Sebab sebelum mengenalmu pun aku terluka, maka ditinggalkanmu bukan apa-apa.
***
Salina menutup paksa layar laptopnya, menyandarkan kepalanya yang mulai terasa berat. Ada banyak kata-kata yang mengiang di otaknya, tanpa bisa ia lontarkan, sama sekali tak memiliki makna. Baginya, begitu banyak kisah cinta ala-ala yang merobek semua harapannya. Cerita penuh tawa memamerkan kebahagiaan yang fana. Omong kosong, ketika semua berlomba-lomba menyuguhkan drama dengan mempermainkan air mata ia justru harus menelan pahit-pahit kenyataan yang bahkan menahan butiran itu agar tak jatuh sehari saja adalah keharusan yang nyata.
Ia muak. Cinta. Harapan. Kebahagiaan. Semua semata-mata hanya ilusi yang tak mampu ia rengkuh.
BRAK
Salina mengangkat kepalanya, dengan malas ia bangkit dari posisi semula, melangkah malas dan membuka kenop pintu kayu kamarnya. Bagi Salina, hanya kamarnya lah tempat terbaik selama ini untuk menjadi saksi setiap tumpahan emosi yang seharian ia tahan. Yang tetap kokoh meski dinding menjadi tumpahan lukanya, ia hantam-hantam dengan kepalan tangan penuh dendam. Baginya, hanya kamarnya lah yang setia berdiri di sampingnya saat kakinya sendiri tak mampu menopang beban hidup Salina.
"Lina, hahaha, sini sayang."
Salina membuang napasnya malas, ia menggigit bibir bawahnya kuat-kuat, menahan amarahnya agar kali ini tidak ada benda yang ia lempar untuk menumpahkan emosinya. Salina menghampiri wanita paruh baya yang tergeletak lemas di sofa ruang tengah, wanita dengan penampilan kacau dan rambut terurai itu tengah mengayunkan tangannya memanggil Salina dengan suaranya yang parau. Salina memejamkan mata, membuang napasnya dalam-dalam. Lalu menopang tubuh wanita cantik dengan wajah pucat pasi dengan dahi berkerut dan mata memerah, menangan tangis.
"Lina.... Hahaha." wanita itu masih kacau, suaranya serak-serak basah memanggil Salina. Salina menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur berukuran besar dengan alas bunga-bunga merah yang indah. Kamar berukuran luas dengan perabotan mewah itu terasa lengang. Tetap rapi seperti tanpa penghuni. Salina menatapnya sekali lagi, sorot jengkel bercampur iba mengerjap dari manik matanya yang coklat. Seperti terpatri, sekesal apapun gadis itu pada kelakuan wanita di hadapannya Salina tetap iba dan terluka. Sebab ada air mata yang mati-matian wanita itu tahan di balik sikapnya yang memuakkan.
"Mama, minum lagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Salina
Romance[LENGKAP] Hidupnya nyaris sempurna bagi siapa saja yang melihat dari luar potret kehidupannya. Salina Elira, anak bungsu dari pemilik perusahaan ternama, memiliki kakak laki-laki super penyayang, sahabat-sahabat setia juga kekasih yang tak kalah lua...