no45 : OVER POSESSIVE :

1.1K 30 0
                                    


Happy Reading♥

"Pola Makan kamu teratur gak, waktu aku gak dirumah?" Pertanyaan nekat dari bibir Mas Ben terucap begitu saja. Engak tau deh siapa yang membuatnya berbicara seperti itu.

Saat ini aku dan Mas Ben sedang berada di kamar kami berdua. Setelah kegiatan renang yang sangat unfaedah itu, aku yang kelelahan memutuskan untuk kembali ke kamar kami.

"Teratur Mas." Kataku sambil ber sender ria di kepala ranjang, Mas Ben disebelahku hanya menatapku tak percaya.

"Kok badan kamu nggak berisi ya. Makin ke sini makin kurus aja. Kamu nggak bohong kan?" Tanya Mas Ben dengan aura mengintimidasi.

"Yaampun, aku nggak Bohong mas." Kataku dengan fokusan tetap kearah televisi besar yang menyala di sebrangku. Walaupun sedikit ambyar karena ucapan suamiku.

"iya iya Mas percaya sama kamu. Tapi kamu harus janji sama Mas, makan yang banyak, minum vitamin, banyakin makan buah, minum susu-

"Iya mas, aku Dokter. Mas gak usah khawatir." potongku cepat. Bukannya percaya dia malah tertawa pelan.

"Mas tau kamu Dokter. Tapi kamu tipe Dokter yang suka lupa diri sendiri. Apalagi kalau sudah kerja, makanan jadi dilupain." Katanya, aku mengangkat sebelah alisku. Dari mana ia bisa tahu.

"Kamu tahu dari mana Mas?"

Dia terkekeh pelan. "Walau aku nggak selalu di samping kamu, aku selalu tahu kabar kamu."

"Ah aku nggak percaya mas." Kataku dengan nada meremehkan.

Dia mengangkat sebelah alisnya, bingung. "Emangnya ada yang mas nggak tahu?" Tanyanya padaku.

"Buktinya disaat aku lagi ngidam mas nggak tahu kan?"

SKAK MAT.

Bisa ku lihat Mas Ben yang diam beberapa saat mendengar aku berbicara. Aku hanya tersenyum penuh arti kearahnya.

Dia kena tipu dayaku.

"Kok Mas nggak tahu ya. Kamu nggak bohong kan?" Tanyanya masih ragu, aku mengangguk mantap.

"Mas, Astaga. Aku nggak bohong Mas. Suer wer kewer kewer." Kataku yang sekarang ber alih tidur didada bidangnya.

Tiba tiba saat kulirik wajah pria yang sudah mau setengah tahun menjadi suamiku itu berubah menjadi aneh, tak bisa ku gambarkan dengan kata kata.

"Maafin aku ya, nggak bisa jadi suami siaga buat kamu." Katanya.

Mas, padahal itu cuma alibi aku loh buat ngerjain kamu. Kok kamu kelewat serius ya.

"Gak papa mas." Kataku dengan nada yang selemah mungkin.

Mas Ben masih menampilkan raut wajah
Yang sama seperti tadi. Kurasa pria ini sudah kelewat serius.

"Ayolah mas, jangan kelewat serius. Aku hanya bercanda. Lagian bayi ini belum minta apa apa kok." Kataku dengan tawa yang sudah hampir pecah.

Mas Ben tersenyum tipis kearahku. "Kamu ngerjain mas ya?" Tanyanya. Aku mengangguk.

"Lagian Bayinya hanya mau ayahnya kok. Nggak minta yang macem macem."

Kulirik sekilas kearah mas Ben. Gelagatnya masih sama seperti tadi, begitupula dengan wajahnya yang mulai kembali lesu.

Aku nggak tahu apakah aku salah ngomong atau tidak, yang jelas aku ingin tertawa karena ekspresi wajah suamiku yang kelewat lucu, sampai sampai ingin ku buli habis habisan kalau tidak ingat posisiku sebagai istri.

"Kalau mau ketawa, ketawa aja. Sebelum ketawa dipunggut biaya." Kata Mas Ben garing.

Untung ganteng.....

"Mas aku boleh ngasih kamu saran gak?" Tanyaku kepadanya, dia tampak mengangkat sebelah alisnya keatas. Bingung.

"Boleh kok." Katanya lembut.

"Mas mendingan ikut kursus deh." kataku mengantungkan ucapanku.

"Kursus apa sayang?" Tanyanya bingung.

Aku menarik nafas mantap. "Kursus ngereceh plus ngegombal. Kedua bidang itu kamu nol gede nilainya. Payah!" Lanjutku dengan penuh semangat perjuangan.

Dia menatapku malu. Lebih tepatnya malu maluin gitu. Nggak nyangka aku bisa menikah dengan cogan yang sok imut begini.

"Gak papa payah, yang penting bisa naruh benih di perut kamu." Ucapnya frontal abis.

Aku terdiam, malas untuk menangapinya. Tiba tiba alarm di perutku berbunyi, menandakan bahwa aku sedang dalam mode lapar.

"Mas masakin aku, please." Kataku.

Dia mengangguk sambil tersenyum. "Kamu mau apa. Ngomong aja."

Terlintas ide jahat yang tercetus didalam benakku. Dengan cepat aku mengatakan.

"Mas tolong banget buatin aku rendang sama pempek, aku mau itu sekarang." Ucapku dengan penuh semangat.

Aku tak sepenuhnya berniat mengerjai Mas Ben. 50% aku ingin makan itu. Dan 50% lagi aku ingin menguji cintanya.

Aku sudah sering membantu mama memasak Rendang pedas kesukaanku. Tak terlalu sulit bagiku. Namun aku belum pernah membuat pempek, dan kebetulan Mas Ben menyodorkan dirinya kepadaku, apa boleh buat.

"Gimana caranya, mas nggak tahu?" Tanya Mas kepadaku. Dia saja tidak tahu, apalagi aku. Pilihan terakhirku tertuju pada Ponsel Mas Ben yang terletak diatas nakas.

"Mbah Gugel solusinya Mas!" Kataku menunjuk benda putih itu.

Mas Ben mengangguk lemah. "Telepon teman temanmu sana agar membantumu mas. Aku mau tidur dulu, semangat Daddy!" Lanjutku yang sudah mulai menguap beberapa kali dalam semenit.

Dengan langkah gontai. Ia berjalan kearah luar kamar kami. Yang sudah bisa kutebak bahwa dirinya menyumpahiku sebuah sumpah serapah karena menyuruhnya memasak lagi.

Harusnya seorang istri yang memasakkan untuk suami, namun kali ini aku ingin merubahnya perlahan.

"Mas Ben jangan lupa buatin es buah ya." Teriakku dari dalam kamar, sebelum memutuskan untuk tertidur pulas sembari menunggu sosok Mas Ben yang tak kunjung datang.

-WEDDING?-
Like me banget nih si Ocha.
Kalau aku sih syarat pertama menjadi suami harus pinter masak, (karena aku sendiri gak bsa masak.) hahaha.

Jangan lupa baca ceritaku yang lain ya, kayak Dearest You Dll.
Aku baru buat lapak ber series; Mantan. Jangan lupa dibaca yaaaaa^^
Itung itung hiburan menjelang W? Bakal selesai dua bulan kedepan (kayaknya).

Jangan lupa Vomment ya....

No Silent readers.

Love,

Ocha
3 April 2018

Wedding? (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang