Enam

3.7K 290 1
                                    

HAI JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT YA, ITU SANGAT BERHARGA LOH. MAAF JIKA ADA TYPO DAN SELAMAT MEMBACA.

***

Salina masih menggerutu lucu tanpa menjelaskan apa-apa. Damar yang baru selesai menyantap habis nasi kuning hanya geleng-geleng kepala, memilih masuk ke dapur dan membuat segelas es teh manis. Fia dan Ayumi dengan rasa penasaran yang masih di atas rata-rata memaksa Salina bercerita.

"Kenapa sih, Lin?"

Fia mengangguk, menyetujui pertanyaan Ayumi. Salina menoleh ke arah mereka, lalu ia mengalihkan pandangannya ke arah pemuda yang berhasil membuatnya kesal.

"Liat tuh cowok sinting itu, gila, kebanyakan makan makanan pahit kali ya." Salina kembali mengomel, Fia dan Ayumi menganga. Fia menatap Ayumi heran, Ayumi yang merasa diminta penjelasan menggeleng pasrah.

"Dasar cowok diabetes!"

Adam yang baru meneguk air putih mendadak menyemburkan tawanya, hingga celemek hitam putih yang ia kenakan basah terkena semburan air. Fia membelalakkan matanya, berusaha menahan tawa. Ayumi mengangguk setuju, pasalnya dari kemarin ia sudah menduga pemuda itu pasti menderita diabetes.

"Jadi bener dugaan gue?" sambar Ayumi, polos.

Salina mengerutkan keningnya, tidak mengerti.

"Bener apa maskud lo?"

"Dia menderita diabetes?"

"Hah?"

Salina menganga, Fia sudah tidak bisa menahan tawanya, disusul Adam yang ikut terpingkal-pingkal.

"Tuh kan, kasihan banget ya? Masih muda, ganteng, tapi penyakitan." Ayumi masih tidak mengerti.

"Yum, otak lo perlu dikompres kayanya." sahut Adam, masih terdengar sisa-sisa tawa Adam yang renyah. Fia mengangguk, memegangi perutnya yang mulai sakit karena tertawa.

Salina membuang napas kesal, lalu menyetujui perkataan Adam. Otak Ayumi memang perlu dikompres.

"Ternyata, Manda bener-bener punya saingan." Fia ikut menambahi.

"Apaan sih lo, Fi."

"Lo terindikasi kelemotan hakiki."

Ayumi menggerutu kesal, kedua alisnya mengerut hampir menyatu. Salina meninggalkan Ayumi yang masih bertanya-tanya, gadis itu membenarkan ikat rambutnya lantas menyambar nampan berukuran sedang. Meletakkan beberapa minuman pesanan pengunjung dan mulai mengantarkan pesanan satu per satu sambil berdoa dalam hati, semoga saja tidak lagi ia temui pemuda aneh lainnya.

Beberapa menit kemudian, Manda datang dengan senyum sumringah. Pipinya yang tembam semakin naik ke atas membuat kedua matanya menyipit dan terlihat semakin menggemaskan. Disusul Andre dengan tergopoh-gopoh berlari menuju dapur, menubruk tubuh Manda hingga gadis itu hampir kehilangan keseimbangan.

"Apa sih, Ndre. Santai dong santai."

Andre mengangkat tangannya, kali ini laki-laki itu sudah menghabiskan air putih milik Adam dengan sekali teguk. Kemudian Andre melemparkan tas ranselnya ke arah sofa, menyambar celemek miliknya dan mengikat asal. Andre dan Adam memiliki keahlian yang sama, keduanya sama-sama ahli dalam membuat kopi. Mereka adalah barista terbaik milik Cafe in. Mereka berdua sama-sama pernah belajar meracik kopi, meski di tempat yang berbeda. Andre memilih terbang ke Italia, sementara Adam tidak jauh-jauh, ia hanya memilih Barista School Malang sebagai tempatnya belajar. Bagi mereka barista bukan hanya 'tukang meracik kopi' melainkan seorang seniman yang dengan lihai menggerakkan tangannya demi takaran yang pas.

SalinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang