Kertas putih yang tadinya bersih berubah menjadi coretan-coretan tinta yang tidak berbentuk. Guru muda berkacamata yang sedang menjelaskan mengenai Perjanjian Versailes pun tak di dengarkannya lagi.
Pikirannya melayang entah kemana. Ia hanya menampakkan tatapan datar yang sulit untuk di tebak.
"CATHERINE ZIVANA," Sarah berteriak kencang, meluapkan seluruh kekesalannya yang sudah memuncak. Kesabarannya habis, sudah hampir tiga menit ia mengajak Ziva berbicara, tapi apa hasilnya? Ia tidak mendapatkan respon apapun dari gadis itu.
"Ya, bu?" Ziva terpelonjak kaget. Ia kira guru sejarah-nya yang telah meneriakinya, ternyata ia salah. Baiklah, untuk kali ini ia aman.
"Hahaha, makanya jangan budek!" seru Sarah sambil memeletkan lidahnya keluar.
Ziva menatap Sarah dengan penuh kekesalan. Bayangkan saja, gadis abnormal itu hampir saja membuat jantungnya copot.
Jika saja membunuh orang tidak berdosa, pasti ia sudah memutilasi tubuh gadis itu menjadi beberapa bagian, kemudian membuangnya ke dalam kandang bebek yang sedang kelaparan.
"Mau sampai kapan lo bengong disini?" tanya Sarah kepada gadis yang sedang duduk hadapannya itu.
Ziva tersenyum licik, lalu berteriak kencang.
"SAMPAI DERVIANO MAU NERIMA CINTA GUE," Ziva segera bangkit dari duduknya, dan melangkahkan kakinya keluar kelas, meninggalkan Sarah seorang diri.
"LO DULUAN AJA KE KANTIN, GUE MAU PACARAN DULU," teriak gadis itu sekali lagi, membuat beberapa pasang mata terpaksa melirik ke arahnya.
"Lah? Buat apa gue nungguin elo kalau ujung-ujungnya ditinggal juga? Dasar teman durhaka!" Sarah menghentak-hentakkan kakinya ke atas lantai, kesal dengan perbuatan Ziva yang suka berbuat seenaknya. Ia pun segera berjalan ke luar kelas, menyusul teman-temannya yang sudah menunggu lama.
*****
Lelaki itu menatap kosong dinding putih yang ada di hadapannya.
Ia menempatkan kepalanya di atas kedua tangan yang ia gunakan sebagai bantal.
Ia juga menyumpal kedua lubang telinga-nya menggunakan earphone panjang berwarna putih, sepertinya lelaki itu sedang melamun.
Kelas paling pojok itu pun hanya dihuni oleh dirinya saja. Mungkin semua teman-temannya sedang mengisi perut di kantin sekolah.
Tanpa sepengetahuannya, ada seorang wanita yang sedang menatapnya sendu. Sudah hampir sepuluh menit gadis itu duduk disana, tanpa berani untuk membuka suara. Namun, di lain sisi, ia juga tidak biasa menghadapi situasi canggung seperti saat ini.
Setelah lama berkutat dengan pikirannya, akhirnya Ziva meyakinkan dirinya untuk mengajak Derviano berbicara. Ya, meskipun ia tahu kalau Derviano akan marah, mengingat bahwa tadi pagi ia sempat mendapat perkataan pedas dari lelaki itu.
"Kamu sedang tidur ya?" tanya gadis itu sembari memukul pelan pundak lelaki yang ada di sampingnya.
Derviano terkejut, ia pun langsung mengangkat kepalanya untuk melihat seseorang yang telah mengganggu jam istirahatnya.
"AELAH! LO LAGI, LO LAGI!!!" teriak Derviano penuh emosi, merasa kesal dengan sosok gadis yang selalu mengusik kehidupannya.
Tanpa mempedulikan kehadiran Ziva, pria itu kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda.
Melamun dengan telinga yang tersumpal.

KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Heart
Novela Juvenil[SLOW UPDATE] Jika mencintaimu harus sesakit ini, aku ingin berhenti bernafas saja. Tapi apa kamu tidak merasa sakit jika harus kehilanganku? Cih, aku bermimpi terlalu tinggi.