"Mana dompetnya?" Ayna menadahkan tangan, meminta Imbang menyerahkan dompet miliknya.
"Buat apa?" Tanya Imbang heran, namun tetap menyerahkan dompetnya ketangan Ayna.
"Aku marah sama kamu. Gara-gara kamu, aku telat, trus di warning pak Didi." Ayna menerima dompet Imbang dan memasukkan ke dalam tasnya.
"Trus apa hubungannya sama dompetku? Imbang menatap Ayna heran. Tetapi mengikuti langkah Ayna memasuki sebuah butik besar yang ada di Mall.
"Marah itu bikin aku stres, dan biasanya kalau aku stres bawaannya pengen belanja. Jadi karena kamu penyebabnya, maka aku mau hukum kamu, caranya dengan menguras isi dompetmu." Jelas Ayna.
"Isi dompetku kan punya kamu juga Ay, kalau kamu kuras berarti kamu menguras duitmu sendiri." Bisik Imbang, lalu mengecup kepala Ayna.
"Ya udah, bagus dong." Ayna tersenyum menghadap Imbang, "Ayo kita mulai!" Ayna menarik tangan Imbang menuju rak pakaian yang tadi dilihatnya.
Tiga jam lebih mereka keluar masuk dari satu toko ke toko lainnya. Membeli bermacam-macam pakaian yang diinginkan Ayna, namun diseleksi secara ketat oleh Imbang. Dan tentu saja menyebabkan perdebatan kecil diantara mereka.
"Apa-apaan sih, semua nggak boleh. Masa aku nggak boleh pake dress. Dimana-mana orang senang liat pasangannya feminim, nah kamu, masa nggak ngebolehin aku gitu." Ayna masih saja mengomeli Imbang dan hanya dibalas cengiran tak bersalah oleh pria itu.
"Kamu kalau mau manis-manis, mau feminim pas sama aku aja. Kalau nggak ada aku dekil-dekil aja. Nggak usah gaya-gayaan, nggak usah dandan-dandan cantik. Kamu cuek sama penampilan aja, banyak yang suka, apalagi kalau dandan."
"Maksudnya apa? Aku dekil gitu? Tega banget, ihhh." Ayna mencubit pinggang Imbang gemas.
"Au, sakit Ayna." Imbang menahan tangan Ayna yang masih bertengger manis di perutnya. Mencubitnya dengan sepenuh hati.
Ayna menjauh dari Imbang. Menyudut di kursi food court tempat mereka melepas penat. Menyandarkan tubuhnya ke kaca, Ayna menatap Imbang sebal. "Kalau aku dekil, kenapa kamu pacarin aku? trus nikahin aku? Harusnya orang kayak kamu itu itu nikahnya sama orang yang berkelas, bukan gembel kayak aku?" Ucap Ayna, menatap Imbang sengit.
Imbang mendekat, kemudian merangkul bahu Ayna, membawanya ke pelukannya. "Aku nggak ada maksud buat ngatain kamu gitu. Tapi, yang cuek kayak kamu kan limited edition, one in the million, Ay." Ucap Imbang mengecup pipi Ayna. "Jadi, jangan marah dong Ay, kan kamu yang bilang biar dekil yang penting oke. Lagian dekilnya kamu itu berbeda dari yang lain. Itu yang membuat kamu terlihat mencolok, hingga bagiku, kamu lebih menarik dari yang lain. Dari cewek berkelas yang kamu bilang itu." Ucap Imbang. Gila aja kalau si Nyonya marah, bisa nggak diberi jatah sebelum Nyonya ke Jakarta.
"Alasan aja. Sana jauh-jauh. Aku masih marah sama kamu." Ayna mendorong tubuh Imbang agar melepaskan pelukannya.
"Maafin dulu baru aku lepas."
"Aku kan masih marah sama kamu, artinya aku belum bisa maafin kamu." Ucap Ayna dengan bibir cemberut.
"Ya udah, aku peluk kamu terus sampai kamu maafin aku."
"Ih, nggak malu apa diliatian orang." Ayna menatap sekelilingnya, dimana orang-orang tengah sibuk menyantap makanannya.
"Nggak masalah." Ucap Imbang tidak peduli.
"Terserah kamu, yang penting aku mau makan. Awas!" Ayna menarik makanannya yang dipesannya tadi ke hadapannya. Kemudian menyantap makanannya, tanpa peduli pada Imbang yang hanya bisa menatap lapar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle Untuk Ukrayna
General FictionTakdir memang tidak bisa ditebak. Lontang-lantung selama dua bulan, dan nyaris kehabisan uang, akhirnya Tuhan mengirimkan Imbang untuk Ayna dengan cara yang luar biasa aneh menurut Ayna. Salahkan Falsa, Si ratu dugem teman satu kos Ayna. Fal, biasa...