Dua Puluh Tujuh

2.8K 276 13
                                    

Dua Puluh Tujuh: Rahasia di Balik Senyuman

***

PUKUL delapan lewat lima belas menit. Kantor pusat Erlangga grup seharusnya sudah tutup sejak pukul empat sore tadi, tapi tampaknya beberapa karyawan kantor serta petugas kebersihan masih betah tinggal di kantor. Entah untuk mengerjakan lembur, atau sekedar merapikan berkas yang hampir selesai dan tanggung jika ditinggalkan.

Novi masih sibuk di depan komputer ruang kerjanya, merapikan data-data milik Anita yang beberapa hari ini belum sempat ia jamah.

Tiba-tiba ponselnya berdering, nama Anita tertera di sana. Tanpa pikir panjang, Novi segera mengangkat panggilan tersebut.

"Baik, Bu."

Setelah mengiakan seluruh perintah atasannya, Anita. Novi segera mencari berkas-berkas penting yang sudah Anita sebutkan barusan.

Novi menghela napas panjang, lalu mengembuskan dengan berat. Setelah bertahun-tahun bekerja di bawah perintah Anita, menjadi tangan kanan Anita, ia paham benar segala derita yang tiap hari menghantui wanita paruh baya itu. Awalnya Novi memang bekerja karena butuh uang, tapi lama-lama, pekerjaannya menghadirkan cinta pada keluarga Anita yang berantakan. Pada Salina yang dulu ceria lalu berubah pendiam. Pada Reza yang tegas juga jenaka. Dan memuncak kebenciannya pada Erwin yang gila harta serta tak tahu diri.

Sembari mencari berkas-berkas itu, Novi tiba-tiba dikejutkan dengan kedatangan sekertaris pribadi Erwin Erlangga. Tanpa tedeng aling-aling perempuan dengan rambut panjang yang diikat rapi itu duduk di hadapan Novi.

"Mbak Novi." katanya pelan, setengah berbisik. Novi menghentikan sejenak kegiatannya, menoleh pada Dewi, sekertaris Erwin yang dari dulu mendampingi laki-laki itu bersama beberapa staf lainnya. Mereka sudah saling mengenal sejak zaman mendiang Ayah Anita masih ada. Menyaksikan deretan drama kehidupan keluarga penuh prahara itu. Novi, selaku pihak Anita. Hadi, Rahono berada di belakang Erwin. Sementara Dewi yang masih dalam pertengahan, entah berada di mana ia. Tapi beberapa berkas penting milik Erwin dititipkan pada Dewi.

"Wi, ini masalah penting, saya nggak bisa cerita apa-apa." mengerti maksud kedatangan Dewi, Novi menghela napas sembari menjawab maksud panggilan Dewi.

"Iya Mbak, saya tau. Cuma ini ada beberapa hal mau saya kasih tau ke Mbak Novi. Tapi saya bener-bener harus tau dulu, wanita itu tinggal di mana."

"Wi, saya nggak setaun-dua taun kerja bareng Bu Anita dan Pak Erwin. Saya tau Pak Erwin pasti yang minta kamu datang ke sini nanya di mana mereka kan?"

Dewi menggeleng pasrah, "Bukan Mbak, demi Tuhan."

"Apa lagi?"

"Saya tau satu rahasia, ini lebih berbahaya. Wanita itu berniat menusuk keluarga ini dari samping. Bukan Bu Anita, bukan Pak Erwin."

"Saya nggak ngerti maksud kamu."

"Ah Mbak, saya susah jelasin kalo saya nggak turun tangan ikut selidiki. Makanya saya butuh tempat tinggal wanita itu."

Novi menimang penjelasan Dewi yang masih sulit ia masukkan ke dalam akal pikirannya. Ia menggeleng, tetap kokoh pada pendiriannya untuk tidak memberitahukan kepada Dewi tempat tinggal wanita itu.

"Nggak bisa Wi. Kamu kasih tau aja apa yang perlu diselidiki, nanti biar tim kita yang jalan."

Dewi membuang napas, "Wanita itu nggak tinggal sendiri, saya yakin."

Novi mengerutkan dahinya, masih tidak mengerti. Belum sempat meminta penjelasan, Dewi sudah bangkit berdiri, baru saja mendapat panggilan dari Erwin agar besok ia menyiapkan berkas-berkas yang akan ditawarkan pada perusahaan sebelah. Dewi mengiakan dan berlalu meninggalkan Novi yang berkutat dengan penuh tanda tanya.

SalinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang