38 : 38 :

1.1K 40 4
                                    

Sebenarnya Kunci Part 36 kebelakang ada di part 35, Cuma karena aku belum Revisi itu semua jadi aku nggak berani Up.

Happy Reading♥

  
       Angin berhembus melewati sisi terkecil ventilasi kamar kecil dirumah lamaku.

Sungguh saat ini aku tidak baik baik saja.

       Seakan lemah untuk berbicara permintaan maaf atau bahkan berterimakasih. Rasanya aku ingin mengutuk diriku sendiri.

Disinilah aku sekarang, meringkuk seperti seorang bayi diatas ranjang berukuran king size milikku.

Air mataku tak dapat mengalir lagi, semuanya sudah menghilang. Suaraku serak dan tak bisa bersuara lagi.

Tatapanku beralih kearah Jas Dokter kebangaanku yang tergantung rapi di sebuah sisi gantungan baju milikku.

     Hari ini aku memiliki jadwal Operasi yang cukup sulit. Untungnya jadwal itu berlangsung pukul Empat sore nanti, sekarang masih jam sebelas pagi. Tandanya aku masih memiliki lima jam lagi sebelum berangkat kerja.

Bagaikan tertusuk ribuan jarum yang memiliki ketajaman yang diatas rata rata, aku mencoba bangkit dari aktivitas tak bergunaku. Rasanya aku harus bekerja, aku harus makan, aku harus menjalani aktivitasku.

    Profesiku dan Ben tak sama, kita memiliki tingkat kesulitan yang sama namun berbeda versi. Versiku adalah menolong banyak orang sedangkan versinya adalah membawa banyak orang ketempat tujuan. Kami sama sama berhubungan dengan Nyawa banyak orang.

      Setelah aku terduduk di atas ranjang kesayanganku, mataku tak sengaja melirik kearah jam dinding merah muda yang terpasang rapi diatas pintu keluar kamarku.

I must prepare, now!

       Dengan kecepatan dibawah rata rata yang kumiliki, aku berhasil bangkit dari ranjangku dengan badan yang sakit sekali.

Aku beranjak kearah kamar mandi kesayanganku, sebelum itu aku menyalakan lagu dari Stereo pinkku yang berada di atas Nakas dekat kamar mandi.

Kurasa aku harus menenangkan pikiranku sejenak.

-WEDDING?-

   "Bagaimana kondisi Ibu Noya? Apakah ia sudah melewati masa kritisnya?" Pertanyaan yang keluar begitu saja dari bibir Vega, mampu menghentikan aktivitas memakan sup hangatku.

Aku menatap Vega dengan tatapan super duper jutek. "Padahal dia adalah pasienmu sendiri."

Aku tak habis pikir dengan Vega, dia pintar, cantik namun untuk urusan seperti ini dia selalu menyerahkannya padaku.

"Umm, dia memang pasienku. Namun sejak dia didiagnosis memiliki penyakit yang mengharuskan berhubungan dengan peralatan bedah dia sekarang menjadi pasienmu." Katanya enteng sambil menyeruput lemon tea hangat pesanannya.

Aku memgambil suapan besar untuk makananku saat ini.

"Walaupun begitu, dia tetap pasienmu." Kataku.

Wedding? (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang