Happy Reading♥
Keesokan harinya, kuputuskan untuk menemui Dokter Vega di sela sela praktikku.
Dokter Vega adalah dokter Umum yang sudah pasti bisa mendiagnosa penyakitku yang sudah terlampau akut ini.
"Jadi apa keluhannya?" Tanya Dokter Vega sambil menarikan tangannya diatas buku catatan miliknya.
Aku sejenak berpikir keras, "Sudah sering mual belakangan ini, namun tak keluar apapun. Sering merasakan pusing, mungkin telat makan."
Dumn.
Aku sedikit terkejut saat mendengar suara bolpoint yang ditaruh diatas meja dengan tidak hati hati. Kutatap wajah Sahabatku yang berada didepanku dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Kemudian wajah Vega berubah menjadi serius, sangat serius.
"Kau sudah beli Test pack?" Tanyanya, dia ngaco.
"Aku tak mungkin hamil secepat itu Ve, aku juga ingin menikmati masa mudaku dengan baik dan lancar, selamat sentosa jaya." Kataku menepis segala keraguanku.
Vega mulai membuka laci meja kerjanya, mengeluarkan sebuah kantung plastik berwarna putih lalu menyodorkan kearahku. Aku yang tak tahu isi didalamnya hanya bisa membuka kantung plastik itu dengan sangat hati hati.
Bisa terlihat sebuah benda panjang berwarna putih berjumlah lima batang didalamnya. Hallow, dari mana ia mendapat barang ini?
"Jangan Negativ thingking dulu. Itu punya kakakku, tapi karena kau lebih butuh itu buatmu." Katanya.
"kau coba ikuti prosedurnya, obrolin baik baik sama Ben. Kalau hasilnya garis dua berarti kau hamil." Lanjut Vega, aku hanya menggeleng pelan kearahnya.
Ayolah, ini sedang bercanda kan? Mengapa Vega menjadi ngotot bahwa aku sedang hamil sih. Jelas jelas aku belum siap menjadi seorang Ibu.
"Ayo kita makan siang, kau mau apa? Traktir aku ya!"
"Tidak." Jawabku cepat.
"Ayolah Miss Alexandr." Ledek Vega seperti biasa.
Aku hanya bisa mengerucutkan bibirku, membalas ucapan Wanita yang berumur satu tahun diatasku ini memang membuat aku cepat tua.
-WEDDING?-
Saat ini Ben sedang menyelesaikan ritual mandinya, aku iseng iseng membuka ponselnya tampak Notif pesan dari seseorang.
From : Camila
Sudah seminggu belakangan ini aku mual mual tak karuhan, mungkin nanti aku akan beli Testpack.From : Camila
Jangan lupa hari ini kita akan berangkat ke Paris!Aku menghirup nafas dalam, menaruh kembali ponsel Ben ditempat semula.
Aku tidak boleh emosi saat ini. Tapi tunggu dulu, Katanya Test Pack? Dia hamil? Hamil anak Ben?"Nanti malam, aku berangkat kerja. Ada jadwal penerbangan jam dua malam nanti. Kamu tak apa apa kan, aku tinggal seminggu?"
Suara Bariton Ben yang terdengar klasik ditelingaku. Namun berbeda dari sebelumnya saat ini Ben sudah menganti kalimatnya dari Saya Kamu menjadi Aku Kamu, ya walaupun seperti itu aku bahagia.
"Ben aku punya sesuatu untukmu. Tapi jangan dibuka saat ini ya. Bukalah seminggu yang akan datang, atau kalau kamu punya waktu." Aku menyodorkan sebuah kotak biru dongker yang baru kubeli seusai kerja tadi. Perasaan berbunga bunga mulai kembali menyelimuti hatiku ini.
Ben tersenyum sambil menerima pemberianku, lalu memasukannya kedalam jaket kulit berwarna hitamnya.
"Kamu selalu membuatku penasaran." Katanya memampilkan lesung pipi yang menjadi favoritku selama ini.
"Ben, apa kau siap menjadi seorang Ayah?" Sebuah pertanyaan bodoh mulai merasuki pikiranku dan mulutku. Tanpa sadar aku mulai berkata seperti itu kepada suamiku sendiri tanpa rasa gengsi sedikitpun.
Guratan wajahnya berubah, ada apakah ini? Apakah ia tak suka menjadi seorang ayah?
"Entahlah, sepertinya aku belum siap mengingat pekerjaanku yang selalu meninggalkanmu dirumah sendiri." Katanya, hatiku menjadi panas. Wajahku dan pikiranku tak lagi bersatu. Aku mendadak kecewa dengan balasan Ben.
"Kalau menjadi Ayah dari Anak yang dikandung Camila kau siap?!" Nada suaraku kian meninggi, tubuhku bergetar, jantungku berdetak tak karuhan. Air mata yang semula kutahan mendadak turun tanpa kusuruh. Aku membenci Ben.
"Jangan bicara seperti itu, ucapan adalah doa."
"Lagi Lagi kamu membela Camila Camila itu daripada aku. Siapasih Camila itu. Betapa berharganya dia dibanding Aku. Harusnya dari awal kamu jangan pernah temui aku lagi, jangan pernah menikahi aku kalau kamu hanya menjadikan aku seperti pelampiasan." Nadaku tetap meninggi. Mungkin terdengar menjerit ditelinga Ben. Aku tak peduli, amarahku saat ini sangat besar ketimbang rasa Gengsiku.
"Kamu salah paham sayang." Elaknya, tak penting.
"Gak usah manggil aku sayang, gak usah manggil aku lagi, gak usah temui aku lagi, Aku nyesel pernah ketemu sama kamu." Aku memutar tubuhku membelakangi Ben. Bisa kurasakan tangan kokoh Ben meraih salah satu tanganku yang segera kutepis kasar. Berjalan dengan langkah gontai kearah luar kamar tidur kami.
Ku ambil mantel, Dompet dan juga ponsel yang berada di atas sofa ruang keluarga. Berjalan dengan langkah pasti keluar Rumah kami berdua. Aku kecewa dengan Ben.
Sangat kecewa. Aku marah. Namun semuanya yang seharusnya bisa kutahan, mendadak pecah sekarang ini juga.
Aku memberhentikan sebuah Taksi yang melewati Rumah Ben. Air mataku terus saja keluar tanpa kusadari. Tak bisa berpikir jernih, tak tahu harus bagaimana ini.
Aku tidak takut, aku tidak takut kalau harus kehilangan Ben yang baru saja kucintai itu.
-WEDDING?-
Aku gak tahu kenapa mood bisa ancur parah gubrak. Tapi aku bakal usahain, Update Secepat kilat.
Walaupun gak update cepet aku usahain bakal up. Sebenernya I have big problem di kehidupan nyata aku sih haha** tapi karena wattpad sebagian dari jiwa aku, kuharus ttp semangat!
If you like this chapter please Vomment!
Dont Be a silent readers!XOXO
Ocha
21 Maret 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding? (REVISI)
RomanceKetika Cinta, Keluarga dan mimpi berada dalam sebuah pilihan yang sulit Sebenarnya apa itu cinta? Kalau tujuannya hanya membuat jera? -Ocha Aku gasuka debat. Aku sukanya kamu, jadi tolong jangan diperdebatkan. Dan jangan memaksaku untuk berhenti me...