25th

48 2 0
                                    

Semua sudah balik seperti normal.

Sekolah. Yap, back to school.

Namun, seminggu sebelumnya, sejak kejadian Eliza mabuk di club, tentu Axel kecewa besar dengannya. Sehingga, setiap mereka berpapasan, Axel akan membuang muka. Sedangkan Eliza hanya bisa menatapnya sendu. Eliza sadar, apa yang ia lakukan saat di Yogyakarta waktu itu, memang sudah keterlaluan, sudah melewati batas.

Axel juga sudah cerita semuanya kepada Ezra, dan jangan tanya sekesal apa Ezra dengan Eliza. Kecewa besar. Layaknya seorang ayah yang melihat putrinya melakukan hal buruk.

Ezra menghukum Eliza, hukumannya berupa, setiap pulang sekolah tidak boleh kemana-mana, harus sudah ada di rumah. Tentu hukuman itu berat bagi Eliza karena setiap pulang sekolah, ia selalu bermain kemana saja bersama Rachel dan Jocelyn. Hukuman kedua, setiap malam, sesudah Eliza mengerjakan tugas sekolah, ia disuruh menulis "Aku berjanji untuk tidak akan melakukan hal buruk lagi" sebanyak seratus kali di sebuah kertas folio. Hukuman tersebut berhasil membuat tangan Eliza pegal setengah mati. Hukuman terakhir, Eliza tidak boleh nonton TV. Hukuman ini lebih berat daripada yang pertama. Bagaimana Eliza bisa melihat oppa-oppa kesayangannya di drama Korea kesukaannya! Tapi, Eliza tahu, ia berhak mendapatkan semua hukumannya, bahkan kalau bisa, Eliza seharusnya mendapatkan hukuman yang lebih berat. Ezra benar-benar kecewa besar dan lantas Ezra langsung bersikap kebapak-bapakan.

Elizabeth, mama Eliza, belum juga pulang dari Jepang. Tapi Eliza tahu, Ezra pasti akan memberi tahu kejadian dimana Eliza mabuk waktu itu ke Elizabeth. Dan, Eliza takut setengah mati. Memikirkannya saja sudah membuatnya berkeringat dingin. Jika Ezra sendiri sudah sekecewa ini dengannya, bagaimana dengan mamanya?

"Udah makannya?" tanya Ezra.

Eliza menatap roti bakarnya dengan tatapan kosong.

Ezra menjentikkan jarinya dihadapan wajah Eliza untuk menyadarkannya dari lamunannya. "Eh? Maaf, bang.".

"Bengong mulu, sih.".

"Iya, maaf.".

"Janji sama abang, jangan kayak gitu lagi.".

"Iya iya. Maafin Eliza, yah.".

"Iya, lu udah minta maaf seratus kali." kekeh Ezra.

"Gimana, dong? Eliza kan nyesel banget sama diri sendiri. Seharusnya, kalo bisa, abang kasih hukuman yang lebih berat." tuntut Eliza.

Ezra tertawa geli. "Kalo gue kasih hukuman yang lebih berat, untung ke gue nya apa? Ngelihat lo makin derita? Yah, enggak juga kali. Yang penting lo nyadar aja. Nyadar akan kesalahan lo. Dan berjanji untuk tidak melakukannya lagi.".

Mata Eliza berbinar-binar. Lalu memeluk abangnya erat. "Eliza janji gak kayak gitu lagi. Itu yang terakhir.".

"Iya iya. Udahan pelukannya, dan habisin roti bakarnya cepetan. Ntar terlambat sekolah, jangan nyalahin abang.".

Eliza segera melepaskan pelukannya dan terkekeh pelan. Lalu mengingat sesuatu. "Oh, iya. Bang, abang bakal cerita hal ini ke mama?".

Ezra terdiam sejenak. Berpikir dengan apa yang akan terjadi jika dia melaporkannya ke Elizabeth. "Well, hal itu tentu mama berhak tahu. Kan dia seorang ibu, Liz. Mama harus tahu dengan apa yang sudah lo perbuat." paparnya.

Eliza hanya bisa mengangguk pelan dan menyiapkan nyali begitu mamanya sudah pulang nanti.

---:-:-:---

He's AxelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang