Imbang segera berlari meninggalkannya ruangannya menuju ruangan data entry begitu mendapat telpon dari Dita. Dia sangat cemas sekali dengan kondisi Istrinya itu. Ada apa dengan Aynanya, kenapa dia bisa pingsan begitu.
"Pak?" panggil Melly begitu Imbang melewati klinik in house. Gadis itu sengaja menunggunya di depan pintu klinik tempat dimana Ayna berada. Ternyata Ayna telah dibawa teman-temannya ke klinik untuk mendapat pertolongan pertama.
Imbang memasuki klinik tempat dimana Ayna beristirahat. Tadi ia sudah bertemu dengan dokter yang kebetulan berjaga. Menurut dokter sebaiknya Ayna dibawa ke rumah sakit, untuk mendapat penanganan lebih lanjut.
"Ay?" panggil Imbang, tangannya mengusap kepala Ayna sayang. "Kan aku udah bilang, bagusnya kamu di rumah aja, istirahat. Tapi kamu bandel, tetap aja ngotot pengen kerja." Imbang bermonolog sendiri. Hanya ia yang berada di ruangan itu. Sementara dokter dan perawat berada di ruangan sebelah, yang hanya dibatasi dengan lemari obat. Walaupun kecil, paling tidak klinik in house ini bisa memberikan kenyamanan untuk karyawan yang ingin beristirahat sampai kondisi meraka lebih baik.
Imbang terus saja mengusap kepala dan mengenggam tangan Ayna, istrinya itu belum juga sadar. Padahal ini sudah 10 menit dari waktu Ayna pingsan.
Tadi Imbang sudah meminta tolong Dita untuk membuatkan permit untuk istrinya itu. Ya, walaupun sakit, yang namanya prosedur harus tatap dilakukan. Setiap karyawan yang belum staf wajib mengisi form permit bila akan meninggalkan area PT pada saat jam kerja masih berlangsung. Gunanya demi keamanan dan keselamatan karyawan itu sendiri. Sehingga bila terjadi sesuatu PT mengetahui keberadaan karyawannya.
"Pak?" Dunny memegang pundak Imbang, membuat Imbang yang sedari tadi menunduk mengangkat kepalanya. "Formnya udah siap, jadi Ayna sudah bisa dibawa ke rumah sakit." beritahu Dunny.
Imbang mengangguk. "Siapin driver dong, Dun, saya pake mobil PT aja." pinta Imbang. Tidak mungkin ia menyetir sendiri ke rumah sakit. Dia butuh driver.
"Okey." Dunny mengikuti perintah Imbang, ia keluar ruangan untuk menelpon driver yang biasanya selalu stanby di lobby.
Imbang segera berdiri dari duduknya, berniat mengangkat Ayna. Tapi terhenti karena Ayna tiba-tiba sadar. Imbang menarik nafas lega. Ia mendekatkan wajahnya kearah Ayna lalu mencium kening Ayna lama. "Gadis nakal, akhirnya kamu bangun juga!" ucapnya pelan.
"Mbang, sakit," Ayna merintih memegangi perutnya.
Imbang mengusapkan tangannya di kening Ayna yang berkerut karena menahan sakit, "Iya, bentar lagi kita ke rumah sakit. Nunggu driver nyiapin mobil dulu. Tahan ya?" Pinta Imbang. Ia tidak tega melihat wajah Ayna yang menahan sakit.
"Udah siap." beritahu Dunny kembali memasuki ruangan.
Imbang mengangguk, "Makasih Dun," Lalu Imbang menaruh tangannya diantara leher dan lutut Ayna kemudian mengangkat tubuh Ayna kedalam gendongannya. Membawa keluar klinik menuju parkiran dimana mobil dan driver telah menunggu.
Imbang tidak peduli pada kehebohan yang terjadi selama ia melewati area yang berada dilantai 1, baik produksi maupun office area. Ia tidak peduli. Ia mengendong Ayna dengan cepat menuju lobby kemudian masuk ke dalam mobil yang telah menanti mereka. Imbang hanya ingin Ayna-nya segera mendapat perawatan.
***
"Mbang, aku takut." Ayna menggenggam tangan Imbang. Tadi Ayna telah melakukan pemeriksaan dan menurut hasil pemeriksaan USG nya, ada kista di perutnya dan harus segera dioperasi karena kistanya sudah besar yaitu 5 cm.
Imbang balas menggenggam tangan Ayna, "Nggak usah takut, operasinya sebentar kok, nggak lama."
"Tapi tetap aja takut." rengek Ayna. "Trus nanti perutku ada bekas jahitannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle Untuk Ukrayna
Narrativa generaleTakdir memang tidak bisa ditebak. Lontang-lantung selama dua bulan, dan nyaris kehabisan uang, akhirnya Tuhan mengirimkan Imbang untuk Ayna dengan cara yang luar biasa aneh menurut Ayna. Salahkan Falsa, Si ratu dugem teman satu kos Ayna. Fal, biasa...