39. Teman Itu ...

8.6K 1K 102
                                    

"Mbang?" Panggil Ayna yang berada dalam dekapan Imbang. Saat ini mereka berdua sedang bergelung dibawah selimut. Hujan menyapa kota Batam sedari tadi pagi, membuat siapapun pasti malas untuk beranjak dari peraduan. Dan untung saja, ini hari sabtu dan Ayna tidak overtime, sehingga ia bisa bermalas-malasan dalam dekapan hangat Imbang.

"Hmmm?" Imbang bergumam sebagai jawaban. Ia sedang asyik menciumi kepala Ayna, istrinya itu menggerai rambut panjangnya hingga membuat aroma stawberry dari shamponya menguar, membelai indera penciuman Imbang.

"Lapar," Ayna mendongakkan kepalanya, sehingga menghentikan kegiatan Imbang yang tengah asyik menghirup aroma shamponya.

"Mau makan apa?" tanya Imbang. Sekarang tangan pria itu bergerak membelai wajah Ayna. Menyusuri dari alis, hidung dan berlama-lama disekitaran bibir Ayna.

Ayna menahan tangan Imbang yang bermain-main di bibirnya, menggenggamnya erat lalu mengecupnya sekilas kemudian menahannya diantara tubuhnya dan Imbang. "Mau makan bebek bakar yang di Selebriti." ucapnya mengungkapkan apa yang diinginkannya.

"Kan hujan," jawab Imbang pelan. "Jadi gimana kita mau ke sana." lanjut Imbang kemudian.

"Basi banget sih alasannya. Bilang aja mager." Ayna mencubit perut Imbang gemas. "Apa gunanya mobil kalau masih pake alasan kayak gitu." gerutu Ayna dan dibalas cengiran bersalah Imbang.

"Iya, Ay. Aku mager. Keenakan meluk kamu jadinya nggak mau ngapa-ngapain." jawab Imbang disertai senyuman yang menghiasi wajahnya.

"Dasar!" Ayna mengusap sekitaran dagu Imbang. "Lagian aku kan nggak minta kamu yang ke sana. Aku cuma bilang mau makan bebek itu. Apa gunanya kecanggihan teknologi kalau kita nggak bisa memanfaatkannya. Go food dong Imbang sayang. Kamu mah, kalau dingin suka nggak sinkron." ledek Ayna.

"Hehehe, bisa go food ya? aku lupa. Habis kalau udah sama kamu otakku suka nggak sinkron. Apalagi kalau kita peluk-pelukan gini. Aku malah nggak kepikiran makanan. Yang ada ya, cuma bagaimana caranya biar aku bisa makan kamu." jawab imbang, menarik tubuh Ayna lebih rapat lagi dengannya.

"Dasar!" gerutu Ayna, tapi tubuhnya ikut merapat kedalam dekapan Imbang.

***

"Mau ngapain kita habis ini?" Imbang membuang sampah sisa makannya di tong sampah berwarna biru, tempat ia biasa membuang sampah sisa makanan. Dirumahnya Imbang memang mempunyai peraturan bahwa setiap sampah harus dibuang sesuai dengan dampaknya. Kebiasaan baik dari PT yang terbawa kedalam kehidupan sehari-hari mereka.

"Enaknya ngapain?" Ayna balas bertanya. Ia sekarang sedang bersantai di sofa, membiarkan Imbang melakukan tugasnya.

Imbang yang telah selesai dengan tugas dapurnya menghampiri Ayna, ikut bergabung di sofa. Menarik Ayna yang sudah membalut tubuhnya dengan selimut kedalam pelukkannya. "Enaknya sih kita saling menghangatkan, tapi karena kamu habis ..." Ayna langsung mencubit perut Imbang ketika tahu apa maksud dari kata-kata Imbang. Cubitannya lumayan keras sehingga suaminya itu mengaduh kesakitan.

"Aduh sakit Ay." Imbang mengaduh kesakitan, mengusap bekas cubitan di perutnya. "Kenapa kamu hobby banget nyubitin perutku yang eight pack ini sih, Ay." sewot Imbang.

"Habisnya kamu itu." Ayna melepaskan diri dari pelukan Imbang. Kemudian menatap Imbang dengan pipi menggembung karena kesal, namun tangannya mengalihkan tangan Imbang yang sedang mengusap bekas cubitannya. "Eh, tapi mana ada itu eight pack, kalau one pack baru bener." ucap Ayna, tangannya bermain-main di perut Imbang yang biasa-biasa saja.

"Dulu ini eight pack, tapi sejak kita nikah, hilang deh kotak-kotaknya, berubah jadi lingkaran."

"Jadi semua gara-gara aku gitu?"Sewot Ayna. Menjauhkan tubuhnya dari Imbang. Merajuk.

Miracle Untuk UkraynaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang