Ayna hanya diam selama perjalanan dari Nongsa menuju PT. Setelah bertemu Nayaka tadi Ayna lebih banyak diam. Begitupun ketika makan malam tadi. Walaupun teman-temannya berkicau bahwa akhirnya mereka bisa berfoto dengan Imbang dan beberapa orang Jepang, tetep saja Ayna hanya diam. Pun ketika pujian atas penampilannya yang menurut teman-temannya sangat sempurna Ayna hanya tersenyum samar, tidak begitu menanggapi.Nayaka itu benar-benar membuat mood Ayna hancur, sehancur-hancurnya.
Oh, pantesan kamu nggak mau jadi pacarku, ternyata tangkapan mu lebih besar. Dibayar mahal pasti ya. Tapi, kalau kamu mau aku bisa bayar lebih kok.
Ada banyak kata kata yang keluar dari mulut Nayaka, tapi hanya itu yang mampu Ayna ingat. Intinya, dimata orang-orang yang diwakili Nayaka begitulah Ayna. Murahan.
Sebetulnya Ayna ingin memaki-maki Nayaka, ketika pria itu dengan gampangnya berkata seperti itu. Tapi, tiba-tiba mulutnya terkatup rapat. Bibirnya tak bisa digerakkan. Kata-kata yang terangkai di otaknya tak mampu untuk ia keluarkan. Namun ada untungnya juga Ayna tidak mengeluarkan kata kata pembelaan. Toh, percuma saja. Dimata orang-orang dia telah dicap seperti itu, tetap saja salah. Percuma berbicara sampai mulutmu berbuih. Kalau yang kau ajak bicara adalah orang-orang yang menganggap dirinya suci dan kau adalah makhluk hina-dina yang penuh dosa. Percuma. Jadi lebih baik diam. Biarkan waktu yang berbicara.
Lamunan Ayna berhenti ketika mendengar dering dari telpon genggamnya. Ingin Ayna mengabaikannya, tapi percuma, Imbang pasti akan menterornya dengan panggilan-panggilan lainnya.
Ayna mengangkat teleponnya dengan malas, ia sedang tidak ingin berbicara.
"Dimana?" Suara Imbang terdengar sangat marah.
"Dijalan," jawab Ayna singkat.
"Jalan dimana?" Bentak Imbang.
"Aku nggak tahu." jawab Ayna asal.
"Turun dari mobil itu, dan tunggu aku. Dan ingat! jangan coba-coba untuk mematikan atau tidak mengangkat telepon dariku Ayna." Ucap Imbang, kemudian mematikan telponnya sebelum Ayna menjawab.
Sial! Ini semua karena si Nayaka itu. Hingga dari tadi Ayna mengabaikan panggilan dari Imbang dan berujung pada murkanya pria itu.
Padahal Ayna tidak ada maksud apa apa. Ia hanya ingin menenangkan diri sejenak. Tak mau menjadikan Imbang pelampiasan dari emosinya. Maka dari itu ia mengabaikan telpon dari pria itu. Tapi lihatlah, strateginya salah besar. Bukan mendapatkan ketenangan, ia malah mendapat murka dari Imbang.
Ayna duduk dengan gelisah tak tahu apakah boleh memberhentikan mobil sebelum sampai di PT. Memasukkan telponnya kembali kedalam tas. Ayna menatap Melly yang sudah terlelap di sebelahnya, berharap Melly bisa membantu.
"Mel," panggil Ayna.
Tak ada tanggapan dari Melly. Sepertinya temannya itu sangat kelelahan sekali.
"Mel," lagi, Ayna coba membangunkan Melly. Tetap tak ada tanggapan dari Melly.
Ayna beralih ke kursi di depannya, melihat apakah penghuninya masih terjaga, ada Nana dan Zahara.
"Na,"panggil Ayna dari sela-sela kursi.
"Hmmm," Nana memberikan tanggapannya.
"Na, kalau nggak turun di PT boleh, nggak?" Tanya Ayna.
"Boleh. Kenapa? Kamu mau turun dimana?" Nana menoleh menghadap Ayna yang mengintip disela-sela kursi.
"Iya. Aku mau ke tempat Saudara. Jadi nggak turun di PT." Bohong Ayna.
"Bisa kok. Nanti kamu bilang aja sama sopirnya, kamu mau turun dimana. Tapi yang sejalur ya. Nggak muter." Ingat Nana.
"Oh, oke. Eh, tapi beneran boleh ya, Na. Nanti aku nggak dapat masalahkan?" Ayna sekali lagi bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle Untuk Ukrayna
Ficção GeralTakdir memang tidak bisa ditebak. Lontang-lantung selama dua bulan, dan nyaris kehabisan uang, akhirnya Tuhan mengirimkan Imbang untuk Ayna dengan cara yang luar biasa aneh menurut Ayna. Salahkan Falsa, Si ratu dugem teman satu kos Ayna. Fal, biasa...