8. Perpustakaan

347 50 0
                                    

"Akhirnya aku dapat melihatmu. Tadi aku sempat melihatmu sekilas saat kau tertidur namun Raja melarangku untuk melihatmu lebih lama." ucap wanita itu dengan lembutnya seperti Kai berkata-kata penuh dengan irama dan Prim dapat dengan jelas melihat telinga kerucut yang dimilikinya.

"Duduklah. Raja mungkin akan terlambat jikalau sudah berbicara dengan pangeran Kai. Namun kau tidak boleh terlambat karena aku tahu kau pasti lapar." ucap wanita itu mengantarkan Prim ke tempat duduk dan Edward menarik kursi untuk diduduki oleh Prim.

Prim dapat merasakan pegangan tangan wanita yang cantik itu terasa hangat. Ia terus terpesona menatap wanita itu tanpa henti, bahkan ketika wanita itu terus menaruh begitu banyak makanan dipiringnya.

Edward berdeham cukup keras untuk membangunkan Prim dari lamunannya yang terus menatap Ratu Ashily. Prim melihat kearah Edward kemudian Edward menggeleng sambil menunjuk ibunya dengan dagunya yang masih menaruh makanan keatas piring Prim yang cukup lebar.

Prim tersadar dan mengernyitkan dahinya melihat piring yang tengah di isi wanita itu hampir penuh dan membentuk bukit.

"Nyonya.." ucap Prim menghentikan tangan wanita itu.

Wanita itu menatap Prim kebingungan kemudian ia memberikan sebuah senyuman tipis yang hampir membuat Prim kehilangan kontrol lagi.

'Cantiknya bidadari surga' pikir Prim dalam hati memandangi wajah sempurna tanpa cacat yang terpampang jelas dihadapannya.

"Panggil saja aku Ashily. Makan yang banyak." ucap wanita itu hendak mengambil lauk yang lain untuk di taruh pada piring Prim.

"Ibunda Ashily. Aku tidak akan sanggup memakan semua makannya yang kau taruh" ucap Prim menunjuk piringnya yang cukup lebar kini sudah hampir penuh dengan berbagai macam lauk pauk.

"Ibunda? Oh! Kau sangat manis Prim. Apalagi dengan matamu yang hitam kelam membuat semakin indah. Kau ditakdirkan untuk hal yang besar dan menantang. Aku mengerti sekarang kenapa Tursin dan Kai membawamu kemari namun disini tidak ada jawaban." jelas wanita itu duduk di samping Prim menangkupkan jari-jari indahnya di pipi Prim yang sekarang tampak seolah hampir kalah hanya dengan jari-jari cantik itu.

"Kau Ratu Ashily yang diceritakan Kai padaku. Maafkan aku Yang Mulia aku kehilangan akalku." Prim menunduk meminta maaf saat menyadari dirinya sudah memandangi Ratu Ashily tanpa henti.

Ratu Ashily hanya tersenyum menerima permintaan maaf Prim dan melepaskan tangannya dari pipi Prim berlahan.

"Tidak apa-apa, hampir setiap orang melakukan hal yang sama padaku. Namun, sekarang cahayaku sudah pudar bertahun-tahun lamanya. Kecantikan yang kumiliki hanya akan tinggal kenangan. Karena sekarang aku akan hidup layaknya manusia biasa dan ikut menua bersamaan dengan detak jantung suamiku yang akan selalu beriringan dengan detak jantung milikku." Jelas Ratu Ashily yang memegangi dadanya.

"Cahaya?" Tanya Prim memandangi wajah Ratu Ashily yang memang tidak terlalu bercahaya dibandingkan dengan wajah Edward dan Kai.

"Ya.. aku telah membagikan separuh hidupku untuk menyelamatkan hidup suamiku di peperangan sebelumnya." Jelas Ratu Ashily mengingat-ingat masa lampau miliknya.

"Karena itulah cinta dapat membuat hal yang tak mungkin dapat mungkin terjadi." sambung Ratu Ashily di ikuti senyuman manis yang mungkin akan membuat para model cantik di dunia Prim hanya tinggal kenangan.

Prim sesaat berpikir keras mengenai penjelasan Ratu Ashily. Namun, Ratu Ashily memintanya untuk makan terlebih dahulu.

"Kerajaan ini punya perpustakaan?" tanya Prim ditengah-tengah makannya dan menatap Ratu Ashily yang cantik jelita.

Missing to Another WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang