LIMA BELAS

1.6K 107 21
                                        


Langit seakan tak bersahabat dengan bumi. Ia menggantikan keindahannya dengan awan hitam yang pekat. Ada apa dengan langit? Mungkinkah hari ini ada yang ingin datang menjadi kenangan? Sebuah nama, sebuah cerita dan beberapa situasi yang membuat ranting terpaksa patah sebelum waktunya.

Di atas sana, awan juga seperti membuka, menciptakan suara gemuruh panjang yang saling bersahutan. Ingin sekali lagi bumi bertanya. Ada apa dengan langit? Apakah langit sedang marah? Atau mungkin saja langit sedang bersedih? Oh ayolah, tolong jawab pertanyaan bumi.

Duarrrrr!!!

Lagi dan lagi. Langit berteriak kencang, meluapkan seluruh kekesalannya kepada bumi yang tak bisa berbuat apa-apa. Langit seakan-akan ingin membuat bumi hancur dengan satu suara yang mampu membuat semua orang mati. Ah, mengapa langit kejam sekali sih? Apakah sulit bagi langit untuk memaafkan kesalahan bumi?

Untuk terakhir kalinya bumi bertanya. Ada apa dengan langit? Mengapa langit harus membuat semua orang bersedih? Ah ya ... Bumi tau. Mungkin ini adalah sebuah pertanda, bahwa sebelum kenangan tiba, satu cerita yang dinanti-nantikan akan berakhir dan menciptakan mendung yang berkepanjangan dengan kesepian tanpa suara.

.
.
.
.
.

Gadis berseragam SMA itu berjalan dengan langkah yang gontai sambil sesekali mengeluarkan siulan-siulan kecil dari dalam mulutnya. Hari ini ia kelihatan lebih ceria dari hari-hari sebelumnya. Ada apa dengan Ziva? Apakah ada seseorang yang telah membuatnya bahagia?

"Pagi kak," sapa gadis itu dengan senyum yang terus merekah di wajah manisnya. Ia berjalan ke arah meja makan dan langsung menduduki sebuah kursi yang terletak di samping Andre.

"Lo sehat?" tanya pria itu sembari meletakkan telapak tangannya di atas kening Ziva. Ia rasa ada sesuatu yang aneh dari sikap gadis itu, bukannya semalam Ziva sedang marah dan ingin membunuh temannya sendiri? Lalu, mengapa sekarang Ziva berubah menjadi gadis yang sangat manis? Bukankah ini menjijikkan?

"Lo kira gue cewek penyakitan? Apa lo gak mikir kalau pertanyaan lo itu bisa menyinggung perasaan gue? Ah, gue sakit hati dengan semua ini," ucap gadis itu dengan dramatis.

"Gadis gila!" jawab lelaki itu dengan suara yang sangat pelan, berharap agar Ziva tidak dapat mendengar perkataannya.

"Gue denger bego."

Wah, dugaan yang salah.

Drtdd ... Drtdd ...

Mama calling...

Dengan mata yang berbinar, Ziva segera menekan tombol hijau untuk mengangkat telepon dari ibunya.

"Hallo ma," gadis itu memberhentikan aktivitas sarapannya dan pergi keluar untuk berbicara dengan ibunya.

"Hallo Ziv, kamu sedang apa?"

Ziva terdiam. Apakah itu hal yang terpenting untuk ditanyakan saat ini?

"Ziva lagi sarapan bareng kak Andre ma. Oh iya, nanti bawain Ziva oleh-oleh khas kota Medan ya ma," gadis itu tertawa sebentar, lalu kembali melanjutkan perkataannya. "Tapi oleh-olehnya buat aku aja, kak Andre jangan dibawain. Dia jahat sama Ziva, hehe ..."

"Gak boleh gitu, kak Andre kan anak mama juga."

"Yahh, kirain kak Andre udah dihapus dari kartu keluarga."

Behind The HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang