Empat Belas: Rahasia
Saat ini Salina merasa seakan waktu berhenti tiba-tiba. Tatapan Ibra yang menghangatkan dan cengkeram tangannya yang berhasil membuat Salina merasa seolah-olah diinginkan. Untuk pertama kalinya Salina tidak protes pada kelakuan Ibra yang selalu tidak terduga. Laki-laki itu melepas kedua tangannya, kembali menghadap lurus ke depan. Membiarkan Salina yang masih menganga tak percaya.
Ibra berdeham.
Salina mengerjapkan matanya, kini ia menggigit bibirnya lalu menarik napas panjang. Ia jadi salah tingkah sendiri mengingat betapa sering laki-laki yang baru saja mengundang degup jantungnya itu ia tolak mentah-mentah. Kini justru berhasil menenangkannya yang semula gundah.
"Bukan mimpi kok." suara Ibra membuyarkan lamunanannya.
Salina mendengus sebal, entah mengapa dalam penglihatannya kini, laki-laki di sampingnya kembali menyebalkan. Kemudian ia bangkit, tanpa merapikan pakaiannya. Gadis itu melangkah cepat, meninggalkan Ibra yang kini ikut berdiri. Laki-laki itu mengikuti langkah Salina yang terburu-buru dengan menahan senyum, paham bahwa Salina menghindarinya karena malu dan salah tingkah.
BRUK
Tidak sampai sepuluh langkah, gadis itu dengan konyol jatuh tersungkur. Ujung sepatunya tersangkut besi jalan hingga dengan terpaksa dahinya mendarat di trotoar. Salina meringis kesakitan sebelum akhirnya Ibra yang sempat tertawa membantu Salina berdiri.
Ibra menangkup wajah Salina dengan kedua tangannya, bibirnya melengkung menahan sisa-sisa tawa. Salina mengerutkan keningnya, kedua alisnya ikut bertaut. Ingin sekali ia menyembur Ibra dengan segala macam omelan karena dengan tidak tahu diri tertawa saat Salina harus merasakan landas bebas di trotoar jalan.
"Sakit?" tanya Ibra, masih berusaha menahan tawanya agar tidak lepas di hadapan Salina yang kini meringis kesakitan. Salina menatapnya sebentar, lalu memutar bola matanya kesal.
"Bego." gumamnya pelan. Iya lah pake nanya, batinnya.
Ibra tersenyum lebar, "Sakit banget?" tanyanya lagi, menggoda Salina.
Salina mendengus.
"Sakit mana sama hati saya?" goda Ibra lagi. Salina menatapnya kesal, mengibaskan kedua tangan Ibra yang masih menangkup wajahnya. Selanjutnya gadis itu mengalihkan pandangannya, enggan berlama-lama menatap wajah menyebalkan Ibra.
Ibra terkekeh geli, lalu kembali menarik wajah Salina dengan kedua tangannya. Mau tidak mau Salina kembali menatap Ibra, memperhatikan bola mata laki-laki itu yang hangat dan menghangatkan. Dari jarak dekat seperti ini, Salina dapat melihat jelas bayangan wajahnya dari bola mata bening milik Ibra. Salina kembali tersadar begitu suara tawa Ibra mulai mereda, gadis itu hendak menarik kembali wajahnya. Berada di posisi seperti ini kembali mengundang jantungnya untuk berdegup kencang, dan Salina enggan salah tingkah lagi.
"Sebentar, saya liat dulu." ucapnya pelan. Salina mengurungkan niatnya.
"Salina..." gumam Ibra, tatapannya serius memperhatikan memar di dahi Salina.
"Hmm?" jawab Salina, malas.
"Kalau diliat dari deket gini, kamu nggak cantik." kata Ibra terus terang. Kali ini ia meniup luka memar Salina.
Salina mendengus sebal. Dasar laki-laki, setelah berhasil membuat terbang tinggi, seenaknya menjatuhkan begitu saja. Padahal perempuan juga punya hati, bisa nyeri bisa perih.
"Emang." sambar Salina sambil menatap tajam Ibra. Bibirnya mencibir, ia gemas sekali, kalau wajahnya tidak dikurung begini, ingin rasanya Salina mencakar wajah Ibra yang baginya sok tampan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salina
Romance[LENGKAP] Hidupnya nyaris sempurna bagi siapa saja yang melihat dari luar potret kehidupannya. Salina Elira, anak bungsu dari pemilik perusahaan ternama, memiliki kakak laki-laki super penyayang, sahabat-sahabat setia juga kekasih yang tak kalah lua...