Lima

3.6K 270 12
                                    

Aku harus pandai-pandai menerka, sebenarnya letak hatimu di mana?

Salina menyisiri tiap menu di kedai es krim ini dengan telunjuknya, memilih yang sekiranya sesuai selera. Aldo masih sibuk dengan ponsel di tangannya, melirik Salina sebentar dan melanjutkan kembali mengetahui gadis di hadapannya asyik memilih. Salina mengangkat wajahnya, tersenyum ramah pada pelayan kedai dan menyebutkan menu pilihannya. Gadis itu beralih menatap Aldo, berdehem pelan hingga pemuda di hadapannya mengalihkan pandangan dari ponsel yang ia genggam.

"Sudah?" Salina mengangguk, lalu tersenyum lebar.

Aldo ikut mengangguk, "Samain aja." Sahutnya, mantap.

Pelayan itu mengulangi pesanan mereka, setelah keduanya mengiyakan, ia buru-buru melangkah dan menyiapkan.

"Tadi dari mana sih, kok telat?"

Aldo mengangkat wajahnya, meletekkan ponsel itu di samping vas bunga.

"Ada urusan mendadak." Jawabnya singkat. Salina mengangguk. "Hm, Tante Anita, apa kabar?" Salina memang sempat menceritakan masalah yang menimpa keluarganya. Ayahnya yang tiba-tiba berubah aneh dan jarang pulang. Juga ibunya yang terluka dan kalap karena sikap ayahnya yang tanpa sadar ikut melukainya. Aldo bersedia menjadi pendengar setianya, menjadi pembasuh luka-luka Salina yang ia biarkan meradang. Bagi Salina, memiliki Aldo bukan hanya kebahagiaan tapi juga keberuntungan.

"Baik, kayanya." Jawab Salina malas, lalu gadis itu tersenyum enggan. Aldo mengulurkan tangannya, menggenggam tangan Salina yang dingin.

"Tadi ada pembeli gitu di cafe, aneh. Ya, enggak aneh sih. Lucu aja. Dia pesen kopi tapi gulanya dikit, terus Ayumi lupa bilang ke Adam. Jadi..."

Ponsel Aldo berbunyi.

Salina menghentikan ceritanya, ikut melirik ponsel yang nyaring berdering di samping vas bunga. Ada nama orang yang tidak ia kenal tertera di sana, menggelitik rasa penasaran Salina. Lantas gadis itu menatap Aldo yang juga tak bergeming.

"Diangkat dulu aja, nggak papa."

Aldo mengangkat ponselnya, menyentuh layar berwarna hijau untuk menerima panggilan.

"Iya?" Sahut Aldo.

"Aku lagi di luar, nanti aku hubungi lagi ya."

"Terus?" setelah menyelesaikan panggilan dengan sepihak, Aldo kembali menatap Salina. Menagih kelanjutan ceritanya.

Salina menatap Aldo, ingin bertanya siapa tapi ia merasa mungkin Aldo punya lingkup sendiri yang menurutnya ia tidak perlu tahu. Tapi rasa penasaran yang menggelitiknya sejak tadi tidak mau kalah, memaksa bertanya mengingat raut wajah Aldo sempat berubah begitu menerima panggilan itu. Salina mencoba tersenyum manis.

"Siapa?" Akhirnya, gadis itu merasa kalah mengendalikan rasa.

"Temen aku. Terus, tadi gimana?"

Salina mengangguk, "Terus..."

"Permisi."

Pelayan kedai yang membawa nampan berisi pesanan mereka memotong ucapan Salina, dengan hati-hati ia meletakkan satu per satu pesanan Salina dan Aldo di meja. Lantas tersenyum, mempersilakan keduanya menikmati hidangan dan melangkah meninggalkan mereka. Salina menarik gelas es krim rasa coklat mendekat ke arahnya, memamerkan senyum lebar menggemaskan begitu menyuapkan sesendok es krim ke mulutnya. Aldo terkekeh, mengabadikan eskpresi lucu Salina dengan kamera di ponselnya. Sontak kedua mata Salina membelalak, merutuki Aldo dengan isyarat-isyarat lucu sebab mulutnya dipenuhi es krim. Aldo terkekeh, menarik tissue dan mengusapkan pada bibir kekasihnya.

SalinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang