Ayna menguap entah untuk yang ke berapa kali. Padahal hari baru menunjukkan pukul 02.00 WIB. Baru satu jam yang lalu dia break makan. Ayna melakukan gerakan kecil sembari duduk, berharap dapat mengusir rasa kantuknya. Ini malam ketiganya bekerja di second shift. Tapi karena matanya belum terbiasa untuk begadang jadilah Ayna bersusah payah untuk menahan kantuknya.
"Ayna, kamu bawa file ini ke primary, bilang sama Mbak Galuh ini belum di proved sam QA nya. Kita belum bisa input data kalau belum di proved. Suruh cek dulu baru di kirim ke kita." Perintah Dita, mentor Ayna.
"Iya, mbak." Ayna mengangguk tanda mengerti.
Ayna bersyukur ditempatkan di data entry. Kerjaannya mobile, sering di rolling. Kadang ditugaskan di lantai 1, 2, atau 3 dan pindah-pindah divisi. Input data di divisi yang ditugaskan. Jadi anak data entry lingkup pergaulannya lebih luas. Bisa mengenali orang satu gedung.
Beda lagi dengan anak produksi yang apabila ditempatkan di satu divisi akan tetap di sana hingga habis kontrak. Paling cuma rolling sekitaran divisi itu. Pindah dari station ke station yang lain.
Ayna melangkah meninggalkan mejanya menuju primary yang berada di lantai 3. Agar lebih cepat Ayna melangkah menuju lift yang ada disanyap kanan gedung. Lagipula ini tengah malam. Ayna tidak mau ke lantai 3 dengan menaiki tangga.
Meskipun suasana di PT tetap ramai di malam hari. Namun ada spot-spot sepi yang sering dihindari di karyawan di malam hari yaitu kantin, tangga, toilet dan lift. Namun menurut Ayna lebih baik dia naik lift dan menghabiskan waktu beberapa detik daripada dia harus naik tangga dan merasakan sensasi horor yang nyata.
Handphone yang ditaruh Ayna di kantong uniformnya bergetar. Ayna melihatnya sekilas, lalu menaruhnya lagi. Dari operator seluler. Satu -satunya kabar yang ditunggu Ayna saat ini adalah dari Imbang. Sudah 3 hari Imbang pergi, namun tak ada sekalipun laki-laki itu memberinya kabar. Dasar memang lelaki jambu, janjimu busuk.
Malam itu, setelah memberitahu Ayna bahwa dia mendapat tugas selama beberapa hari ke Jepang. Imbang berjanji akan mengabari Ayna minimal sehari sekali. Namun semua hanya bohong. Janji tinggal janji. Dan pantang bagi Ayna untuk memulai. Biar saja, kalau dia merasa butuh dan ingat dengan janjinya pria itu pasti akan menghubunginya. Itu janji Ayna. Dia tidak akan memulai. Walaupun rindu sudah melanda. Tapi gengsi masih meraja.
Ayna memasuki gowning room untuk memakai head cover, shoes cover dan masker untuk memasuki primary dan tak lupa jumpsuit yang merupakan SOP bagi semua karyawan yang akan memasuki beberapa area yang memang harus steril dari partikel.
Setelah merasa SOP, Ayna membuka pintu primary dan melangkah menuju meja yang biasa ditempati oleh PIC yang bertugas pada shift itu.
"Mbak Galuh," panggil Ayna pada seorang PIC yang sedang sibuk dengan dokumen yang ada didepannya.
"Ya," jawab PIC yang ternyata memang bernama Galuh, dilihat dari name tag nya.
"Mbak, kata mbak Dita MO yang ini belum di proved QA primary, jadi kita belum bisa input." Ayna menyerahkan sebuah berkas yang memang sudah dibawanya dari tadi.
"Coba saya lihat," ucap Galuh. Dia membolak balik berkas yang ada ditangannya, lalu berdiri meninggalkan Ayna. "Sebentar, ya!" Ucapnya menuju sebuah ruangan yang dikelilingi kaca transparan.
Ayna melihat sekelilingnya. Terlihat kesibukan yang terjadi diruangan yang sangat luas dan penuh oleh mesin dan orang-orang yang sibuk dengan aktifitasnya. Ayna tak dapat mengenali wajah-wajah orang tersebut karena tertutupi masker. Hanya mata mereka saja yang terlihat. Mungkin hanya name tag yang bisa membuat Ayna mengenali siapa orang yang berada dibalik masker tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle Untuk Ukrayna
Ficção GeralTakdir memang tidak bisa ditebak. Lontang-lantung selama dua bulan, dan nyaris kehabisan uang, akhirnya Tuhan mengirimkan Imbang untuk Ayna dengan cara yang luar biasa aneh menurut Ayna. Salahkan Falsa, Si ratu dugem teman satu kos Ayna. Fal, biasa...