- Twenty six

1.5K 205 27
                                    



Allison POV

Suara berisik yang dihasilkan oleh bell yang berbunyi dengan nyaring sukses membuatku yang tadinya sedang tertidur dengan pulasnya menjadi terbangun. Ugh siapa yang berani mengganggu tidurku pagi ini! Batinku mengamuk.

Dengan setengah sadar, aku turun dari ranjang yang kelewat empuk ini lalu berjalan gontai menuju pintu. Ketika aku membukanya, nampaklah seorang pria tampan yang sudah rapih dengan kemeja putih serta jas hitam di lengan nya. Astaga mengapa Justin bisa berada disini?

"J-justin?"

"Morning sleepyhead, kuharap kau tidak melupakan pertemuan kita dengan client hari ini," ucapnya. Aku menyenderkan kepalaku pada pintu, sambil berusaha mengingat-ingat tentang pertemuan dengan Client hari ini.

"Oh astaga! Bagaimana aku bisa melupakan nya?!" Begitu mengingat janji dengan salah satu
Client aku langsung buru buru masuk dan bersiap.

"Tunggulah sebentar disofa itu, jika kau tidak keberatan," aku berkata sambil mengubrak-abrik isi koperku. Mencari baju yang cocok.

Tanpa sepatah kata apapun Justin langsung masuk dan duduk disalah satu sofa yang tersedia dikamar hotel ini. Sedangkan aku membawa pakaian serta alat-alat mandiku lalu masuk ke dalam kamar mandi. Semoga Justin tidak marah karena ia harus menungguku.

Sekitar 30 menit aku keluar dengan pakaian formal yang biasa kugunakan untuk ke kantor. Justin tengah sibuk dengan ponsel digenggaman nya, maka dari itu aku segera mengambil tas yang untung nya sudah kusiapkan semalam.

"Ayo Mr, kurasa aku sudah selesai." Justin menolehkan pandangan nya kemudian bangkit dan berjalan kearah pintu, aku hanya mengikutinya dari belakang.

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi waktu London, mengingat jadwal pertemuan kami dengan client itu pukul sepuluh jadi kami langsung memasuki mobil dan langsung menuju ke tempat yang sudah ditentukan sebelumnya.

Selama diperjalanan, baik aku maupun Justin hanya saling berdiam diri. Mungkin ia marah karena aku yang bangun kesiangan tadi? Atau ia lapar? Karena jujur aku merasa sangat lapar. Tidak ada makanan apapun yang masuk kedalam perutku sejak semalam.

Aku memutuskan untuk melempar pandanganku kearah jendela, melihat suasana kota London pagi ini. Banyak orang yang berjalan dengan terburu-buru dengan pakaian kantornya dan ada pula yang berjalan santai dengan pakaian olahraga serta sebotol minuman isotonik atau air mineral digenggaman nya. Beberapa juga ada yang sedang mengayuh sepedanya.

Tiba-tiba aku merasakan bahuku dicolek, sontak aku menengok kesamping. "Makanlah, aku tahu kau belum sempat sarapan. Begitupula denganku," Justin memberikanku sepotong sandwich yang ntah dari mana ia dapatkan.

"Thanks,"

Ia hanya tersenyum lalu memakan sandwichnya.

Aku dan Justin lagi lagi makan dalam keadaan diam. Ini aneh, karena biasanya kami tidak pernah berdiam-diaman seperti ini. Bahkan saat di kantor pun, selalu ada topik yang kami bicarakan setiap bertemu.

Baru saja berniat untuk membuka suara, mobil yang kutumpangi berhenti disebuah gedung. Kurasa ini kantor client kami. Dengan begitu aku segera melahap gigitan terakhir sandwichku lalu meminum air mineral yang Justin berikan dan kemudian turun, kulihat Justin tengah berdiri didekat pintu kaca otomatis menungguku.

Lihat? Bahkan ia tak mengatakan sepatah katapun.

Kami memasuki gedung tersebut dan betapa takjubnya aku ketika melihat interior yang terdapat disini, sangat terkesan elegan dan menenangkan. Begitu juga dengan pekerja-pekerja nya yang kelewat tanggap dan ramah.

Baru memasuki pintu masuk, kami sudah disambut oleh satu orang pria dan satu orang wanita yang menunjukkan kami letak ruangan Mr. Philips , client kami. Sungguh, aku sudah bisa merasakan hawa hawa baik selama berada disini.

***

"Justin!" Orang yang kupanggil menoleh, menaikkan satu alisnya.

Sedari tadi memang ada yang aneh darinya, aku tahu itu. Jujur ini membuatku merasa kurang nyaman berada didekatnya. "Is everything okay?"

Ia masih diam tak mengeluarkan suaranya melainkan mengangguk sebagai jawaban. Aku mendengus, "Ada yang tidak beres denganmu, kau marah padaku ya?" Bukan nya menjawab ia malah melanjutkan jalan nya.

Kami baru saja menyelesaikan meeting dengan client dan saat ini kami sedang dalam perjalanan menuju salah satu tempat makan yang katanya menyajikan makanan terenak di London.

Jarak dari gedung tadi dengan tempat makan itu tidak terlalu jauh jadi aku dan Justin memutuskan untuk berjalan kaki saja, sekalian menikmati suasana kota London disiang hari yang terik ini.

"Allison, bisakah kau berjalan lebih cepat? Aku sudah lapar," Akhirnya Justin membuka suaranya. Kini giliran aku membalasnya, tanpa berkata apa-apa aku mempercepat jalanku sampai sampai aku berada di depan nya.

Terdengar kekehan nya dari belakang, kemudian aku merasakan tanganku ditarik. "Ayolah, aku tak apa-apa. Hanya sedang banyak fikiran." Ucap Justin berusaha menyamai jalan nya denganku.

Aku hanya meliriknya sebentar lalu tetap melanjutkan jalanku.

Dipersimpangan jalan tidak sengaja ada seseorang yang menabrakku, ia terlihat sangat terburu-buru hingga menabrakku cukup kencang. Dan dengan lemahnya aku hampir saja kehilangan keseimbanganku, untung Justin dengan sigap menahan badanku.

"Hey, hati-hati man!" Justin tidak terima, orang itu memakai topi juga kacamata hitam sehingga aku tak bisa melihat wajahnya dengan jelas.

Ia mengucapkan maaf berkali kali sebelum akhirnya aku berkata bahwa aku tidak apa apa, lalu ia pun pergi dengan langkah yang terburu buru.

"You okay?" Tanya Justin dengan nada khawatir. Aku mengangguk sebagai jawaban. Ia pun mengambil tangan kananku lalu menggenggamnya, "Kau masih kuat berjalan? Uh, restaurant nya sudah terlihat dari sini,"

Lagi lagi aku mengangguk, "Oh please ... aku hanya tak sengaja tertabrak oleh orang. Bukan nya tertabrak mobil, jangan berlebihan."

Aku terkekeh, lalu kami melanjutkan berjalan kaki menuju restaurant yang ternyata sudah dekat dari persimpangan tadi.

Justin menggenggam tanganku dengan protektif membuatku merasa aman dan nyaman disaat yang bersamaan. Oh, sudah lama aku tidak merasakan perasaan ini.

Memasuki kedai, kami langsung disuguhkan oleh interior restaurant yang mayoritas terbuat dari kayu. Bukan hanya itu, wangi kayu manis yang tercium cukup tajam disini membuat suasana menjadi terkesan lebih menenangkan.

Ah, mengapa aku tak mengunjungi tempat ini saat bersama Harry dulu?

Eh tunggu, apakah aku baru saja memikirkan lelaki keriting itu lagi? tidak, tidak. Aku tidak boleh memikirkan nya lagi, hidup harus berjalan kedepan. Yang artinya aku harus move on.

"Earth to Allison!" Sentakkan Justin memyadarkanku, astaga hal ini selalu terjadi ketika aku sedang memikirkan Harry.

"E-eh, ya?"

"Kau mau pesan apa?" Justin bertanya, bahkan aku tak sadar jika dihadapanku sudah ada buku menu dan seorang pelayan sedang berdiri disampingku, menungguku untuk menyebutkan pesananku.

"Aku ingin steak saja dan juga coke,"

Pelayan itu mencatat pesananku kemudian pergi untuk mengantarkan nya ke koki. Tinggalah aku dan Justin dimeja ini, entah ini firasatku saja atau apa tapi aku merasakan Justin memperhatikanku dengan senyuman yang tidak dapat kuartikan.

"Mengapa kau menatapku seperti itu huh?" Aku menaikkan salah satu alisku. "Tak apa, aku hanya—"

"Allison?"

Seseorang memanggil namaku, sontak akupun menengok dan melihat seorang pria yang sebenarnya sangat kuhindari atau bahkan aku sama sekali tak berharap untuk bertemu dengan nya disini.

"H-hey ..."





.
Gue libur 2 hari yey!
Rencana nya mau update lagi besok atau lusa, eh tapi tergantung vomments nya sih:p

 NEW YORK CITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang