Drrrrt... Drrrt...
Eliza melirik layar ponselnya yang sejak tadi bergetar, menandakan ada panggilan masuk. Ia membaca caller ID yang tertera. Gino.
Eliza mengerutkan dahi.
Bodo, ah.
Eliza mengedikkan bahunya dan tanpa pikir panjang, langsung menolak panggilan itu. Lalu dimasukkan ponselnya itu ke saku rok abu-abunya.
Eliza berpikir sejenak, sejak berita tentang "Eliza jadian dengan Ketua OSIS" di mading sekolah waktu itu, Eliza memang jadi jarang ikut rapat OSIS dan jarang ke ruang OSIS untuk membantu Gino membawa berkas ini itu. Sekedar menyapa Gino saja sudah jarang. Eliza tahu bahwa Gino tidak ada salah apa-apa. Yang salah adalah orang yang menyebar berita palsu itu dimading.
"Kok telepon dari kak Gino gak dijawab, Liz?" tanya Rachel.
"Gak pa-pa. Lagi males aja. Capek. Palingan dia mau suruh gue urus masalah OSIS lagi." jawab Eliza cuek.
"Bisa aja kak Gino mau meluruskan sesuatu tentang yang dimading itu." timpal Jocelyn dari belakang.
"Iya, Liz. Bisa aja yang dikatakan Elyn benar." Rachel menyetujui ucapan Jocelyn.
"Gak tahu, ah. Gue cuman butuh waktu. Waktu untuk istirahat dari pekerjaan OSIS yang berat. Dan, butuh waktu untuk melupakan berita itu. And I think it takes a lot of time." kata Eliza lalu mendesah pasrah.
Rachel dan Jocelyn hanya bisa saling menatap.
---:-:-:---
"NGESELIN, ANJIR! SEBEL SEBEL SEBEEEL!!!" teriak Eliza didalam toilet perempuan yang sepi. Axel yang kebetulan sedang berjalan melewati depan toilet tersebut hanya mengerutkan dahinya dengan bingung. Ia mengenali suara itu. Suara cewek itu. Ia berhenti berjalan. Axel pun memberanikan diri untuk masuk kedalam toilet perempuan itu.
"Ngapain teriak-teriak sendirian di toilet? Lo gak masuk kekelas?" tanya Axel.
"Xel? AXEL!!!" teriak Eliza lagi dengan kencang, yang membuat Axel spontan menutupi kedua telinganya.
"Jangan teriak-teriak, anjir! Kalo ada guru kedengaran, gimana? Terus kita dihukum deh, mpus." cibir Axel.
"In-ini kan to-toilet cewek, Xel." ucap Eliza gelagapan.
"Yah, terus kenapa?".
Eliza terdiam. Eliza memasang kuda-kuda, gerakan jurus karate nya sedang dipersiapkan. Axel yang menyadari akan hal itu hanya tertawa geli.
"Gue gak bakal macam-macam kok. Mentang-mentang lagi sepi, gue gak mungkin melakukan kesempatan didalam kesempitan." kekeh Axel.
Eliza mendengus jengkel. "Ngomong sih gampang, eh ntar lo malah kebablasan.".
"Gue masuk kesini karena denger lo teriak-teriak. Lagi marah? Marah karena apa? Karena gue?" tanya Axel lagi.
Ini anak kenapa kepo banget sih?, batin Eliza.
"Gue kesel aja, Xel." ucap Eliza lesu.
"Karena?".
"Masa lo gak tahu, sih?".
"Yang berita di mading sekolah itu, bukan?".
Eliza mengangguk.
Axel berdecak kesal. "Nih, gue tanya, elo jadian sama Gino?".
"Kagak.".
"Nah, ya udah. Berarti itu berita palsu. Gak usah diambil pusing." kata Axel dengan entengnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
He's Axel
Teen FictionEliza tidak tahu kenapa cowok berbadan kurus ceking dan jangkung itu selalu mengganggu dan membuatnya kesal. Selalu ada saja ledekan yang membuatnya benci kepada cowok itu. Cowok itu juga selalu berhasil membuatnya menahan seluruh emosi sampai di ti...