Ayna baru saja selesai mandi ketika dilihatnya Imbang memasuki kamar mereka. "Udah pulang? Pasti pas bell langsung kabur." Ayna menghampiri Imbang yang duduk di sofa yang ada dikamar.
"Emangnya kamu. Lima menit sebelum bell udah siap-siap di pintu." Ledek Imbang.
Kebiasaan operator-operator seperti itu. 10 menit sebelum change shift, biasanya mereka sudah over job pada teman shift berikutnya, menginformasikan apa-apa saja yang harus dilakukan, agar tidak terjadi kesalahan. Dan biasanya itu tidak memakan waktu yang lama. Sisanya mereka akan siap-siap menunggu bell berbunyi dan langsung kabur di detik pertama ketika mendengar bunyi bell. Mereka akan menuju locker room untuk mengganti production shoes, atau mengambil sesuatu yang mereka simpan di loker lalu menuju security pos untuk pemeriksaan dan scanning badge kemudian pulang.
"Oh iya, Bapak kan bos, nggak perlu scanning ya."
"Jangan mulai deh, Ay." Imbang menarik tangan Ayna hingga istrinya itu duduk di pangkuannya.
"Iya, iya." Ayna mengakhiri topiknya. Imbang itu paling sebel kalau ia membahas jabatannya. Mengalungkan tangannya di leher Imbang, Ayna bertanya, "Jadi, kenapa kamu jam segini udah nyamperin rumah?"
Imbang menatap Ayna, memberi ciuman-ciuman kecil dibibir istrinya itu kemudian berkata, "tadi aku ada meeting diluar, karena udah jam pulang juga, makanya malas balik ke PT."
Ayna mengangguk tanda mengerti. "Oh ya, Mbang, dua minggu lagi aku dikirim ke Jakarta." Ayna memberitahu Imbang tentang informasi yang baru didapatnya tadi.
"Iya, aku udah tau." Jawab Imbang.
"Seriusan? Sejak kapan?"
Imbang mengambil tangan kanan Ayna yang dikalungkan di lehernya, kemudian menggenggamnya, "sebulan sebelum kita nikah aku udah tau." Jawabnya lalu menciumi tangan Ayna yang ada digenggamnya.
"Kok kamu nggak ngasih tau aku." Rajuk Ayna.
"Kalau aku kasih tau, pasti kamu punya alasan buat nunda pernikahan kita."
"Yee, siapa bilang."
"Emang kamu nggak bakalan nunda?"
"Tergantung mood sih, kalau moodku lagi baik waktu kamu ngajak, ya aku mau. Kalau nggak ..."
"Tapi mood kamu seringnya nggak baik, makanya tiap aku ngajak nikah kamu suka nyari-nyari alasan." Potong Imbang.
"Hehehe, aku kan masih kecil, Jadi masih labil." Jawab Ayna disertai cengiran. "Tapi kalau aku tau nikah itu enak, dari pertama kamu ngajak pasti aku iya in." Ucap Ayna tanpa sadar. Kemudian langsung membekap mulutnya yang keceplosan.
Imbang melepas tangan Ayna yang menutup mulutnya. Menatap Ayna yang tengah tertunduk malu. "Jadi enak ya nikah itu?" Tanya Imbang dengan senyum menggoda.
Ayna mengangguk malu, "iya." Jawabnya. Kemudian menyembunyikan wajahnya diceruk leher Imbang.
Imbang tertawa melihat reaksi Ayna yang malu malu. Jarang-jarang gadisnya seperti ini. Membelai rambut Ayna yang tergerai, Imbang berbisik, "Aku senang loh Ay, kalau kamu kayak gini."
***
"Jadi, kamu nggak masalah kan, kalau aku ke Jakarta?" Ayna masih menanyakan topik yang sama. Memastikan Imbang memberinya izin untuk tugas ke Jakarta.
"Sebenarnya sih masalah. Tapi, aku nggak punya wewenang buat batalin itu semua." Imbang merebahkan dirinya, menjadikan paha Ayna sebagai bantalan.
"Lama loh, Mbang, dua atau tiga bulan kalau nggak salah." Ayna mengusap rambut Imbang yang tengah tiduran di pahanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle Untuk Ukrayna
Fiksi UmumTakdir memang tidak bisa ditebak. Lontang-lantung selama dua bulan, dan nyaris kehabisan uang, akhirnya Tuhan mengirimkan Imbang untuk Ayna dengan cara yang luar biasa aneh menurut Ayna. Salahkan Falsa, Si ratu dugem teman satu kos Ayna. Fal, biasa...