8. Janji

10K 1K 19
                                    

"Jadi berikan aku alasan, kenapa kamu tidak menepati janji." Ayna menatap Imbang sekilas kemudian kembali sibuk dengan tablet yang ada di tangannya.

Imbang menaruh gelas yang dibawanya ke atas meja. Kemudian duduk disamping Ayna yang lesehan di karpet. Ia memeluk pinggang ramping Ayna, kemudian menyandarkan dagunya di pundak gadisnya itu. Mengintip sekilas apa yang dilakukan gadis itu. "Sehari setelah sampai, meeting dengan petinggi langsung menanti, sehingga aku nggak bisa mengabari mu dan itu berlanjut hingga hari terakhirku disana. Jadi maaf ya, Ay. Aku tidak menepati janji." Imbang menggesekkan hidung mancung nya di bahu Ayna. Menggoda gadis itu.

"Memang ada hal penting apa sehingga membuat mu harus berada di Jepang selama itu?" Lagi, Ayna mengajukan pertanyaan yang membuatnya penasaran selama beberapa hari ini.

"Mungkin beberapa waktu kedepan kita akan jarang berduaan seperti ini." Imbang mencuri cium sudut bibir Ayna. Gadisnya itu asik dengan game yang tengah dimainkannya. "Akan ada produk baru yang perusahaan produksi dan itu akan dimulai bulan depan." Imbang menciumi tengkuk Ayna yang terbuka. Karena Ayna hanya mencepol rambut panjangnya.

"Tambah banyak OT, dong?" Ayna menahan wajah Imbang yang mulai bergerilya dengan tangannya. "Geli, Mbang," Ayna tertawa geli karena karena ulah Imbang yang menciumi area lehernya.

Ciuman-ciuman kecil yang dilakukan Imbang berlanjut hingga tanpa sadar Ayna sudah berubah posisi dan sekarang berada di pangkuan Imbang.

Imbang menatap bibir Ayna sesaat sampai akhirnya ia menyatukan bibir mereka untuk saling melepas rindu. Sudah sedari tadi Imbang ingin melakukan ini, mencium bibir gadisnya itu. Menciumnya tanpa ampun. Karena bibir Ayna adalah godaan terberat bagi Imbang. Ciuman panas itu berlanjut hingga beberapa menit. Sampai akhirnya Imbang mengakhiri sesi ciumannya untuk mengambil nafas. "Kamu makin pintar ya, Ay." Ucap Imbang dengan nafas yang masih memburu. Imbang menyeka sudut bibir Ayna yang terkena saliva dengan ibu jarinya.

"Kan kamu gurunya," Ayna berkata dengan nafasnya yang belum beraturan. Ini ciuman terlama yang ia lakukan.

"I'm wanna more, Ayna." Bisik Imbang di telinga Ayna.

"More, what?" Tanya Ayna tidak mengerti.

"Aku ingin kamu seutuhnya, Ayna." Imbang berkata dengan suara serak karena menahan nafsunya. "Tapi, aku tahu kamu pasti menolak." Ucap Imbang dengan nada frustrasi.

Ayna menatap Imbang prihatin. "Not now, Mbang."

"I know?"

"Aku belum siap. Dan aku nggak mau ambil resiko." Ayna beranjak dari pangkuan Imbang dan duduk di sofa yang ada di sampingnya.

"Resiko apa? Kalau soal tanggung jawab, aku bersedia tanggung jawab. Aku akan nikahin kamu. Sekarangpun mau." Imbang menggeser duduknya hingga ia bisa memeluk Ayna dan menaruh kepalanya di paha gadisnya itu.

"Aku tahu. Tapi ini terlalu cepat, Mbang! Aku masih muda. Masih egois. Aku nggak mau nanti, ketika kamu lelah dengan semua sikap ku, kamu ninggalin aku. " Bisik Ayna. Ayna menunduk menciumi kepala Imbang yang ada di pangkuannya.

"Nggak akan, Ayna! Aku nggak akan ninggalin kamu."

"Kita nggak pernah tau, Mbang." Ayna mengusap kepala Imbang sayang.

Ayna sadar akan kebutuhan Imbang sebagai seorang laki-laki dewasa. Di umurnya yang ke 29 Imbang pasti membutuhkan pemuasan akan nafsunya. Tapi Ayna belum siap akan semua itu. Ia tidak mau mengambil resiko lebih. Jangan hanya kenikmatan sesaat ia kehilangan apa yang harusnya ia jaga.

"Okey, aku akan tunggu sampai kamu siap. Dan akan ku buktikan kalau aku serius." Ucap Imbang meyakinkan Ayna.

***

Miracle Untuk UkraynaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang