7th

68 4 0
                                    

"Liz, ngapain lo senyum-senyum gak jelas?" tanya Ezra, abang Eliza yang kini seorang mahasiswa.

"Eh! Jangan masuk sembarangan! Ini kamar gue! Apalagi ini kamar cewek! Gak sopan banget sih lu jadi abang." ketus Eliza lalu melempar bantal kearah Ezra. Ezra yang sudah sigap pun menangkap bantal itu.

"Gak kena." ucap Ezra penuh kemenangan sambil menjulurkan lidahnya.

"Ngeselin banget sih lu! Untung aja gue lagi berbunga-bunga, jadi gue masih punya hati. Kalo gue lagi galau, gue jamin lo bakal kehilangan kepala." kata Eliza lalu menyenderkan dirinya di kursi dekat meja belajar.

Ezra masuk kedalam kamar Eliza lalu duduk di kasur.

"Lah? Siapa yang izinin lu untuk masuk kekamar gue?" tanya Eliza.

"Udah ih, diem. Dasar, adik durhaka. Gue ini capek! Lelah karena kuliah! Gue gak nyangka kuliah bisa sekejam ini." ucap Ezra lebay.

"Untung aja gue masih SMA. Masih bisa main ayunan dulu, bisa naik odong-odong dulu, dan bisa disuapin mami dulu." kekeh Eliza.

"Oh ya, tadi lu bilang kalo lu lagi berbunga-bunga. Dapat cowok? Siapa?" tanya Ezra kepo.

"Bukan dapet cowok! Tapi lagi deket aja." jawab Eliza.

"Cieee... Lagi pedekate dulu, ya?" tanya Ezra.

"Menurut lo aja." kekeh Eliza.

"Sama siapa?".

"Ketua OSIS.".

"Wih, gelo! Selera lo gue gak kuat, bro!" seru Ezra.

Eliza hanya terkekeh pelan.

"Oh ya. Hmmm... Anaknya teman mami siapa sih namanya? Gue lupa. Yang cowok itu loh. Yang dari kecil sering main sama lu." tanya Ezra sambil memain ponsel Eliza yang tergeletak begitu saja diatas kasurnya.

"Axel?".

"Nah iya! Itu dia! Namanya Axel. Lo gak suka sama Axel?".

Mata Eliza membulat. "Kok bawa-bawa nama Axel, sih? Pembicaraan kita jangan ada nama dia. Gue gak suka.".

"Lah? Why?".

"Yah, gak pa-pa.".

"Kalo lo gak suka, berarti, lo suka." kekeh Ezra.

"Abang yang penuh taik banget sih elo itu." cibir Eliza.

"Bahasanya jaga dong, nak.".

"Bodo.".

---:-:-:---

Malam sudah larut, tapi, Axel masih sibuk dengan tugas dari sekolah. Karena tidak kuat, ia merasa bahwa ia benar-benar butuh bantuan.

Diraihnya ponsel miliknya diatas meja belajar, lalu mencoba untuk menelepon Dilan.

Tut-tut-tut...

Tidak diangkat.

Axel mendengus kesal. Tidak mungkin ia menelepon Rey, karena otak Rey sangat jauh dengan kata 'pintar', maka jika Rey datang kerumahnya, sama sekali tidak membantu, malah membuat Axel semakin pusing dan gila.

Otak Axel seketika tidak bekerja sesaat ketika melihat nama Eliza ada di salah satu kontaknya.

Apa gue minta tolong dia aja ya?, Axel bertanya dalam batinan hatinya sendiri.

---:-:-:---

Ezra membuka pintu rumah, melongo saat melihat Axel ada dihadapannya.

He's AxelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang