- Eightteen

1.5K 197 32
                                        

Author POV

Sudah seminggu lamanya Allison dan Harry berada di LA, kini mereka sedang bersiap-siap untuk kembali ke New York. Kondisi Kris saat ini sudah benar-benar pulih, maka dari itu Allison dan Harry memutuskan untuk kembali dengan alasan pekerjaan dan kuliah.

"Jaga dirimu baik-baik ya sayang, belajar yang rajin! Jangan berbuat yang macam-macam." Nasihat Kris memeluk Allison. Sedangkan Allison sudah menangis sambil menaruh dagunya di pundak ibunya.

"Ya, mom juga harus selalu sehat! Jangan sakit lagi." Balas Allison.

Kris melepas pelukannya kemudian beralih menatap Harry yang sedang berbincang ringan dengan Sierra. "Harry ..." Panggil Kris.

Merasa terpanggil, Harry pun menoleh. "Ya?" Kris berjalan mendekat lalu memegang kedua bahu laki-laki itu. "Aku titipkan Allison padamu ya. Tolong jaga dia, aku sangat mempercayaimu."

Kata-kata yang terlontar dari mulut Kris bagaikan sebuah tamparan bagi Harry. Lagi, setelah Allison berkata seperti itu saat dirumah sakit kini ibunya pun juga berkata hal yang menurutnya sebagai sebuah tamparan. Jaga dia, aku sangat mempercayaimu. Kata-kata itu seolah menyindirnya, seandainya Kris mengetahui apa yang sebenarnya telah Harry lakukan pada anaknya. Akankah ia berkata seperti itu?

Kurasa tidak. Bahkan sepertinya, Kris akan menjauhkan Allison darinya, atau lebih parahnya mungkin Kris tidak akan mau menatap wajah Harry lagi. Ya itu bisa saja terjadi.

Dengan sedikit ragu, Harry mengangguk. "Tanpa kau suruh, akupun pasti melakukan nya Kris. Tenang saja." Balas Harry menampakkan kedua lesung pipinya. Kris mengangguk sambil menepuk pelan bahu Harry. "Good then," ujarnya.

Mereka pun berjalan meninggalkan Kris dan Sierra yang kini sedang melambaikan tangan, tanda perpisahan. Ingin rasanya Allison untuk tinggal disini lebih lama, jika saja ia tidak mengingat ujian akhirnya yang sudah semakin dekat dan ia yang ketinggalan banyak materi pada seminggu ini.

Kini Harry dan Allison sedang duduk diruang tunggu, menunggu pesawat yang akan membawa mereka pulang ke New York siap. Secara otomatis, Harry mengalungkan tangan nya dileher Allison. Menarik Allison untuk mendekat. "Aku tahu kau sedih meninggalkan mom dan adikmu, tapi jangan diam seperti ini. Kau terlihat seperti Allison yang lain, bukan Allison yang kukenal." Ucap Harry membuat Allison tertarik untuk membalasnya.

"Memangnya kau kenal berapa Allison?" Tanya Allison jahil, ia mendongak sedikit untuk melihat wajah tampan milik kekasihnya. "Banyak, dan rata-rata orang yang bernama Allison itu cantik ya," Harry menjawab pertanyaan Allison dengan asal, bermaksud untuk menjahili kekasihnya balik.

"Tentu saja. Tapi hanya aku yang paling cantik, bukan begitu?" Kata Allison percaya diri.

Harry memutar bola matanya malas sedangkan Allison tertawa keras melihat reaksi Harry. "Akui saja Harold! Kalau tidak, kau tidak mungkin menjadikan fotoku sebagai lockscreen di ponselmu!" Lanjutnya lagi.

Harry membulatkan matanya kaget ketika Allison berkata seperti itu, bagaimana dia bisa tahu aku menjadikan fotonya sebagai lockscreen ku? Apa dia membuka-buka ponselku? Batin nya mulai tak tenang. "Hey, bagaimana kau bisa tahu?" Tanya Harry berusaha untuk bersikap setenang mungkin, supaya Allison tak curiga.

Bukan bermaksud untuk menyembunyikan sesuatu dari Allison, tapi Harry hanya takut Allison membaca pesan yang akhir-akhir ini sering Valerie kirimkan untuknya. Well, sebenarnya sih itu sama saja kan?
"Aku tak sengaja memencet tombol home di ponselmu saat itu, eh ternyata aku malah melihat kembaran Kendall Jenner disana." Jawab Allison terkekeh, Harry menghembuskan nafasnya lega.

"Kau terlalu percaya diri sayang," Kemudian Harry ikut terkekeh.

Setelah cukup lama duduk menunggu, akhirnya pemeberitahuan untuk segera menaiki pesawat terdengar. Harry bangkit dari duduknya lalu menarik tangan Allison untuk berdiri dan berjalan menuju pesawat. Entah mengapa Harry sangat semangat untuk kembali ke New York. Meskipun ia hanya bisa berada disana selama 3 hari sebelum dirinya harus kembali menyelesaikan pembuatan albumnya kembali di London.

 NEW YORK CITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang