Tiga Puluh: Akhir Kata
***
"Cantik semua."
Salina melengos, ia memukul pelan bahu Ibra. Dari tadi Ibra hanya berkomentar hal yang sama. Hingga membuatnya bingung untuk menentukan kebaya modern mana yang akan ia kenakan untuk acara pertunangan mereka. Sementara Ibra sudah selesai dari awal datang ke butik ini. Ia akan memakai celana panjang hitam dengan atasan batik lengan panjang berwarna senada dengan beberapa kebaya yang dicoba oleh Salina. Sedang pada bawahan yang Salina kenakan sudah lebih dulu ia pilih motif yang sama, yang akan dikenakan pada atasan lengan panjang Ibra. Bisa dibayangkan keduanya akan tampak serasi dengan sarimbit yang terkesan manis dan juga modis.
Akhirnya pilihan Salina jatuh pada kebaya warna abu-abu, dengan pita berukuran sedang di bagian pinggangnya yang kecil. Salina meminta Ibra mencoba pakaiannya sekali lagi, dan keduanya sama-sama berdiri di hadapan cermin yang lumayan besar untuk memantulkan bayangan mereka berdua. Salina tersenyum lucu melihat Ibra berpenampilan rapi seperti ini meski rambut pemuda itu masih tidak tertata, ia terkekeh, laki-lakinya bertambah ketampanannya dengan batik lengan panjang berwarna hitam dengan corak abu-abu.
"Saya keren ya?"
Salina memutar bola matanya, lalu menggeleng cepat. Pegawai butik di belakang keduanya hanya menahan senyum mendengar ujaran percaya diri Ibra yang melengang begitu saja pada indra pendengarannya. Salina berbalik,
"Mbak, ukuran pita ini saya minta dikecilin lagi ya, kayanya terlalu besar deh..." pinta Salina sambil menunjuk pita yang melingkar di pinggang rampingnya.
"Bagus kok," sela Ibra memperhatikan, lalu mengangguk-angguk khas juri menilai peserta audisi. Salina menggeleng tidak suka dengan mimik wajah super menggemaskan, hal itu berhasil membuat tangan Ibra buas mengulur ke pipinya dan mendaratkan cubitan kecil di sana.
"Ih, apaan sih!" pekik Salina keget.
"Nggak usah sok imut gitu, udah pake kebaya, kita udah dewasa loh. Mau kawin."
Pegawai wanita dengan seragam serba hitam itu terkekeh geli.
Salina meringis tak enak, "Apaan sih kamu, kawin kawin!" bisik Salina kesal.
"Loh bener kan?"
"Iya sih bener."
Ibra tersenyum menang, ia selalu berhasil membungkam Salina. Lalu gadis itu akan memajukan bibirnya lucu, dan sepanjang jalan akan menggerutu. Melayangkan omelan-omelan lucu khas emak-emak pada laki-laki yang ia pilih dan memilih dirinya. Membayangkan akan mendengar celoteh Salina setiap hari membuat Ibra bergidik, juga tertawa geli. Ia harus mempersiapkan telinganya sedini mungkin agar kuat dan tahan panas.
"Apa?"
"Apa?"
"Kenapa senyum-senyum mencurigakan gitu?" todong Salina begitu memergoki ekspresi kekasihnya.
"Kamu cantik." bisik Ibra, lalu melangkah begitu saja meninggalkan Salina menuju ruang ganti untuk mengganti lagi pakaiannya.
Salina mendengus sebal, lalu memutar tubuhnya ke arah kaca sekali lagi. Setelah puas, ia berbalik pada Mbak-mbak yang dari tadi bertugas mendampingi Salina dan Ibra.
"Kita pesan yang ini ya Mbak, untuk detailnya seperti yang sudah saya jelasin tadi."
"Oke, nanti bisa dibicarakan lagi di bagian kasir Kak. Nanti akan diinfokan kapan kebayanya siap diambil, atau diantar."
Salina mengangguk dengan senyum puas mengembang dari kedua sudut bibirnya. Lalu ia melangkah menuju ruang ganti, dengan sebelumnya menyambar tas jinjing yang dari tadi ia letakkan di meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salina
Romance[LENGKAP] Hidupnya nyaris sempurna bagi siapa saja yang melihat dari luar potret kehidupannya. Salina Elira, anak bungsu dari pemilik perusahaan ternama, memiliki kakak laki-laki super penyayang, sahabat-sahabat setia juga kekasih yang tak kalah lua...