"Xel, dia ngelihat ke sini." Rey berbisik di dekat Axel sambil diam-diam memutar ujung bola matanya melirik cewek bertubuh mungil dan pendek yang sedang membawa tumpukkan buku.
"Bodo, ah.". Axel berpura-pura tidak peduli. "Ngapain juga dia lihat ke sini.".
"Ya, ngelihatin elo laaah.".
"Ngapain ngelihatin gue? Kan dia udah punya pacar." cetus Axel.
"Yeeeh, kan dia tetep temen lu juga, bro. Bisa aja dia kangen ketemu lu, lu kan jadi gak pernah isengin dia lagi sejak lu tahu kalo dia jadian sama Gino.".
"Gak peduli, ah.".
Rey berdecak kesal sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
---:-:-:---
Axel menghentikan motornya di garasi rumah dan melihat sebuah sedan terparkir manis di depan rumah Eliza. Ia masih mengenali mobil itu. "Mobilnya Gino." gumam Axel.
Tak lama, Eliza keluar dari rumah beriringan dengan Gino disampingnya.
Axel langsung jalan menuju rumah Eliza yang ada disamping rumahnya.
"Eliza, kenapa ada Gino?" tanya Axel.
Gino yang merasa tersinggung, menjawab. "Gak suka? Kan ini rumahnya Eliza, tapi yang rempong kok elu, ya?".
"Ngapain dia disini, Liz?" tanya Axel lagi, sekuat tenaga ia menahan amarahnya.
"Lah, orang gue pacarnya, kok. Masa gak boleh ada disini?" balas Gino sengit.
Eliza yang merasa risih dan tahu hal yang tidak diinginkan akan terjadi, langsung melerai keduanya dengan menahan Axel dengan tangan kanannya dan Gino dengan tangan kirinya. "Mau berantem? Jangan didepan rumah gue, deh. Cari tempat lain aja." ketus Eliza.
"Udah, ya. Gue pulang, Liz. Sampai jumpa besok di sekolah." Gino pamit pulang dan masuk ke dalam mobilnya, meninggalkan pekarangan rumah Eliza.
Tersisa Eliza dan Axel berdiri berhadapan.
"Kenapa sih lu bisa pacaran sama Gino?" tanya Axel.
"Kenapa gak bisa? Dia nembak, gue terima." jawab Eliza enteng.
"Kenapa gak izin gue dulu?".
"Harus izin? Emang elu siapanya gue?" tandas Eliza mantap.
"Gue? Gue temen lu dari kecil." jawab Axel sewot. Ia kehabisan kata-kata.
"Terus? Apa hubungannya sama gue? Elu tuh, suka banget gangguin hidup gue! Suka banget ikut campur kehidupan gue! Suka banget bikin gue marah, kesal, emosi!". Eliza langsung masuk ke dalam rumahnya tanpa mempedulikan Axel yang masih bergeming ditempat.
Karena lu gak tahu tentang masa lalu gue, batin Axel.
---:-:-:---
Bel pulang sekolah berbunyi.
Gino sudah menunggu Eliza didepan kelasnya. Membuat para perempuan menatap mereka berbinar-binar sekaligus iri. Semuanya berpikiran bahwa Eliza dan Gino sangatlah relationship goals.
"Gimana ulangan Fisika-nya?" tanya Gino.
"Gampang! Kan, semalam lu udah ajarin gue." ucap Eliza semangat sembari mengedipkan sebelah matanya.
Mereka berjalan menuju parkiran, namun perjalanan mereka terhenti ketika Axel datang menghampiri mereka.
Tatapan Axel terlihat tajam bahkan dari kejauhan. Matanya setajam elang, seperti sudah siap untuk menerkam mangsanya. Eliza yang sudah kenal Axel sangat lama, yakin bahwa tatapan Axel itu adalah tatapan amarah dicampur kebencian. Sementara Gino, menyadari tatapan tajam Axel itu tertuju untuknya, hanya menyengir.
"Lu mau bawa Eliza kemana?" tanya Axel begitu ia sudah berdiri dihadapan Gino.
"Dia mau ke toko buku dulu." jawab Gino santai.
Axel menatap Eliza sekilas. "Can I punch him in the face?" tanyanya.
"Mau lo apa, sih, Xel?" tanya Eliza dengan nada pasrah.
"Gue gak suka kalo lu deket-deket sama cowok bajingan ini!" bentak Axel.
"Gue bajingan? Tolong buktiin! Karena setahu gue, yang bajingan itu adalah lu! Lu yang selalu ngegangguin hidup Eliza, nah, itu bajingan." cetus Gino.
"Bangsat.". Axel sudah mengepalkan tangannya kuat, siap untuk meninju wajah Gino, namun tangannya ditahan oleh seseorang begitu kepalan kuat milik Axel bergantung di udara.
"Xel, I need you to stop.". Eliza menurunkan tangan Axel perlahan-lahan, anehnya, Axel tidak melawan dan malah menurut. Melihat wajah Eliza yang seperti memohon agar ia tidak melakukan aksinya, membuat hati Axel luluh.
Mata Axel beralih ke Gino, sudut bibir Gino sedikit di naikkan. Membuat Axel semakin muak melihat wajah cowok itu.
Axel pun berlalu pergi tanpa berkata apa-apa lagi. Eliza mengernyitkan keningnya, ia sendiri kebingungan dengan kejadian aneh tadi.
---:-:-:---
Suasana di dalam mobil sangat hening. Hanya ditemani oleh suara derasnya hujan yang menghantam mobil.
"Gino." panggil Eliza.
Entah kenapa, Gino langsung melambatkan mobilnya, lalu menepi.
Eliza hampir hendak bercanda ketika ia melihat ekspresi geram di wajah Gino.
"Gin." Eliza memanggilnya lagi.
"Maaf, gue tadi kebawa emosi doang.". Gino mengucek kedua matanya. "Nah, kenapa? Ada apa?".
"Ehm... Lu sama Axel ada masalah?" tanya Eliza.
"Enggak, kok. Gak ada apa-apa. Why?".
"Kalau enggak, kenapa kalian kayaknya saling benci, ya? Kenapa kalian seperti ada masalah gitu? Do you want to tell me about that?".
Gino berpikir sejenak. Cerita, tidak, cerita, tidak, cerita, tidak. Tidak. Gino tidak akan cerita kepadanya. Tidak mungkin! Dan tidak boleh!
"Gak, kok. Tanya aja sendiri sama Axel-nya. Kayaknya dia tuh yang suka cari masalah duluan sama gue.". Kalimat itulah yang malah terucap oleh Gino.
Eliza menaikkan sebelah alisnya. "Gino, lo sayang sama gue?".
Pertanyaan itu berhasil membuat jantung Gino mencelus, sekaligus membuatnya mengernyit.
Gino tidak sayang, hanya saja ada sebuah rahasia.
"Gino.".
"Eh? Sorry. Ehm, itu, yahh... Kalo gue gak sayang sama lu, ngapain juga gue nembak? Make sense?".
Eliza memicingkan matanya meneliti wajah Gino. Sampai akhirnya ia berkata, "I don't know.".
"Ya udah, lo gak percaya gue, ya?" giliran Gino yang bertanya.
"Lah? Bu-bukan begitu. M-maksud g-gue, a-anu.. Agh! Pikiran gue lagi acak adul! Anterin gue pulang, dong.".
Gino hanya menatap cewek itu, kemudian mengangguk karena kasihan melihat mata memelasnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
He's Axel
Teen FictionEliza tidak tahu kenapa cowok berbadan kurus ceking dan jangkung itu selalu mengganggu dan membuatnya kesal. Selalu ada saja ledekan yang membuatnya benci kepada cowok itu. Cowok itu juga selalu berhasil membuatnya menahan seluruh emosi sampai di ti...