DELAPAN

270 29 0
                                    

Hari hari berikutnya tidak ada yang berubah dari Kathryn, namun sifat Kath pada Gavin sedikit berubah. Yang biasanya tidak pernah merespon seseorang, apalagi cowok. Dan itu membuat Gavin tidak henti hentinya tersenyum.

Kath menjawab dengan gumaman apapun yang di pertanyakan kedua sahabatnya itu "Lo tuh ya. Jangan 'hm hm' aja apa Kath" geram Aura.
"Kita itu pengen sekali kali denger kalimat panjang dari mulut lo. Paling engga sepuluh kalimat Kathryn. Sepuluh kalimat" tukas Emely geregetan.
"Hm" jawabnya datar.

Kath memperhatikan penjelasan guru Matematika di depannya, sekaligus wali kelas Kath. Tapi pikirannya entah kemana. Kejadian sejam yang lalu, membuat jantung Kath tak henti hentinya berhenti berdebar. Setiap bertemu Gavin, Kath merasa ia selalu nyaman dengan laki laki bermata abu abu itu, ia merasa -
"Kathryn Cristhine Petrov. Kerjakan soal di papan tulis!" Perintah bu Ida, membuyarkan lamunan Kath tentang sosok yang selalu mengganggunya. Gavin.

Kath berjalan menuju papan tulis, mengerjakan 5 soal sekaligus dalam waktu kurang dari 1 menit, kemudian kembali ke tempat duduknya. Semuanya menatap Kath melongo termasuk wali kelasnya itu. "Lo tau ga Kath. Lo keren banget sumpah. Itu soal susah banget ya. Lo ngalahin Sisca yang katanya paling pinter se antereo Taruna" Kath hanya menggumam merespon ucapan Aura di sampingnya.
"Jadi si cabe paling pinter toh disini" batin Kath membayangkan Sisca paling pinter di Taruna, seorang cabe dengan make up manor ternyata murid yang pintar.

"Berarti kamu mendengarkan penjelasan saya Kathryn"

"Hanya orang bodoh yang tidak bisa mengerjakan tugas mudah itu"

Kring... Kring... Kring...

"Baik, sampai sini materinya sudah selesai. Minggu depan kita ulangan" ujar guru Matematika, keluar kelas. Kath memasukkan buku bukunya cepat
"Gue duluan" Kath menjalankan mobilnya keluar dari parkiran Taruna, menyisakan Aura dan Emely yang sudah tau betul bagaimana sifat Kath.
Mobilnya terhenti ketika seorang lelaki dengan tubuh tegap berdiri di depan mobilnya sembari merentangkan kedua tangannya "Kathryn"
Kath tetap di dalam mobil, memperhatikan Gavin yang masih setia berdiri. Gavin berjalan mendekat, mengetukkan jarinya ke kaca mobil pengemudi. Kath menurunkan Kaca mobilnya dengan sebelah alis yang terangkat.

"Lo bareng gue"

"Ga"

"Bareng gue"

"Kalo gamau?" Tanyanya.

"Kalo engga gue bakal kempesin ban mobil lo sekarang" ucapnya mengeluarkan paku dari kantung celananya.
Kath mendengus "Hm"
Gavin tersenyum penuh kemenangan "Ayo" ujarnya membuka pintu mobil Kath. Kath keluar sebelum menaikkan kaca mobilnya, mengunci mobilnya.
"Ntar mobil lo biar orang suruhan gue yang nganter" ucap Gavin di sela sela menyetirnya. Kath tidak merespon, ia hanya melihat kearah jalanan "Jantung gue kenapa lagi nih" batin Kath.

Gavin tersenyum penuh kemanangan. Menurutnya, ia ingin selalu Kath bersamanya. Tidak taukah jika dirinya sekarang mengejar perempuan? Sangat tau semenjak pertama kali bertemu dengan Kath di Cafe beberapa bulan yang lalu.

Minggu depan sudah semester satu. Kath akan memfokuskan pelajarannya selama ulangan berlangsung "Makan dulu ya. Gue laper" Gavin merasa Kath tidak merespon karena memang sudah kebiasaannya, namun ternyata Kath tertidur?
Gavin menepikan mobilnya, mengangkat dagu Kath kearahnya, memperhatikan wajah damai Kath, tidak seperti kelakuannya, cantik, manis, hidung mancung, sempurna. Itu yang Gavin deskripsikan.

Bagaimana Gavin bisa mengantar Kath pulang jika dirinya saja tidak tau alamat rumah Kath. Gavin menepuk pipi Kath berkali kali, Kath sadar saat dirinya ternyata berjarak sangat dekat dengan Gavin "Gimana gue mau anter lo? Gue aja gatau alamat rumah lo" bisiknya,
Kath mengambil kartu pelajar dari dalam tasnya, bermaksud memberi tau Gavin alamat rumahnya melalui kartu berwarna abu abu itu.

The Memories Left BehindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang