SEBELAS

1.6K 146 44
                                        

Di setiap waktu, aku pasrah menunggu hadirmu tanpa ragu dan tanya lagi. Tapi apa yang ku dapat? Kamu telah menyia-nyiakan perasaanku. Lebih baik aku pergi.
-Catherine Zivana-

*****

Gadis bernama Ziva tersebut tampak asik membaca sebuah novel terjemahan yang sengaja dipinjamnya dari perpustakaan sekolah dua hari yang lalu. Ia menyumpal telinganya dengan earphone dan membiarkan alunan musik dari One Direction tersebut berteriak-teriak memekakan gendang telinganya.

Bel tanda berakhirnya pelajaran pun telah berbunyi sejak lima menit yang lalu. Namun Ziva masih tidak bergeming dari tempat duduknya, padahal seluruh teman-temannya sudah beranjak pergi ke lapangan sekolah untuk menyaksikan pidato dari sang idola, Derviano.

"GADIS BERNAMA CATHERINE ZIVANA DIUNDANG UNTUK DATANG KE LAPANGAN SEKOLAH!! SEKARANG!!"

Lapangan sekolah Budi Murni terlihat ramai karena ulah dari Derviano yang sedaritadi terus memanggili nama Ziva, yang membuat siapa saja akan berdecak kesal karena harus menahan rasa iri kepada gadis yang telah dicap murahan oleh seluruh penghuni sekolah.

Derviano tidak melihat tanda-tanda kehadiran dari gadis itu. Kemana Ziva pergi? Padahal ada hal penting yang ingin disampaikan Derviano kepadanya.

Lima menit ...

Sepuluh menit ...

Ziva belum datang juga. Baiklah, ia akan meminta pertolongan kepada siapa saja untuk mencari dan menemukan gadis itu. Sungguh, Derviano sudah tidak tahan lagi untuk berdiri berlama-lama di bawah panasnya terik matahari.

"Temuin gadis itu secepatnya!!"

.
.
.
.
.

"Ziv ..." panggil seseorang sembari menyentuh pundak gadis yang tengah duduk menunduk di pojok ruangan kelas.

Ziva yang merasa dirinya dipanggil pun langsung melepaskan earphone-nya dan mengangkat kepalanya untuk menatap wajah orang yang memanggilnya tadi.

Ziva mengerutkan keningnya ketika ia mendapati kelas yang sudah sepi. 'Ow! Sudah pulang rupanya. Tapi kapan? Kok gue gak denger apa-apa' pikirnya. Ia pun segera memasukkan barang-barangnya ke dalam ransel yang ia letakkan di atas meja.

Ziva ingin pulang secepat mungkin. Ia sudah tidak betah untuk tinggal berlama-lama di dalam kelas terkutuk itu!

"Kacangin aja gue terus," ucap seseorang yang masih betah berdiri di samping Ziva.

Ziva yang merasa dirinya disindir pun langsung mengalihkan pandangannya untuk menatap orang itu. "Aahh ... Maaf. Gue lupa kalau elo ada di sini. By the way lo ada perlu apa sama gue?" tanya Ziva merasa penasaran.

"Derviano nyariin lo. Dia ada di lapangan sekolah," ucap orang itu dengan tatapan tak suka, kemudian pergi begitu saja meninggalkan Ziva seorang diri.

"Derviano nyariin gue?" tanya Ziva pada dirinya sendiri. Ia menampar pipinya, memastikan bahwa yang dikatakan orang tadi benar-benar nyata.

"Sakit ..."

Ziva melongo tak percaya. Bagaimana bisa lelaki itu mencari-cari Ziva? Bukannya kemarin pria itu telah menghina-hina dirinya? Menyuruhnya pergi? Membuatnya malu? Bahkan telah membuatnya menjadi seseorang yang tidak waras.

Behind The HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang