Bel sekolah berdering di seantero sekolah. Semua murid bergegas merapikan barang bawaan dan bersiap untuk pulang.
Eliza menghela napas dengan murung saat mendapatkan satu pesan dari Ezra.
Ezra : Gue dapet tugas mendadak. Jadi lo pulang sama Axel, gak apa-apa kan?
Eliza membaca sederet kalimat itu sekali lagi, berharap setiap kata dapat berubah, namun bodohnya, Eliza tahu itu tidak akan terjadi.
Rachel memperhatikan gerak-gerik Eliza dengan seksama, sepertinya Rachel menyadari perubahan mood sahabatnya itu.
"Liz, ada apa?" tanya Rachel.
"Palingan lagi galau karena hari ini gak ada rapat OSIS, jadi gak bisa ketemu sama kak Gino." celetuk Jocelyn.
Eliza membalas celetukan Jocelyn dengan mendengus pasrah.
"Heh? Bener? Gara-gara kak Gino?" tanya Jocelyn.
"Kagak!" jawab Eliza.
"Jadi kenapa dong? Kok kayaknya lu lagi murung?" Jocelyn bertanya lagi.
"Males ketemu Axel." jawab Eliza.
"Heh?".
Rachel pun melihat ponsel Eliza, membaca pesan dari Ezra.
"Oooh... Itu, Lyn. Gara-gara abang Eliza suruh Eliza-nya pulang sama Axel." kata Rachel.
Jocelyn hanya membulatkan mulutnya yang berarti 'OH'.
"Axel biasanya pulang sore, loh. Itu anak kan suka main basket dilapangan dulu. Jadi kalo mau, lu pulang bareng gue aja dah. Lu bisa nunggu bang Ezra dirumah gue." tawar Jocelyn.
Eliza ingin menyetujuinya, namun sudah jelas Ezra tidak.
"Eh, jangan. Takut ngerepotin. Enggak usah, ya." tolak Eliza halus. "Tapi makasih loh atas tawarannya.".
Akhirnya, Rachel dan Jocelyn meninggalkan Eliza sendirian disekolah.
---:-:-:---
Eliza duduk termenung di kursi yang ada didepan sekolah, menunggu Axel yang masih bermain dilapangan.
Eliza jadi teringat dengan pembicaraan seriusnya bersama Ezra semalam. Ezra mengatakan bahwa, Axel marah dan membentak kepadanya, karena pasti ada alasannya, cuman karena Eliza-nya lah yang terlalu egois dan keras kepala untuk mendengar, maka itu Axel memarahinya. Eliza malas sekali saat abangnya sudah sok berlagak 'kebapak-bapakan', dan mulai menceramahinya. Ezra juga menyuruh Eliza untuk berbaikan dengan Axel, dan tidak memusuhinya. Nasihat Ezra benar-benar ingin sekali diabaikan oleh Eliza, namun Ezra pasti selalu ada cara agar hal itu tidak terjadi.
Eliza hanya bisa menghela napasnya dengan kasar saat mengingat kejadian semalam.
"Udah nunggu lama?" tanya seseorang.
Eliza mengarah pandangan kearah punggungnya, dan melihat Axel yang baju seragamnya terbuka sehingga kaos abu-abu yang dipakainya terlihat. Rambut, wajah, tangan, badan, kaki, SEMUANYA basah.
"Lumayan lama." jawab Eliza datar.
"Yuk, pulang. Kak Ezra tadi suruh gue anter lu pulang." kata Axel.
Eliza dan Axel berjalan menuju parkiran dan sampailah mereka didepan motor Axel. Motor Axel pun meleset kencang menuju rumah.
Di tengah perjalanan, Axel tidak ingin melakukan apa pun selain menyetir motor itu sampai selamat ke tujuan. Dan, Eliza tidak ingin melakukan apa pun selain diam. Eliza juga menaruh tasnya ke depan sebagai penghalang antara tubuhnya dan punggung Axel yang dihujani keringat.
Mereka diam selama perjalanan pulang. Biasanya setiap Eliza menaik motor bersama Axel, sisi Eliza yang cerewet akan muncul seiring berjalannya motor, dan terkadang Axel hanya bisa berinteraksi dengan Eliza lewat spion motor, karena harus fokus membawa motor.
Mengapa momen canggung ini harus muncul? Oh, iya. Ingat, bahwa semalam ada kejadian yang tidak menyenangkan bagi mereka berdua.
Keduanya menghela napas lelah.

KAMU SEDANG MEMBACA
He's Axel
Teen FictionEliza tidak tahu kenapa cowok berbadan kurus ceking dan jangkung itu selalu mengganggu dan membuatnya kesal. Selalu ada saja ledekan yang membuatnya benci kepada cowok itu. Cowok itu juga selalu berhasil membuatnya menahan seluruh emosi sampai di ti...