"Gino meninggal, Liz.". Hanya tiga kata, tapi sanggup membuat jantung Eliza melongos ke bawah.
Eliza meninggalkan rumah secepat mungkin, tidak peduli dengan tatapan aneh dari abangnya dan mamanya. Ia segera menaiki angkot. Selama perjalanan, pikiran Eliza sama sekali tidak fokus. Matanya berair, napasnya tidak beraturan.
Sesampainya di rumah Gino, kaki Eliza seketika melemas. Kakinya bergetar. Pelayat berdatangan, termasuk teman-teman Gino, dan beberapa guru di SMA Jaya Merah. Tertancap juga bendera kuning di gerbang rumah Gino.
"Gak mungkin. Ini gak mungkin." lirih Eliza.
"Kak Eliza?" sapa seorang gadis dengan lembut.
Eliza menoleh ke suara yang barusan memanggilnya, ia termenung sampai akhirnya ia mengangguk pelan. "Kamu siapa, ya? Apa kita pernah bertemu?".
"Saya adiknya Gino." ucapnya sambil tersenyum kecil kepada Eliza. "Saya Geoni.".
"A-aku dapat kabar dari temen, kalo Gino sudah meni..." suara Eliza sangat parau.
"Yang sabar, kak." Geoni segera memeluk Eliza.
Eliza menahan air matanya untuk tidak tumpah. "Gino meninggal karena apa, dek?".
"Saya ada penyakit ginjal. Kak Gino udah nyari donor ginjal untuk saya, tapi harganya benar-benar mahal, yang kak Gino lakukan akhirnya mendonorkan ginjalnya untuk saya." jelas Geoni.
Eliza tak kuasa menahan air matanya lagi. Ia tidak menyangka, Gino adalah benar-benar sosok yang sangat peduli. Gino seperti pahlawan, pahlawannya Geoni.
Geoni mengeratkan pelukannya pada tubuh Eliza. "Sabar, kak. Gino ada di tempat yang lebih baik.".
Eliza memang sudah putus dengan Gino, meski masih ada kepingan dan kenangan di hatinya yang bertahan bersama Gino, namun ia tidak sanggup menghadapi beban ini. Ia juga tidak menyangka bahwa hal ini akan menimpah Gino Rodriguez.
Geoni melepaskan pelukannya. "Saya mau ngurus proses pemakamannya dulu, ya, kak." ucapnya.
Eliza mengangguk pelan. Lalu, ia merasakan ada seseorang mengusap rambutnya pelan. Ia memutarkan tubuhnya dan melihat Axel tersenyum pahit. "Are you alright, Liz?".
Eliza menunduk. "Gino meninggal, Xel.".
"Iya, gue tahu. Gue nyesel dengan apa yang gue pernah lakuin ke dia. Gue juga udah tahu alasan dia meninggal kenapa, dan dia benar-benar sosok pahlawan bagi adiknya. He saved his sister. Dan gue akan selalu doakan Gino." ucap Axel dengan bibir bergetar.
"Apa pun masalah kalian berdua, gue yakin Gino pasti maafin lu, kok." ucap Eliza sembari mengelus punggung Axel.
"Oh, Gino, lu akan baik-baik aja di atas sana." rapal Axel dalam doanya.
"Udah, lu jangan nangis lagi." kata Axel. Isak tangis Eliza melemah, ia mengangguk perlahan.
Mendengar kabar bahwa seseorang yang kau kenal telah meninggal dunia, rasanya seperti realita yang menghantam dirimu dengan keras.
---:-:-:---
Eliza membanting pintu rumah, wajahnya mendung, matanya sembab, ia berlari ke kamarnya, lagi-lagi membanting pintu.
"Eliz kenapa?" tanya Elizabeth kaget.
"Nggak tahu, ma." jawab Ezra pendek.
"Coba cek adikmu, tuh. Takutnya kenapa-napa." perintah Elizabeth.
Ezra langsung menaruh gitarnya di sofa, lalu melesat ke kamar Eliza. Tepat seperti tebakan Ezra, kamar itu terkunci.
![](https://img.wattpad.com/cover/99247091-288-k752774.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
He's Axel
Fiksi RemajaEliza tidak tahu kenapa cowok berbadan kurus ceking dan jangkung itu selalu mengganggu dan membuatnya kesal. Selalu ada saja ledekan yang membuatnya benci kepada cowok itu. Cowok itu juga selalu berhasil membuatnya menahan seluruh emosi sampai di ti...