Kamu sakit? Apa mau dibawa ke Dokter? Wajah kamu merah sekali." Katanya dengan nada sedikit panik.
Aku menatapnya sinis. "Kamu meremehkan aku sebagai Dokter. Denger baik baik ya, wajahku merah bukan berarti sakit tau."
Dia terkekeh pelan, terlihat sangat tampan untukku. "Lalu kamu kenapa?"
"Aku tuh sedang blushing." aku menutup mulutku rapat rapat menggunakan kedua tangan. Ben tampak terkekeh pelan saat ini.
Shit!
"Hai!" Panggilnya.
"Apa!" Cibirku kesal.
"Tidak papa, saya hanya memanggil calon istri saja. Tak boleh?"
Ah mengapa Ben terdengar sangat romantis di telinga cewek batu seperti aku ini sih.
Please deh, dia jangan buat aku terbang ke awan awan kalau nanti nanti dia ngejatuhin aku ke jurang, atau sungai Amazon.
"Saya-' Dia tampak mengantungkan kalimatnya.
"Ingin makan, ayo lanjutkan." Sambungnya lagi aku mengangguk pelan sambil mengambil isi makanan untuk kumakan.
-WEDDING?-
A//P."Tasya om nggak mau denger kamu ngomong seperti tadi pada Dokter Ocha." Satria tampak malu pada Ocha akan sifat Tasya yang ia anggap memalukan.
Gadis kecil yang bernama Tasya hanya tertawa pelan kearahnya. "Om kan juga menyukainya, tunggu apalagi."
Satria mendengus. "Cinta itu butuh proses, gaada yang instan kaya Mie Instan yang sering kamu makan itu. Lagi pula kamu tahu dari mana tentang pernikahan? Umur kamu masih delapan tahun Tasya!" Satria kembali memarahi keponakannya. Namun hanya dijawab dengan cengiran khas Tasya.
"Besok minta maaf pada Dokter Ocha."
Tasya tersenyum kecut, "Tak mau. Tasya ingin Dokter cantik menjadi Tante Tasya." Katanya sambil menarik selimut untuk menutupi badannya yang mungil.
-WEDDING?-
Sebenarnya cerita yang aku buat itu berdiri sendiri sendiri. Hanya nama tokohnya cerita ini sama itu nyambung gitu, semacam sekuel tapi gak ada kaitannya dengan cerita lain alurnya.
Aku gak bisa buat cerita yang gantung ke buku dua atau sebagainya. Tolong maklumi.
If you like this chapter dont forget to Vomment.
Dont Be a silent readers!!!XOXO
Ocha♥
4.22// 3 Maret 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding? (REVISI)
RomanceKetika Cinta, Keluarga dan mimpi berada dalam sebuah pilihan yang sulit Sebenarnya apa itu cinta? Kalau tujuannya hanya membuat jera? -Ocha Aku gasuka debat. Aku sukanya kamu, jadi tolong jangan diperdebatkan. Dan jangan memaksaku untuk berhenti me...