EMPAT

1.8K 183 140
                                        

Angin malam tanpa ampun menyiksaku, menciptakan gigil dalam tubuh yang meringkuk kaku. Bibir ku seketika bergetar menggumamkan namamu, lirih tanpa daya.

"Derviano, jangan pergi lagi. Aku takut ... tolong jangan pergi," lirih gadis itu dengan mata yang terpejam. Wajahnya pucat, tubuhnya dingin bagaikan es di kutub utara. Kejadian miris tadi sangat membuatnya menderita.

"Bangun, Ziv," mohon Andre dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Lelaki berkumis tipis itu masih setia untuk menunggui Ziva membuka matanya. Ia sangat tidak tega melihat kondisi adiknya saat ini.

Sangat hancur, menurutnya.

Tadi sore ada seorang pria yang telah mengantarkan adiknya itu pulang. Pria itu mengatakan kepada Andre jika ia telah menemukan Ziva tergeletak tak berdaya di parkiran sekolah. Setelah mengantarkan Ziva, pria itu langsung berpamitan untuk pergi dengan alasan 'Masih ada urusan yang harus diselesaikannya.' Andre pun tak mempermasalahkan itu. Malahan ia sangat berterimakasih kepada pria itu, karena telah menyelamatkan nyawa adik sematawayangnya.

"Air," ucap gadis itu tiba-tiba dengan suara yang pelan.

Mendengar permintaan dari Ziva, Andre langsung bergegas pergi ke dapur untuk mengambilkan segelas air.

Tak beberapa lama kemudian, Andre kembali dengan membawakan segelas teh manis panas ditangannya.

"Nih gue buatin teh manis panas, biar lo gak kedinginan lagi." Andre menatap Ziva dengan tatapan yang lembut sembari menyodorkan sacangkir teh kepada gadis itu.

"Makasih kak," Ziva menerima cangkir putih yang disodorkan Andre dan langsung mendudukkan bokongnya di atas kasur bergambar doraemon sembari meniup-niupkan teh yang mungkin masih panas.

Andre hanya mengangguk saja, ia menelan ludahnya lalu tersenyum pahit. Pikirannya mencelos entah kemana, mungkin ia sedang memikirkan nasib adiknya.

'Sampai kapan lo terus berpura-pura kuat di depan semua orang? lo ngebuat gue sakit Ziv, gue kayak ngerasa gak pantes jadi abang lo. Maafin gue yang gakbisa ngejagain lo, gue sangat minta maaf.' ucap Andre membatin.

"Ziv ..." panggil lelaki itu tanpa melihat Ziva. Ia sibuk menatap ke bawah lantai, seolah-olah ada hal yang menarik disana.

"Hem," jawab gadis itu sembari meletakkan gelas yang sudah kosong di atas sebuah nakas yang berada di samping tempat tidurnya.

"Siapa Derviano?" tanya Andre dengan kening yang berkerut.

Ia sangat penasaran dengan pria bernama Derviano tersebut. Soalnya ia sempat mendengar Ziva terus memanggili nama Derviano saat ia tak sadarkan diri tadi.

"Pacar gue,"

"Oh," Andre mengangguk-anggukkan kepalanya, percaya dengan pernyataan gadis itu. "Kenalin ke gue dong," ucapnya lagi dengan mata yang berbinar-binar, berharap agar Ziva mau menerima tawarannya.

Gadis itu menelan ludahnya pahit.

Bagaimana mungkin ia bisa memperkenalkan Derviano kepada Andre. Pria itu saja selalu menolak kehadirannya. Baiklah, ia tidak boleh terlihat gugup di depan kakaknya itu. Ia tidak ingin ketauan berbohong.

"Oh iya, tadi siapa yang ngantarin gue ke rumah?" tanya gadis itu mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Entah, gue lupa nanya namanya."

"YAHHH!!" Ziva berteriak kencang, meluapkan seluruh kekesalannya sembari memukul-mukul lengan Andre dengan sangat keras.

"SAKIT ANJIR!" Andre meringis kesakitan sembari mengusap-usap lengannya yang terasa perih.

Behind The HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang