Sebelas

3.5K 275 6
                                    

SELAMAT MEMBACA.

BOLEH KAN MINTA VOTE DAN JANGAN LUPA TINGGALKAN KOMENTAR.

HEHEHE

- pemeluk sepi

***

SALINA memangku dagunya setelah punggung Ibra benar-benar menghilang. Saat itu hujan mulai reda, pikiran Salina tidak bisa bebas dari tatapan sejuk laki-laki itu juga semua penjelasannya yang menurut Salina tidak masuk akal. Dia merasa tidak ingin percaya, tapi kekuatan kata-kata Ibra berhasil membuat Salina terhasut untuk mempercayainya. Bagaimana bisa, Salina yang biasanya tidak peduli mendadak jadi kepikiran seperti ini? Jangan bego Lin, batinnya.

Ayumi baru datang dari kampus, ia sengaja menunggu sampai hujan reda dari pada harus memaksa menuju kafe dengan basah-basahan. Ayumi menyikut lengan Salina, gadis itu terlonjak kaget. Ayumi terkekeh sebentar, lalu menghempaskan tubuhnya di atas sofa, melepas headset yang masih terpasang di kedua telinganya. Salina melengos, kembali memangku dagunya. Andre sedang tidur nyenyak di belakang, cafe in sudah sepi, pengunjung kafe di sudut ruangan yang semula menunggu hujan reda juga sudah pergi dari tadi. Kini hanya ada mereka bertiga, sebab yang lain masih sibuk pada urusan mereka masing-masing.

"Udah jangan dipikirin, nggak cocok lo mikirin cowok kaya dia." sahut Ayumi, sok bijak. Salina memutar kepalanya, lalu kembali melengos. Ah, baru saja Salina melupakan laki-laki tidak tahu diri itu, Ayumi dengan seenaknya mengingatkan kembali.

"Emang seharusnya lo putus, gue kira setahun udah paling lama. Eh, lo malah bertahan dua tahun. Keenakan dia." Ayumi masih nyerocos.

Salina menegakkan tubuhnya, memutar kursi tinggi yang sekarang ia duduki itu menghadap ke arah Ayumi. Salina mengerutkan kening, sedangkan sahabatnya yang ditatap selidik itu hanya mengangguk-angguk sok tahu.

"Jadi lo tau selama ini?"

Ayumi masih mengangguk-angguk. Salina berdiri, kedua tangannya terlipat di depan dada. "jadi lo sekongkol sama dia?" nada suara Salina mulai meninggi.

"Hah? Apa?"

Salina berdecak kesal, "Lo tau kan selama ini?" ulangnya lagi, entah mengapa ia merasa Ayumi tidak mengerti pertanyaannya.

"Tau apaan sih?"

"Lo tau Manda sama Aldo..."

"Nggak lah, gila lo." cibir Ayumi, ia menegakkan sedikit punggungnya. "Maksud gue, gue udah nggak suka aja sama dia dari dulu." jelas Ayumi, terang-terangan. Sejak Salina menerima Aldo menjadi pacarnya, Ayumi memang kurang suka. Tidak tahu alasan jelasnya, Ayumi hanya merasa, Salina dan Aldo tidak cocok menjadi sepasang kekasih.

"Kenapa?"

Ayumi menaikkan bahunya, bertanda ia tidak tahu alasannya yang paling jelas. Salina membuang napas, lalu kembali duduk. Ia tidak berusaha mendesak Ayumi untuk menjelaskan alasannya, ia tidak ingin tahu lagi segala sesuatu tentang Aldo.

Pikiran Salina kembali melayang, ada Manda di sana, ia kembali merutuki diri, mengapa sahabatnya itu begitu tega menghancurkan kebahagiaannya? Bukankah Manda cukup paham kondisi Salina yang tidak baik-baik saja karena masalah keluarganya? Sejenak bayangan Aldo muncul, dia tersenyum menghangatkan dengan menatap Salina dalam. Betapa selama ini Salina keliru menilai Aldo yang ia pikir bisa menyembuhkan luka-lukanya. Ia salah menitipkan hati pada laki-laki yang bahkan menjaga hatinya sendiri pun tidak bisa. Jika saja Reza tahu, ia akan memarahi Aldo habis-habisan, mungkin wajah tampan Aldo akan berubah tak karuan. Salina menyadari, Reza begitu menyayanginya.

Sudah petang, suara langkah sepatu Andre terdengar dari dalam. Rupanya ia sudah bangun dari 'bobok ganteng' yang sering ia agung-agungkan.

"Tidur mulu lo kebo, gaya doang bikin kopi, hadeh." cibiran Ayumi menyambut Andre saat pertama kali ia menjejaki alam sadar.

SalinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang