MASIAK
(Pedas)Apa gunanya hidup jika tidak makan indomie? Tidak ada. Henokh dan Debb setuju. Henokh malah lebih setuju jika aktivitas itu melibatkan banyak cabe rawit dan kerupuk jange. Debb tidak terlalu yakin di bagian 'kerupuk jange' (karena belum ada gambaran tentang bentuk kerupuk jange ini), tapi cabe rawit jelas adalah sesuatu yang mustahil untuk ditolak. Semua setuju. Bahkan cuaca di luar sana pun setuju. Alam berbaik hati menurunkan hujan untuk membuat ritual makan indomie ini akan menjadi teramat sempurna.
Tapi bapak Charles, - seperti setiap orang tua pada umumnya - , tentu saja tidak setuju. "You DON'T eat instant noodles!", kata Bapak di telepon. Menekankan setiap kata, seolah Debb adalah seorang anak berumur lima tahun yang ngotot untuk mengunyah kalajengking. "But, I'm with Henokh, pak! Ini idenya dia!". Debb bisa merasakan kalau bapak tiba-tiba tersenyum di ujung sana, dan ya, akhirnya setuju.
"Baiklah, kalau di luar memang hujan!" kata Bapak. Tapi Debb tahu bahwa ini tidak ada hubungannya dengan hujan. Bapak hanya senang karena dia dan Henokh akhirnya bisa melakukan sesuatu bebarengan. Sepertinya bapak memang sangat niat dalam proyek perjodohan ini.
Mereka baru saja pulang dari rumah sakit menjenguk Duma dan memutuskan untuk memasak indomie sesampainya di kontrakan Debb.
"Biar aku sendirian aja yang ngerjain, iban nonton aja atau ngelamun!" Kata Henokh sambil menyiapkan peralatan di dapur yang belum pernah dimanfaatkan selama Debb dan Abi di rumah ini.
"Melamun sama sekali tidak terdengar keren" Debb merasa semakin ke sini, Henokh semakin pintar bicara.
In a good way!
"Emang kapan iban melakukan sesuatu yang keren?" Henokh menampilkan wajah menghina yang main-main.
"Tidak pernah!" Debb setuju. "Baiklah, gue nonton aja. Dan, hey cowok Batak! Gue bakal mengeluarkan isi perut lo, kalo lo berubah pikiran dan menyuruh gue membantu apa pun! APA PUN!" Debb mengeluarkan mimik sadis - seperti miliknya Sue Sylvester yang kau tonton dalam serial Glee - sambil melenggang dengan gaya ke depan televisi.
"Setuju!" Henokh tersenyum jahil.
Henokh memulai segalanya dengan memetik pucuk labu siam segar yang tadi mereka sempatkan beli dari pajak sore. Tadi Debb sempat protes bahwa dia tidak kenal jenis sayuran ini dan tidak yakin apakah akan serasi dipasangkan dengan indomie. "Biasanya pakai sawi, atau tidak pakai sayur sama sekali." Kata Debb.
"Untuk sekedar mengingatkan, kita sudah setuju bahwa iban gak bisa masak dan aku yang akan menjadi chef malam ini. Jadi harusnya penonton tidak usah protes." Jawab Henokh membuat Debb cemberut (manis).
Ah, melihat pucuk labu siam selalu saja membuat Henokh merindukan kampung. 'Jipang', begitu mereka menyebut sayuran ini di Silalahi, menjadi sayur andalan mereka hampir setiap hari, hanya karena tanaman itu tumbuh liar (dan subur) di belakang rumah. Mamak akan menumisnya begitu saja, namun terasa sangat lezat di lidah Henokh. Tidak, sepertinya memang segala sesuatu yang dimasak mamak terasa sangat lezat. Bukan hanya jipang atau pucuknya.
Tapi, di mana pisau?
"Iban, pisau ada di mana?"
"Ada di atas dispenser. Tadi baru pake motong buah." Kata Debb di antara suara televisi.
"Baiklah, nona besar!"
"Lu membuat gue terdengar seperti majikan malas yang meminta tukang kebun untuk memasak." Balas Debb, yang tentu saja hanya ditanggapi oleh Henokh dengan cengiran yang tidak dilihat Debb.
"Punya jahe?" Henokh kini sedang mengiris bawang merah. Tiga siung. Indomie yang lezat membutuhkan bawang merah yang cukup. Cabe rawit hanya perlu dibelah dua, agar nanti gampang disisihkan jika ternyata Debb berubah pikiran tentang cabe rawit.
KAMU SEDANG MEMBACA
HENOKH - My (Not So) Hot Pariban - ON GOING
Romance[[ATTENTION: Bacalah setidaknya dua bab, dijamin kamu bakal KETAGIHAN!!! And also, siapin jiwa dan raga untuk baper!!!]] Blurb: Saat pertama kali bertemu, Deborah Elena Hutagalung sama sekali tidak menyukai pariban yang sedang dijodohkan Bapak denga...