22nd

51 2 0
                                    

Kaget betul Eliza ketika melihat Axel dan Mikaela menghampirinya. "Ada angin apa, nih?" tanya Eliza.

"Angin kentut." jawab Axel asal.

Eliza tertawa, Mikaela tidak.

Meskipun tadi Axel bercanda, namun tatapannya dan raut wajahnya kembali serius.

"Eliza." Axel memanggil.

"Apa?".

Axel menatap Mikaela sekilas, lalu menyapu pandangannya balik kearah Eliza.

"Ngomong to the point, dong. Gue harus buru-buru balikin buku ini ke perpus." kata Eliza dengan nada kesal.

"Maksud lo apa nendang betis Mikaela? Narik kerah Aubri sampai sobek, dan dorong Tika sampai sakit?" tanya Axel dengan tatapan sinis.

"Heh?". Eliza kebingungan.

Mikaela yang sedang bergandengan tangan dengan Axel, langsung memberikan senyuman licik kearah Eliza. Eliza yang menyadarinya, menggertakkan giginya keras.

"Lu percaya aja omongan si nenek lampir. Lagian juga bukan gue yang ngelakuin semuanya, Rachel yang ngelakuin! Dan itupun Rachel main kasar ke mereka karena mereka duluan yang cari-cari masalah." tuntut Eliza.

"Bukti? Mana bukti? Ada, gak?" tanya Mikaela sampai mencodongkan tubuhnya kedepan. Axel menahannya.

"Bodo amat kalo lu atau Rachel yang ngelakuin, intinya, elu bisa masuk BP atau berurusan dengan guru bidang kesiswaan." ucap Axel tegas. Tatapan di sorot mata Axel juga menyiratkan suatu amarah. Sesuatu yang belum pernah Eliza lihat dari seorang Axelius Hanska Saverio.

"Ih? Emang Mikaela juga punya bukti?" tanya Eliza.

Axel langsung menunjuk kearah betis Mikaela yang bengkak. Lalu berkata, "Aubri dan Tika juga saksi.".

"Helooow? Gue sama Rachel juga bisa jadi saksi. Asal lo tau aja, gue justru korbannya! Mikaela ngejambak rambut gue kencang sampe botak! Nih, mau lihat rambut gue, ha?!" ucap Eliza geram.

"Udah, Xel. Ngomong sama dia gak bakal selesai-selesai, dia juga gak bakal mau ngaku. Karena pembohong, tetaplah pembohong." Mikaela berkata final.

Eliza bersumpah ingin mencabik-cabik wajah perfect milik nenek lampir itu alias Mikaela begitu ia melihat Mikaela memamerkan senyuman kemenangannya.

"Intinya, gue kecewa sama lu, Liz. Dari dulu elu itu emang pemberontak. Gak ada manis-manisnya. Kalo emang iri sama Mikaela, gak usah main kekerasan juga." ucap Axel sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.

Mendengar ucapan Axel tadi, rasanya jantung Eliza berhenti berdetak kala melihat kilat kecewa dalam pandangan Axel.

Begitu Axel menarik Mikaela agar menjauh dari Eliza, Eliza langsung menahan tangan Axel.

"Axel marah?" tanya Eliza lembut. Meski ia yakin dengan jawaban cowok itu, namun ia tetap bertanya. Wajahnya seperti memohon agar cowok itu tidak marah.

Axel tidak bertenaga. Axel membeku, otaknya berusaha mencerna pertanyaan sederhana Eliza. Apakah ia marah dengan Eliza?

Axel menepis tangan Eliza lalu berlalu pergi bersama Mikaela, meninggalkan Eliza yang masih terperanjat.

He's AxelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang