ENAM BELAS

1.5K 92 22
                                        

Sunyi. Kata itulah yang dapat melukiskan suasana malam ini. Tak ada tawa, tak ada canda dan tak ada kebersamaan. Semuanya hilang digantikan oleh tangis, amarah, dan kesendirian.

Tiap-tiap malam, sang tokoh utama selalu menyendiri di pojok kamar sembari memegangi sebuah frame foto yang berisi gambar ibunya.

Hari-hari yang dijalaninya pun semakin buruk. Ia lebih suka mengurung diri di dalam rumah dibandingkan pergi berbelanja ke mall bersama dengan teman-temannya. Ia lebih senang menuliskan kepedihan hidupnya ke dalam sebuah buku diary daripada menuliskan status di berbagai sosial media seperti yang sering dilakukan oleh gadis-gadis remaja seumurannya.

Hidupnya begitu kelam dan membosankan.

Tak ada hal yang menarik untuk diingat ataupun diceritakan.
Semuanya berjalan dengan sangat datar dan kaku, sampai-sampai ia sendiri juga terkadang merasa lelah.

Ia pernah mencoba untuk mengakhiri hidupnya, namun Tuhan tidak membiarkannya mati dengan sia-sia. Tuhan masih ingin melihat perjuangannya dalam menghadapi kehidupan yang kejam.

Meskipun sang tokoh utama tidak tahu, apakah ia sanggup menjalani takdir yang diberikan Tuhan atau malah sebaliknya.

.
.
.
.
.

"Selamat pagi sayang," ucap seorang pria paruh baya sembari tersenyum manis kepada gadis yang tengah berjalan ke arahnya.

Gadis tersebut hanya menganggukkan kepala, enggan untuk membalas sapaan dari ayahnya.

"Kamu mau sarapan apa? Nasi goreng atau roti?" tanya pria itu lagi ketika gadis bernama Ziva tersebut sudah duduk di meja makan.

Diam.

Ziva masih enggan untuk membuka suara. Ia mengambil sebuah roti dari atas piring dan mulai mengolesinya dengan selai cokelat kesukaannya.

"Kalau orangtua lagi ngomong itu dijawab. Mau jadi anak durhaka lo?" tanya Andre dengan sorotan mata yang tajam.

Diam.

Ziva terlihat acuh tak acuh terhadap orang-orang di sekitarnya.

Ia hanya bersikap cuek seolah-olah tidak ada yang perlu diperbincangkan.

"Aelah, nungguin lo ngomong itu sama kayak nungguin hujan di musim panas ya. Sama-sama butuh kesabaran."

Diam.

Andre mengacak-acak rambutnya, merasa frustasi dengan sikap yang ditunjukkan oleh Ziva.

Ini sudah hampir satu minggu dan sikap gadis itu masih tetap sama.

Dingin dan menyeramkan.

Gadis itu layaknya benda mati yang tidak dapat menjawab pernyataan ataupun pertanyaan dari orang-orang yang mengajaknya bicara.

Ia mirip dengan manusia robot.

Ia bukan lagi gadis yang ceria seperti dulu. Semuanya telah berubah, sehingga membuat sebagian orang menjadi penasaran.

"Mau sampai kapan sih lo bersikap gini terus? Lo kira mama bakal senang ngeliat tingkah menjijikkan lo ini? Hm?"

Prang!!!

Behind The HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang