28. Berakhirnya Perang

234 34 1
                                    

Waktu seolah terhenti ketika angin hitam datang dan masuk kedalam topeng hitam yang ditusuk pedang itu dan semua pertarungan tampak terhenti merasakan hal yang aneh pada diri mereka. Suara teriakan yang dalam terdengar dari penunggang kemudian sedikit demi sedikit jubah dan topeng penunggang menciut.

Pedang Prim tertancap di topeng itu, ia tak mampu menarik dan tak mampu pula Prim melepaskan tangannya dari pedangnya. Pedang Prim ikut menciut seperti topeng dan jubah penunggang hitam, menjalar hingga tangannya. Buku-buku jari Prim seolah terlepas dan ia menjerit kesakitan karena tangannya yang ikut menciut serasa seperti dipukuli oleh palu berkali-kali dan itu terus menyebar berlahan hingga siku Prim.

Edward dan Kai menebas semua orc yang terdiam menatap kosong kehadapan mereka dengan sengit dan mencoba mendekati Prim yang masih menjerit kesakitan.

Air mata Prim keluar deras dan wajahnya pucat pasi merasakan sakit yang dialaminya hingga hidungnya berdarah dan dari sudut bibirya tampak setetes darah mengalir.

Tiba-tiba Raja Edmund datang dan menebas pedang Prim dengan kuat hingga patah.

Pegangan pedang Prim terjatuh bersamaan dengan Prim yang ikut jatuh ketanah melepaskan pedangnya. Ujung pedang yang telah patah masih tertancap pada topeng penunggang hitam. Jubah dan topeng penunggang hitam menciut hingga menjadi gumpalan awan hitam yang melayang di udara dengan ujung pedang Prim yang masih setia melekat menancapkan ujungnya yang tajam pada gumpalan itu, hingga akhirnya gumpalan hitam itu meledak menjatuhkan ujung pedang Prim.

Angin berwarna hitam seperti asap mengumpal menerpa siapa saja kesegala arah dengan hebat dan hilang begitu saja.

Para penunggang hitam yang berterbangan di langit berteriak panjang  membalikkan arah dan terbang kembali kearah mereka datang dan hilang di balik pegunungan. Orc besar, kecil dan trol berteriak dan berlarian ketakutan meninggalkan medan perang dan kembali ketempat dari mana mereka berasal. Semua pasukan hanya terdiam dan tak melakukan apa-apa melihat pemandangan aneh itu.

Setelah semua pasukan orc itu pergi ketakutan dan hilang tanpa jejak di balik pegunungan, pasukan kerajaan putih berteriak menyerukan kemenangan mereka dan menegakkan pedang mereka tinggi-tinggi ke langit.

“cahaya bersama kita! Cahaya menang! Jaya Kerajaan Putih” ucap semua pasukan berseru tak perduli yang terluka ataupun tidak, semuanya tampak menangis bahagia telah melewati peperangan yang mengerikan itu.

Raja Edmund yang melihat ujung pedang Prim yang telah patah dan cahaya berwarna putih terang mengambarkan gambaran lekukan-lekukan khas peri mengelilingi ujung pedang itu dan tak lama setelah cahaya pada lekukan itu menghilang diterpa angin sepoi-sepoi yang damai dan awan hitam yang menemani pertempuran itupun berlahan sirna dan langit biru serta matahari yang bersinar tepat di tengah hari menggambar  bahagianya mereka telah melewati peperangan itu.

“Prim.” ucap Kai tiba-tiba datang melihat Prim yang tergeletak di tanah dengan tubuh lunglai tak bertenaga. Ia membalikkan tubuh Prim yang lemas dan terlihat Prim menatap langit dengan penuh suka cita.

Edward datang dan memeluk Prim yang masih tak berdaya. Ia mengedipkan matanya dan mencoba tersenyum simpul kepada Edward. Prim tak dapat merasakan otot-ototnya dengan baik dan penglihatan Prim buram dan semakin lama semua yang dilihatnya semakin tidak jelas dan ia dapat melihat cahaya putih mengaburkan pandangannya.

Prim terbangun dari tidurnya ia memandangi kamar tidurnya yang penuh di hiasi lilin-lilin berwarna putih. Matanya menyusuri setiap sudut kamar dan terhenti di pintu kamarnya yang terbuka dan terlihat Edward tengah bersandar di pintu sambil memandanginya di sana. Prim tersenyum dan mencoba bangun dari tempat tidurnya namun seluruh tubuhnya terasa sakit dan ia tak mampu menggerakkan tangannya sepertinya otot-ototnya lemas dan belum mampu bekerja dengan baik setelah pertarungan itu.

Missing to Another WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang